Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Barat mengungkapkan penting untuk mempercepat transformasi ekonomi Sumbar melalui optimalisasi peluang devisa hasil ekspor dari sumber daya alam (DHE SDA).
Kepala Kanwil DJPb Sumbar Mohammad Dody Fachrudin mengatakan melihat pada Peraturan Pemerintah No.8/2025 tentang Kewajiban Penempatan Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam dalam sistem keuangan dalam negeri, terdapat momentum luar biasa bagi daerah-daerah penghasil sumber daya seperti Sumbar untuk tidak hanya menjadi penyumbang ekspor nasional.
“PP No.8/2025 itu tidak hanya menjadi episentrum penempatan dan pemanfaatan devisa hasil ekspor, tapi juga menciptakan penguatan infrastruktur keuangan daerah,” katanya dikutip dari data DJPb, Kamis (21/8/2025).
Dia menyebutkan melihat pada target pertumbuhan ekonomi Sumbar sebesar 7,3% pada 2029, sebagaimana telah ditetapkan dalam roadmap pembangunan fiskal, memerlukan strategi yang out of the box.
Melalui pendekatan berbasis ekosistem dengan menghubungkan regulasi PP 8/2025 dengan perbankan, diharapkan target tersebut bisa tercapai.
Sumbar yang memiliki potensi besar menciptakan pertumbuhan baru berbasis DHE, kata Dody, dengan channeling ke proyek-proyek strategis daerah, seperti hilirisasi sawit dan gambir, industri semen hijau, pengolahan logam dasar, pariwisata, ekspor, hingga pangan organik dan logistik halal, bisa menjadi lokomotif mempercepat transformasi ekonomi.
Baca Juga
“Jadi kami telah menyampaikan ke berbagai pihak termasuk Pemprov Sumbar terkait langkah strategis ini. Semoga kebijakan itu bisa memberikan angin segar bagi perekonomian di daerah,” harapnya.
Dikatakannya berpodoman kepada kondisi nilai ekspor Sumbar pada 2024 lalu mencapai US$2,4 miliar, yang didominasi komoditas unggulan seperti CPO, batu bara, semen, gambir, bijih besi, dan ikut laut. Namun, kurang dari 10% devisa tersebut kembali ke Sumbar dalam bentuk DHE.
Di tengah dunia yang semakin menyukai kawasan ekspor stabil dan aman, Sumbar justru duduk di atas sumber-sumber DHE potensial, sawit berkualitas tinggi, batu bara siap ekspor, semen dari BUMN strategis, hingga bijih besi dan hasil hutan yang dicari pasar dunia.
“Sayangnya, lebih dari 90% DHE dari Sumbar tidak kembali ke daerah, karena teknis perbankan, pilihan korporasi, maupun keterbatasan kelembagaan lokal,” jelasnya.
Namun kini lanjut Dody, Sumbar punya kesempatan untuk membalikkan keadaan. Dengan regulasi nasional yang mewajibkan penempatan DHE minimal 12 bulan di Indonesia. Kebijakan itu diharapkan bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Sumbar, sehingga ekonomi bisa tumbuh positif.
Salah satu relevansi strategis bagi Sumbar yakni bisa bermitra dengan Bank Nagari yang telah resmi menjadi bank devisa, dan hal ini membuat Sumbar memiliki posisi strategis untuk menjadi hub keuangan DHE SDA daerah.
Dimana hal yang bisa dilakukan itu menarik DHE langsung ke Sumbar, khususnya dari perusahaan-perusahaan eksportir sawit, karet, perikanan laut, kayu manis, gambir, emas, dan batu bara. Kemudian menyalurkan DHE yang tertahan selama minimal 12 bulan menjadi modal produktif pembangunan daerah, melalui skema pembiayaan proyek strategis .
Seperti hilirisasi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Industri cold storage tuna di Kabupaten Pesisir Selatan, Pabrik kayu manis dan minyak atsiri di Kerinci dan di Kabupaten Solok Solok Selatan, serta PLTM dan proyek energi berbasis SDA lainnya.
Lalu juga bisa membangun platform fiskal inovatif, termasuk skema sukuk daerah berbasis DHE, kerja sama KPBU ekspor–impor, dan dashboard fiskal terbuka berbasis blockchain.
Dody menyampaikan Sumbar yang merupakan provinsi dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang luas dan beragam, mulai dari sektor perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, hingga industri pengolahan. Namun, selama ini devisa hasil ekspor dari aktivitas ekonomi ini tidak banyak memberikan kontribusi langsung terhadap penguatan ekonomi daerah.
“Hal ini dikarenakan, DHE umumnya ditempatkan di bank-bank devisa di luar daerah atau langsung disalurkan ke luar negeri oleh perusahaan eksportir maupun perantara (trader),” jelas dia.
Menurutnya dengan diberlakukannya PP No.8/2025 dan pengangkatan Bank Nagari sebagai bank devisa, maka peluang untuk mengelola DHE langsung dari sumbernya terbuka lebar.
Artinya untuk pengelolaan DHE ini bukan hanya memperkuat likuiditas perbankan daerah, namun juga berpotensi menjadi modal pembangunan produktif Sumbar, yang dapat mendukung program strategis hilirisasi SDA.