Bisnis.com, PALEMBANG – ConocoPhillips Co, perusahaan migas asal Amerika Serikat, tetap berkonsentrasi menekan biaya produksi gas di Blok Corridor, Sumatra Selatan, sembari menunggu kepastian perpanjangan kontrak di wilayah kerja yang habis masa berlakunya pada 2023 itu.
“Mengenai perpanjangan, kami lagi bicara-bicara juga (dengan pemerintah). Tapi kami lagi konsentrasi ke produksi karena pihak pemerintah ingin agar produksi tidak turun drastis dan di lapangan efisien,” kata VP Relasi dan Keamanan ConocoPhillips Indonesia Joang Laksanto seusai acara buka puasa bersama media di Palembang, Senin (19/6/2017) malam.
Joang memahami keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) menggarap lapangan migas secara lebih produktif sekaligus efisien. Dia pun mencontohkan proyek kompresi di Lapangan Sumpal, Blok Corridor, yang sudah berjalan mampu meningkatkan produksi lapangan itu sebesar 20%.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, pada Oktober 2016 Blok Corridor memproduksi minyak siap jual sebesar 7.263 barel per hari (bph) dan gas 809 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Di blok tersebut terdapat enam lapangan gas dan tujuh lapangan minyak, tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Musi Rawas, Sumsel. Produksi gas terbesar berasal dari Lapangan Suban dan Sumpal.
ConocoPhillips melalui ConocoPhillips (Grissik) Ltd menguasai hak partisipasi (PI) sebesar 54%, sisanya digenggam oleh Repsol dan PT Pertamina (Persero) masing-masing 36% dan 10%. Operator telah mendapatkan perpanjangan kontrak tahap pertama dari pemerintah pada 2013 dan berakhir pada 2023.
GROSS SPLIT
Joang mengatakan ConocoPhillips juga mempelajari kemungkinan adopsi skema gross split untuk menggantikan cost recovery bila kelak kontrak benar-benar diperpanjang. Pasalnya, Kementerian ESDM memberikan KKKS opsi untuk memilih satu dari dua skema itu di wilayah kerja perpanjangan kontrak.
“Soal gross split ini kami sedang kaji karena butuh waktu dan ketelitian yang lebih mendalam. Ada faktor-faktor keekonomian juga yang menentukan,” tuturnya.
Kepala Urusan Keuangan Kantor Perwakilan SKK Migas Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) Muhammad Agus mengharapkan operator di blok-blok migas regional tersebut bisa lebih efisien. Jangan sampai, biaya produksi membengkak padahal Sumbagsel tidak lagi memiliki cadangan migas baru.
“Sumbangan Sumbagsel secara keseluruhan produksi migas tidak banyak berubah. Mungkin 10% dari seluruh Indonesia. Tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan Riau dan Cepu,” ujarnya di tempat yang sama.
Berdasarkan data SKK Migas, ConocoPhillips masih menjadi KKKS produksi migas di Blok Corridor dan Blok Jambi Selatan II. Namun, di wilayah kerja Jambi, perusahaan itu menghentikan produksinya karena cadangan menipis.
Akhir tahun lalu, ConocoPhillips menjual 40% PI-nya di Blok B Laut Natuna Selatan kepada PT Medco Energi Internasional Tbk.