Bisnis.com, PADANG - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan kondisi perdagangan komoditas gambir di Provinsi Sumatra Barat ketidakseimbangan posisi tawar karena harga tingkat petani cenderung jatuh, padahal harga di pasar internasional relatif stabil.
Kanwil KPPU I Ridho Pamungkas mengatakan ketidakseimbangan harga tawar tersebut penting bagi Pemprov Sumbar untuk membenahi kondisi itu melalui membuat kebijakan tata niaga gambir agar petani bisa mendapatkan harga yang lebih adil.
“Langkah untuk kebijakan tata niaga gambir ini penting untuk segera dilakukan Pemprov Sumbar. Jika tidak segera, maka dampaknya kepada perekonomian petani gambir yang sulit berkembang, karena harga tawar gambir di tingkat petani yang kami temukan di Sumbar, secara nilai harga jauh dibandingkan pasar internasional,” katanya, Jumat (22/8/2025).
Dia menjelaskan ada sejumlah permasalahan yang ditemukan KPPU terkait tata niaga gambir di Sumbar, mulai struktur pasar oligopsoni dan petani hadapi sedikit pembeli besar.
Kemudian permasalahan lainnya itu yakni rantai pasok panjang, margin lebih banyak di hilir, tidak ada acuan harga yang jelas dan hal ini memberi ruang bagi eksportir untuk mengatur harga, belum ada standar mutu konsisten, dan kebijakan daerah belum optimal mendorong kelembagaan petani dan akses pasar.
Selain itu, KPPU mencatat komoditas harga terjadi fluktuasi yang dipengaruhi oleh permintaan India dan Bangladesh, kondisi cuaca panen, serta kurs USD/IDR. Dimana untuk harga grade ekstrak (katekin 40–50%) jauh lebih tinggi, berkisar US$3.700–3.800 per ton relatif stabil sepanjang periode tersebut.
Baca Juga
Lalu untuk penurunan di awal 2025 disebabkan faktor geopolitik (konflik India-Pakistan) yang menekan permintaan. Harga internasional stabil karena permintaan global tetap ada dan relatif konstan, Namun, mekanisme distribusi lokal dan kelembagaan petani yang lemah menyebabkan mereka menerima harga jatuh saat buyer domestik menahan pembelian atau menurunkan penawaran.
Dari kondisi yang didapatkan itu, KPPU mendorong Pemprov Sumbar untuk membuat kebijakan tata niaga pro persaingan, dan hal ini sebenarnya telah ada di Perda No. 3 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Komoditas Unggulan Perkebunan, dimana pemerintah daerah bisa menetapkan harga dasar atau melakukan pembelian saat harga jatuh.
“Jadi sekarang itu, Pemprov Sumbar kebijakannya itu diterapkan untuk tata kelola niaga gambir,” tegasnya.
Selanjutnya Ridho menyampaikan penguatan kelembagaan petani melalui koperasi, kelompok usaha, dan membentuk serta memperkuat koperasi atau kelompok tani gambir perlu dilakukan, agar memiliki daya tawar lebih kuat terhadap tengkulak atau pembeli besar.
Oleh karena itu, KPPU menyatakan siap mendukung kajian dan advokasi kebijakan tata niaga gambir yang kebijakan selaras prinsip persaingan usaha, serta KPPU tetap melakukan pendekatan penegakan hukum yang diarahkan untuk perubahan perilaku pelaku usaha.
Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Sumbar Vasco Ruseimy menegaskan bahwa sejak lama Pemprov Sumbar memegang teguh prinsip koperasi sebagai instrumen kesejahteraan rakyat, dan dia menyatakan setiap daerah di Sumbar memiliki potensi yang berbeda, dan salah satu yang paling menonjol adalah gambir.
Dikatakannya bahwa seluruh permasalahan dan saran yang diberikan KPPU tersebut akan menjadi perhatian yang serius oleh Pemprov Sumbar, dan memastikan akan menindaklanjutinya, sehingga perekonomian petani gambir bisa tumbuh lebih ke depannya.
“Pemprov berencana membentuk BUMD untuk mengelola hilirisasi gambir dan memasarkan produknya ke pasar global. Hal ini karena sekitar 80% produksi gambir nasional berasal dari Sumbar,” jelas Vasco.
Dia menyatakan secara keseluruhan, Pemprov Sumbar menegaskan bahwa pihaknya sangat terbuka bagi investor maupun eksportir, sepanjang tetap mematuhi regulasi yang ditetapkan.
“Kerja sama yang sehat akan membawa keuntungan bagi pemerintah daerah dan masyarakat Sumbar,” sebutnya.