Bisnis.com, MEDAN — Ekonom dari Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) Gunawan Benjamin membeberkan sejumlah temuan di lapangan yang mengindikasikan problematika lain dari rendahnya angka inflasi di Sumatra Utara (Sumut). Di tengah kondisi itu, pertumbuhan ekonomi Sumut kuartal I/2025 juga melambat.
Diketahui, realisasi angka inflasi di Sumut secara tahunan pada Maret sebesar 0,69% (year on year/YoY), lebih rendah dari realisasi nasional 1,03% (YoY).
Sedangkan secara tahun berjalan (year to date/YtD) 2025, realisasi inflasi Sumut juga tercatat masih terkendali di angka 0,11%, dari rentang target yang ditetapkan pemerintah 2,5%±1% untuk tahun 2025.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatra Utara menyebut realisasi inflasi Sumut yang rendah sepanjang 2025 menunjukkan keberhasilan dalam upaya pengendalian inflasi.
Disampaikan Gunawan, pada dasarnya inflasi di Sumut memang terkendali selama tahun berjalan 2025, di mana realisasi angka inflasi tersebut relatif kecil. Namun, dia menyebut ada indikasi lain dari data tersebut.
"Saya justru mengkuatirkan realisasi inflasi yang rendah juga dipicu oleh melemahnya belanja masyarakat," kata Gunawan kepada Bisnis, dikutip pada Senin (5/5/2025).
Baca Juga
Gunawan menggunakan indikator sumber protein atau lauk yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk membuktikan kesimpulan soal pelemahan daya beli masyarakat Sumut.
Pertama, kata dia, terjadi penurunan konsumsi untuk daging ayam, daging sapi, dan telur ayam belakangan ini.
Berdasarkan data Januari—Maret 2025, penurunan konsumsi daging sapi tercatat mencapai 10,2% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi daging sapi di kuartal pertama tahun 2024 sebesar 305.9000 ton per bulan, menjadi 274.000 ton per bulan.
Kedua, penurunan juga tampak pada tingkat konsumsi daging ayam. Disampaikan Gunawan, terjadi penurunan konsumsi daging ayam di tahun 2004 sebesar 0,3% dibandingkan dengan tahun 2023. Rata-rata produksi ayam hidup di wilayah Sumut, Aceh dan Riau sebanyak 70,57 juta ekor per bulan di tahun 2024. Lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tahun 2023 yang sebesar 70,78 juta ekor per bulannya.
"Bahkan berdasarkan hasil observasi saya, pada bulan Mei nanti produksi daging ayam akan berada dikisaran 60,6 juta ekor, atau yang paling rendah dalam periode satu tahun terakhir," jelasnya.
Dia menambahkan, melemahnya permintaan atau konsumsi masyarakat menjadi salah satu pendorong melemahnya harga daging ayam selama bulan April 2025. Hal ini membuat kemampuan finansial peternak untuk mengisi kandang ikut menurun. Dengan kata lain, kemampuan peternak untuk kembali beternak melemah seiring dengan penurunan harga jual sebelumnya.
Ketiga, harga telur ayam bergerak anomali (turun) di saat menjelang Idulfitri yang terpantau dari laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).
Gunawan menyebut hal itu sebagai kondisi tak biasa mengingat telur ayam biasanya menjadi kebutuhan yang paling banyak dicari saat jelang Idulfitri.
"Sebuah kondisi yang tak biasa ditunjukkan oleh penurunan harga telur ayam (paling murah) dari kisaran Rp1.500 per butir, menjadi Rp1.400/Rp1.300 per butir saat ramadan dan Idulfitri. BPS mencatat telur menjadi penyumbang deflasi pada Maret, yang justru bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri," jelasnya.
Keempat, di bulan Maret yang bertepatan dengan Ramadan dan idul fitri, Sumut sebenarnya merealisasikan deflasi jika tanpa kebijakan normalisasi tarif listrik. Diskon tarif listrik yang berakhir membuat Sumut harus merealisaikan inflasi.
Padahal, lanjutnya, jika dilihat dari pengeluaran masyarakat untuk makanan dan minuman, transportasi, kesehatan atau mayoritas harga dari sisi pengeluaran merealisasikan deflasi.
Gunawan menyampaikan data tersebut menunjukkan bahwa daya beli masyarakat memang tengah terganggu sehingga membuat pengendalian inflasi menjadi lebih mudah.
Dia menyebut pemerintah perlu memahami bahwa inflasi yang terjadi di Sumut sepanjang tahun berjalan tidak sepenuhnya ditopang oleh sisi permintaan (demand). Tapi lebih diakibatkan oleh sisi pasokan yang terganggu, seperti halnya yang terjadi pada komoditas cabai.
"Dan untuk melihat gangguan daya beli, bahan pangan lauk (sumber protein) bisa mudah mengukur bagaimana perubahan tingkat daya beli di masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumut Wakil Gubernur Sumut Surya menyebut realisasi inflasi bulanan Sumut pada Maret yang lebjh rendah dari nasional, serta realisasi inflasi tahunan dan kumulatif (YtD) yang juga rendah menunjukkan bahwa upaya pengendalian inflasi di Sumut memasuki tren positif.
Surya menyebut penurunan inflasi didorong oleh stabilitas harga komoditas holtikultura, sayuran, minyak goreng, bawang merah, dan cabai rawit melalui sinergi TPID dengan distributor produsen.
Tekanan inflasi pada April juga diprediksinya akan menurun, seiring meredanya permintaan pasca Ramadan dan Idulfitri serta pasokan yang terjaga.
Pertumbuhan Ekonomi Sumut Kuartal I/2025
BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara kuartal I/2025 mencapai 4,67% (YoY) dengan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai Rp296,49 triliun. Sementara secara kuartalan, ekonomi Sumut kuartal I/2025 inj mengalami kontraksi 0,99% (QtQ) dibandingkan kuartal IV/2024.
Statistisi Ahli Utama BPS Sumut Misfaruddin mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I/ 2025 memang relatif melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Memang pada triwulan satu ini masih tumbuh walau melambat dibandingkan triwulan I tahun 2024 karena ada beberapa kategori yang bertumbuh, tetapi juga melambat," ujar Misfaruddin usai agenda Rilis Pertumbuhan Ekonomi Sumut, Senin (5/5/2025).
Misfaruddin menjabarkan sejumlah kategori yang menyumbang angka dalam pertumbuhan ekonomi Sumut di kuartal pertama tahun ini.
Mayoritas lapangan usaha lainnya tercatat mengalami kontraksi secara kuartalan, beberapa bahkan terbilang cukup dalam seperti kategori Konstruksi (-8,01%); Jasa Lainnya (-7,67%); serta kategori Akomodasi dan Makan Minum (-6,75%).
Sementara lapangan usaha Jasa Perusahaan menjadi kategori dengan pertumbuhan tertinggi jika dibanding kuartal IV/2024, mencapai 6,79 (QtQ).
Sedangkan secara tahunan, pertumbuhan tertinggi dicatatkan kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 12,13% (yoy); Jasa Perusahaan 10,27% (YoY); dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 9,85% (YoY).
"Secara tahunan, semua kategori mengalami pertumbuhan positif," tambahnya.
(240)