Bisnis.com, PALEMBANG – Capaian izin perhutanan sosial di Provinsi Sumatra Selatan hingga pertengahan tahun ini belum memenuhi potensi yang ada.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatra Selatan (Sumsel) Koimudin menyebutkan sampai dengan semester I/2024, persetujuan pengelolaan perhutanan sosial di Sumsel baru mencapai 135.741 hektare dengan mencakup 216 unit dan 32.588 Kepala Keluarga (KK).
Sementara potensi indikatif luas kawasan hutan yang masih bisa difasilitasi untuk usulan perhutanan sosial seluas 99.465 hektare.
“Jadi target nasional untuk perhutanan sosial 12,7 juta hekatare dan Sumatra Selatan berdasarkan data dari KLHK itu seluas 235.206 hektare. Sedangkan yang sudah terakses izin itu 135.741 hektare,” jelasnya usai pembukaan kegiatan training of trainer sistem informasi akses lahan mendukung perhutanan sosial di Provinsi Sumsel, Rabu (17/7/2024).
Dia menjelaskan pelaksanaan perhutanan sosial masih menghadapi berbagai tantangan. Termasuk diantaranya keterbatasan kapasitas masyarakat dalam mengakses informasi yang dibutuhkan untuk mengajukan perizinan, maupun memulai aktivitas perhutanan sosial.
Padahal melalui izin perhutanan sosial, kata Koimudin, masyarakat yang sudah terlanjur ada di dalam kawasan tersebut memiliki kepastian hukum untuk mengelola dan menghasilkan produk yang dapat berdampak terhadap perekonomian.
Baca Juga
“Dari hasil produk yang dikelola di kawasan (perhutanan sosial) itu masyarakat wajib membayar PNBP. Jadi kalau sudah ada izin, ada penerimaan negara bukan pajak dan masyarakat bisa meningkatkan ekonominya dengan tetap menjaga kawasan hutan,” jelasnya.
Salah satu upaya dalam mendorong akselerasi tercapainya target perizinan perhutanan sosial di Sumsel, pihaknya bersama dengan ICRAF Indonesia menggelar pelatihan Sistem Informasi Akses Lahan Mendukung Perhutanan Sosial alias SiAlam.
“SiAlam ini merupakan hasil pengembangan melalui kegiatan riset-aksi Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) yang dilaksanakan di 3 provinsi, termasuk juga Sumsel lewat dukungan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada,” sambung Koimudin.
Di lain sisi, Peneliti analisis geospasial ICRAF Indonesia Harry Aksomo menerangkan, SiAlam dirancang untuk mewujudkan akses informasi tentang tata kelola lahan yang baik guna mendukung pelaksanaan perhutanan sosial.
Selain itu, aplikasi berbasis web itu juga menyediakan informasi terkini mengenai akses perhutanan sosial, serta memudahkan masyarakat untuk mengakses skema legal pemanfaatan lahan dan pengembangan usaha perhutanan sosial.
“Sistem ini dapat diakses melalui aplikasi berbasis web dengan antarmuka yang intuitif dan mudah digunakan serta dilengkapi dua modul teknis dalam menentukan skema perhutanan sosial yang sesuai kebutuhan serta memenuhi persyaratan untuk pengajuan izin baru dan pendampingan izin berjalan serta lainnya,” terang Harry.