Bisnis.com, MEDAN — PT Bank Sumut menyatakan komitmennya terus mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya UMKM sektor kuliner dan pertanian.
Direktur Bisnis dan Syariah PT Bank Sumut Syafrizalsyah mengatakan dukungan itu diwujudkan dengan pemberian akses pembiayaan bagi kedua sektor yang menjadi pendongkrak pertumbuhan ekonomi Sumut terutama saat pandemi Covid-19 kemarin.
Pertanian menjadi satu dari 5 (lima) lapangan usaha yang memperoleh akses pembiayaan dari bank umum maupun BPR, termasuk oleh Bank Sumut. Pertanian bahkan menduduki posisi ketiga dalam urutan penyaluran kredit lapangan usaha terbesar Bank Sumut lantaran berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia.
Hingga Februari 2024, kata Syafrizalsyah, penyaluran kredit untuk lapangan usaha pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan oleh Bank Sumut mencapai Rp2,92 triliun, dengan debitur sebanyak 24.130 pelaku usaha.
Sementara untuk pelaku UMKM, baru sekitar 67,400 debitur dari 1,74 juta pelaku UMKM yang terjangkau oleh Bank Sumut (3,94%).
"Secara keseluruhan, Bank Sumut telah mengambil peranan dalam penyaluran pembiayaan daerah di Sumatra Utara. Ke depan, proporsi pembiayaan kredit UMKM akan semakin kami tingkatkan sejalan dengan pemulihan ekonomi dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMKM," kata Syafrizalsyah dalam agenda seminar berjudul Bank Sumut Dukung Sektor UMKM Kuliner dan Pertanian sekaligus buka puasa bersama di Medan, Selasa (19/3/2024) malam.
Baca Juga
Syafrizalsyah mengatakan, Bank Sumut tidak menutup mata atas sejumlah permasalahan yang kini membelit kedua sektor pendongkrak perekonomian Sumut itu, seperti permasalahan mahalnya biaya produksi (harga pupuk) yang menimpa petani atau perubahan perilaku konsumen produk UMKM.
Permasalahan itu, lanjutnya, dapat berdampak pada penurunan produktivitas kedua sektor dan berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi Sumut.
Syafrizal pun mengatakan, Bank Sumut berupaya menyediakan pembiayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaku usaha sektor pertanian dan kuliner itu.
Dijelaskannya, Bank Sumut menggunakan strategi 4-P (Product, People, Process, dan Price) dalam keikutsertaannya membangun UMKM kuliner dan pertanian di Sumut. Dari sisi product (produk), Bank Sumut menyediakan produk kredit yang sesuai dengan pelaku usaha pertanian dan kuliner, seperti pembiayaan angsuran bayar panen dan grace period pokok.
Produk tersebut tentu juga diimbangi dengan biaya kredit serta suku bunga yang bersaing (price).
Bank Sumut, lanjut Syafrizalsyah, juga berkomitmen mempercepat alur proses (process) kredit dengan SLA (service level agreement) tiga hari kerja. Termasuk, menjalin kerja sama dengan instansi terkait di pemerintah daerah untuk pembuatan ekosistem kredit pertanian.
Sementara strategi people berkaitan dengan pengembangan soft skill petugas kredit Bank Sumut. Termasuk upgrading soft skill account officer di sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. "Kami juga bekerja sama dengan kampus dengan menghadirkan KUR Goes to Campuss untuk mendorong anak-anak muda terlibat dalam dunia usaha maupun pertanian," ujar Syafrizalsyah.
Upaya Bank Sumut mendorong UMKM sektor kuliner dan pertanian dengan menyediakan akses pembiayaan mendapat apresiasi dari Ekonom sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara Wahyu Ario Pratomo, yang juga menjadi salah satu pemateri dalam seminar.
Ario menilai hal itu sebagai wujud keikutsertaan Bank Sumut dalam meningkatkan perekonomian sekaligus taraf hidup masyarakat. "Saya mengapresiasi Bank Sumut yang menginisiasi untuk mendukung program petani milenial. Karena hal itulah yang kita harapkan. Apalagi jika kita melihat sekarang usia petani kita sudah tua-tua, kalau tidak ada regenerasi, tentu ketahanan pangan kita bisa terancam," ujar Ario.
Ario menyinggung soal dampak perang serta bencana el nino yang bikin harga sejumlah kebutuhan pokok termasuk beras melonjak sementara tingkat kemiskinan di Indonesia termasuk Sumut masih terbilang tinggi.
Menurutnya, perlu ada inovasi program untuk membangun kembali sektor pertanian yang lesu karena mahalnya biaya produksi serta terbatasnya sumber daya modal maupun manusia, yang membuat pertanian dipandang sebagai sektor yang tidak menghasilkan secara ekonomi.
"Bagaimana hal itu bisa dilaksanakan? Salah satunya dari sisi pembiayaan. kemudian penggunaan teknologi untuk pertanian. Anak-anak mudah biasanya lebih adaptif terhadap teknologi. Jadi kita berharap baik perbankan, kampus, termasuk pemerintah harusnya bisa menyiapkan program yang membuat milenial itu tertarik jadi petani," pungkasnya. (K68)