Bisnis.com, PADANG - Sekitar 300 hektare kawasan hutan lindung di wilayah Sikayan Balumuik, Kota Padang, Sumatra Barat, mendapat izin untuk dimanfaatkan masyarakat.
Lahan 300 hektare itu mendapat izin melalui program Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2017 lalu.
Kini dari 300 hektare itu, baru 29 hektare lahan yang sudah dimanfaatkan dengan cara ditanami kopi jenis Robusta di atas ketinggian 600 mdpl. Sementara sisa 271 hektare lainnya belum dimanfaatkan, karena masih menunggu bibit kopi yang saat ini tengah dalam proses penakaran.
"Memang baru sebagian kecil lahan yang kita kelola. Nanti bila bibit yang ada saat ini sudah tiba masanya untuk ditanam, perkebunan kopi di atas lahan kawasan hutan lindung ini akan terus diperluas," kata Yulisman, Ketua Kelompok Kopi Bantjah, Kamis (26/1/2023).
Dia menyebutkan lahan 300 hektare itu kini dipegang oleh kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sikayan Balumuik melalui izin dari KLHK dengan adanya Perhutanan Sosial.
Kini dengan adanya 29 hektare lahan kopi yang telah dipanen itu, HKm Sikayan Balumuik mampu memanen 1.500 ton kopi basah per tahunnya.
Baca Juga
"Kalau sudah kita olah dalam bentuk biji kering, produksinya 300-400 kilogram per bulannya. Kopi yang kita produksi ini, kita kasih merek Kopi Bantjah," ujarnya.
Yulisman menyebutkan salah satu alasan kenapa kopi hasil panen HKm Sikayan Balumuik itu diberi nama Kopi Bantjah dan ditulis dengan ejaan lama, karena perkebunan kopi yang ada di Sikayan Balumuik itu, bukanlah hal pertama kali ada.
"Perkebunan kopi di Sikayan Balumuik ini telah ada sejak zaman kolonial Belanda dulu. Bahkan saat ini masih bisa ditemukan tanaman kopi di kawasan Bukit Barisan itu, dengan ukuran batang kopi nyaris sebesar pohon kayu," jelasnya.
Untuk itu, hal yang telah dimulai masyarakat melalui HKm Sikayan Balumuik tersebut, mengikuti jejak yang telah ada, dan kopi yang cocok ditanam merupakan kopi Robusta.
Menurutnya alasan kenapa kopi Robusta, karena untuk ketinggian kebun yakni 600 mdpl, memang untuk tanaman kopi Robusta. Sedangkan untuk kopi Arabika, tidak cocok di ketinggian 600 mdpl tersebut.
"Kalau untuk kopi Arabika itu, ketinggian kebun harus lebih dari 1.000 mdpl. Jika tetap dipaksakan tanam Arabika, rasa kopi bakalan tidak cocok di lidah alias tidak bagus. Bahkan rasa lebih nikmat itu, ya kopi Robusta," tegasnya.
Saat ini hasil panen Kopi Bantjah penjualannya masih bersifat lokal yakni dijual di kawasan Pasar Gadang Kota Padang. Kedepan untuk pemasaran itu, akan terus diperluas, dengan cara melibatkan sejumlah pihak.
"Kita sebenarnya turut dibantu CSR PT Semen Padang, baik untuk alat produksi, maupun promosi. Nah semoga kedepan Kopi Bantjah banyak dijual, baik di warung maupun di kafe-kafe," ungkapnya.
Dia menyebutkan 300 hektare lahan yang ada itu, kedepan tidak semuanya bakal ditanami kopi, tapi akan ada beberapa komoditi tanaman lainnya yang bisa ditanami di kawasan hutan tersebut.
"Bahkan kita berencana akan membuat wisata alam, karena ada air terjun yang cantik. Tapi untuk mewujudkan wisata alam itu, tentu kita tuntaskan untuk perluasan penanaman kopi," sebutnya.
Sementara itu, Pendamping Kopi Bantjah Efrizal menjelaskan dulu di kawasan hutan tersebut pernah ditanami kopi Arabika oleh petani setempat. Hasilnya, rasa kopi sangat pahit, sehingga kopi Arabika benar-benar tidak bisa dikembangkan.
Efrizal yang diperbantukan dari Kopi Solok Radjo untuk mendampingi Kopi Bantjah menyebutkan melihat ketinggian kawasan perkebunan sekitar 600-700 mdpl, maka kopi yang cocok ditanam itu merupakan kopi Robusta.
"Memang kopi Arabika memiliki nilai yang tinggi bila dijual ketimbang kopi Robusta. Tapi ya itu, tidak cocok di wilayah HKm Sikayan Balumuik ini. Saya pun mengarahkan petani menanam kopi Robusta," katanya.
Ternyata setelah sejak tahun 2017 mulai menanam kopi Robusta dan baru bisa menikmati panen pada tahun 2022 kemarin, hasilnya kopi Robusta dari Sikayan Balumuik memiliki cita rasa yang menakjubkan.
Menurutnya kopi Robusta yang diproduksi oleh Kopi Bantjah itu memiliki cita rasa yang memang untuk dicampur dengan susu putih. Karena bila dinikmati saja dengan rasa kopi murni, maka akan terasa agak sedikit asam pahit.
