Bisnis.com, PADANG - Wacana perampingan bandara internasional oleh pemerintah pusat dinilai bakal memberikan dampak yang tidak baik bagi dunia pariwisata di Provinsi Sumatra Barat.
Seperti yang diungkap Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Sumatra Barat, wacana tersebut perlu untuk ditinjau kembali sebelum benar-benar dilakukan oleh pemerintah pusat.
"Kami berharap masih ada bandara internasional di Sumbar ini. Jika tidak, kebijakan seperti itu sama saja membunuh dunia pariwisata di Sumbar," kata Wakil Ketua Asita Sumbar Adrian Darmawan, Rabu (15/2/2023).
Dia menyebutkan tahun 2023 ini pemerintah daerah telah meluncurkan Visit Beautiful West Sumatra, yang artinya program itu merupakan ujung tombak bangkitnya perekonomian Sumbar dari sektor pariwisata.
Program itu jelas menargetkan kunjungan wisatawan ke Sumbar dalam jumlah yang besar, tidak hanya untuk wisatawan nusantara tapi juga untuk wisatawan mancangeranya.
"Kalau Sumbar tidak ada bandara internasionalnya, Visit Beautiful West Sumatra itu secara tidak langsung juga tidak bisa berjalan. Karena pintu kedatangan ditutup. Apakah itu yang diingin pemerintah pusat? Saya rasa wacana itu jangan sampai jadi kebijakan," harap dia.
Menurutnya dalam kondisi perekonomian di daerah yang saat ini tengah berjuang untuk bangkit pascapandemi Covid-19, seharusnya pemerintah pusat berpikir tentang seperti apa strategi kebijakan pemerintah pusat yang bisa memberikan dampak yang positif kepada daerah.
Dia menyadiri betul, jika ada penerbangan internasional di Indonesia yang tidak terlalu baik jumlah kedatangan wisatawan mancanegaranya. Tapi jumlah bandara yang dimaksud tidaklah terlalu banyak.
"Tapi wacana yang muncul itu dari 32 bandara internasional di Indonesia, maka yang akan dirampingkan itu menjadi 14 hingga 15 bandara. Artinya 50 persen bandara internasional bakal dihilangkan. Kondisi ini membuat Sumbar cukup khawatir, apalagi penerbangan internasional di Bandara Minangkabau baru saja dibuka pasca pandemi Covid-19 tepatnya per Oktober 2022 lalu," ujarnya.
Untuk itu, kendati wacana tersebut berlanjut menjadi kebijakan yang bakal diterapkan, Asita berharap Bandara Minangkabau masih tetap menjadi bandara internasional.
Karena Sumbar memiliki potensi yang besar dikunjungi wisatawan mancanegara dari berbagai negara. Daerah tujuan terbesarnya ke Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang memiliki destinasi wisata pantai begitu indah dan ombak berkelas dunia.
"Nah, kalau Sumbar tidak punya bandara internasional. Dampak buruk yang dirasakan, dan yang untung malah negara lain yang menjadi tujuan transit mereka," sebutnya.
Dikatakannya selama ini bandara di Kuala Lumpur menjadi tempat transit wisatawan mancanegara untuk bisa terbang langsung ke Sumbar. Seperti wisatawan dari eropa, asia, dan lainnya itu, kebanyakan transit di Malaysia baru datang ke Padang.
"BIM kan cuma punya rute Padang - Kuala Lumpur. Jika BIM tidak lagi jadi bandara internasional, koneksi itu kan jadi putus. Memang bisa transit kembali ke bandara internasional lainnya di Indonesia, tapi hal itu jelas membuat akses semakin rumit bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Sumbar," jelasnya.
Asita menilai seharusnya pemerintah pusat memberikan kemudahan bagi wisatawan mancanegara untuk menjangkau atau mengakses daerah tujuan di Indonesia, bukan malah memberikan kesulitan.
Dia menyampaikan jika pun ingin dirampingkan, jangan merampingkan dalam jumlah yang besar, tapi cukup untuk bandara yang benar-benar dinilai oleh pemerintah perlu untuk dihilangkan statusnya sebagai bandara internasional menjadi bandara yang melayani penerbangan domestik saja.
"Dampaknya itu tidak hanya ke pariwisata semata, tapi pendukung sektor pariwisata nya pun ikut kena, seperti UMKM, perhotelan, transportasi, dan sektor lainnya," kata dia lagi.
Respons Dinas Perhubungan
Di satu sisi, Dinas Perhubungan Sumbar menyatakan telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Perhubungan RI terkait munculnya wacana perampingan bandara internasional di Indonesia tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan Sumbar Dedy Diantolani mengatakan menyikapi munculnya wacana perampingan bandara internasional di Indonesia seperti yang disampaikan oleh Menteri BUMN, pihak Pemprov telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan, hasilnya memang perampingan bandara internasional belum ada pembahasan lebih lanjut.
"Kondisi saat ini dari koordinasi kami ke Kemenhub, baru sebatas wacana dari Kementerian BUMN. Peran BUMN sebenarnya lebih ke PT Angkasa Pura nya, tapi kalau bicara bandara internasional itu yang menentukannya adalah Kemenhub," katanya, dihubungi terpisah.
Dedy menjelaskan sampai saat ini juga belum ada pembahasan dari di tingkat Kemenhub menyikapi wacana tersebut. Artinya kendati ada wacana, namun belum ada pembahasan lebih lanjut.
Untuk itu, Dishub menyatakan wacana tersebut nantinya tidak akan selesai di Kementerian BUMN saja, tapi ada peran Kementerian Perhubungan juga.
"Tentu kita berharap Bandara Minangkabau tetap menjadi penerbangan internasional. Karena perekonomian Sumbar yakni sektor pariwisata bergantung di penerbangan internasional itu," tegasnya.