"Kopi Bantjah ini sebenarnya cocok untuk minuman di kafe-kafe, jadi kopi susu yang paling pas," ujarnya.
Ketua HKm Sikayan Balumuik, Salmi, mengatakan saat ini untuk produksi Kopi Bantjah masih tergolong belum begitu besar. Jumlahnya baru di kisaran 300-400 kg per bulan.
Bahkan sampai saat ini belum semua tanaman kopi Agroforestri dari HKm yang dipanen, atau baru sekitar 25 persen.
"Jadi produk yang dihasilkan berupa green bean dan bubuk kopi. Kita memang didampingi langsung dari Kopi Solok Radjo," katanya.
Menurutnya dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan produktivitas tanaman kopi Agroforestri pada lokasi HKm, pihak berkolaborasi dengan PT Semen Padang. Termasuk untuk branding kopi yang juga turut disupport oleh CSR PT Semen Padang.
Selain itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar Yozarwardi juga mengatakan dengan telah adanya produk yang dilahirkan hasil pengelolaan hutan itu, maka pemerintah bersama pihak lainnya tentu tidak akan lepas tangan. Bahkan pemerintah akan terus mendampingi agar produk Kopi Bantjah mampu bersaing di pasaran.
"Soal rasa dan kualitas Kopi Bantjah tidak ada yang dikhawatirkan. Karena dalam memproduksi kopi ini, dilakukan pendampingan langsung oleh Kopi Solok Radjo yang telah lebih dulu populer dan bahkan sudah ekspor," katanya.
Yoz menyebutkan melihat adanya geliat kopi dan cita rasa yang begitu luar biasa, Wagub Sumbar juga berkeinginan agar diadakan sebuah kegiatan festival kopi. Ide itu dinilai menarik, mengingat cukup banyak penikmat kopi serta hadirnya kopi Sumbar yang memiliki cita rasa mendunia.
"Makanya dengan telah adanya produk kopi ini, pemerintah perlu memberikan akses jalan menuju pasar kopi," tegasnya.
Di satu sisi, Yoz menyatakan semenjak adanya Perhutanan Sosial itu, cukup banyak hasil hutan yang dikelola dan hasilnya sangat menggembirakan.
Hal yang demikian yang membuat Dishut Sumbar bersemangat untuk terjun langsung ke masyarakat, untuk mendorong masyarakat agar bisa mengelola hutan dengan menanam tanaman produktif.
Seperti halnya Kopi Bantjah yang berasal dari HKm Sikayan Balumuik ini, merupakan salah satu kelompok Perhutanan Sosial di Sumbar yang berada pada KPHL Bukit Barisan.
Bicara secara umum, untuk hak kelola terhadap kawasan hutan yang telah diberikan oleh Menteri LHK ke Sumbar, ada seluas 274 hektare dan terdapat sekitar 100 hektare kopi robusta yang ditanam dengan pola Agroforestri.
Dari data sementara Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar, sepanjang tahun 2022 luas kopi Arabika yang menghasilkan mencapai 3.240 hektare dengan produksi 2.680 ton per tahun. Sedangkan untuk luas kopi Robusta dari 12.204 hektare lahan itu telah memproduksi 11.090 ton per tahun.
Disupport CSR PT Semen Padang
Kepedulian PT Semen Padang terhadap Kopi Bantjah ternyata memberikan semangat baru bagi para petani di Sikayan Balumuik tersebut.
Direktur Keuangan dan Umum PT Semen Padang Oktoweri bersyukur hasil kopi dari masyarakat Bancah dapat dilaunching, sehingga produk kopi dari petani kelompok HKm Sikayan Balumuik dapat dilepas ke pasaran, serta para petani dapat merasakan hasil usaha yang dilakukan masyarakat.
"Alhamdulillah, patut kita syukuri produk kopi dari petani kelompok Hkm Sikayan Balumuik dapat dilepas ke pasaran, sehingga para petani yang menanam kopi dapat merasakan hasil dari usahanya" ujar Oktoweri.
Dikatakannya Kopi Bantjah merupakan program TJSL PT Semen Padang pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi yang bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Solok Radjo.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy turut memberikan apresiasi kepada PT Semen Padang yang menilai bukan kali ini saja melakukan program pemberdayaan masyarakat yang tepat sasaran, selain itu program yang dilakukan tidak hanya menyasar pada satu bidang saja.
Dikatakannya bicara kualitas kopi yang ada di Sumbar, memang sudah tidak diragukan. Pemasarannya juga telah mampu menembus pasar internasional seperti ke negara Eropa dan sejumlah negara Asia lainnya, dan hal itu telah dibuktikan oleh Kopi Solok Radjo.
Menurutnya potensi kopi di Sumbar harus terus digarap dengan cara memperluas lahan perkebunan kopi, sehingga produksi pun bisa terus ditingkatkan.
Meningkatkan pemasaran kopi asal Sumbar, Audy juga mengusulkan untuk dapat dilaksanakan sebuah event yang bertajuk West Sumatra Coffee Festival.
Semua sentral kopi yang ada di Sumbar bisa berkumpul dan dapat menampilkan seluruh produk kopinya di ajang tersebut.