Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: PMK 56/2025 Telah Menyalip Undang-undang, Terkesan Arogansi?

Undang-undang membatasi efisiensi hanya pada belanja pusat, sementara PMK memperluasnya hingga ke TKD.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025).  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, PADANG - Pengamat ekonomi dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi berpendapat bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tampak berani melawan arus UU No. 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025. 

Dia mengatakan PMK 56/2025 yang merupakan sebuah peraturan teknis yang dilahirkan menteri, tapi bisa menantang payung hukum yang lahir dari proses politik dan mendapat persetujuan DPR yakni pada UU 62/2024.

“Apakah kita sedang menyaksikan arogansi eksekutif atau justru kelemahan sistem pengawasan hukum? Perlu kita pahami soal poin itu,” katanya, Selasa (19/8/2025).

Menurutnya akibat hal terjadi ketidakselarasan yang mencolok, dimana undang-undang memberi jaminan bahwa Transfer ke Daerah (TKD) tidak dapat dipotong kecuali karena sanksi. 

Di sisi lain, PMK membuka celah pemotongan dengan alasan yang longgar seperti infrastruktur atau program non-layanan dasar. UU membatasi efisiensi hanya pada belanja pusat, sementara PMK memperluasnya hingga ke TKD. UU menjamin kepastian arus kas ke daerah, sedangkan PMK menahan hasil efisiensi di tangan pusat. 

“Jadi semua itu menunjukkan satu hal PMK telah menyalip UU dalam substansi kebijakan,” ujarnya.

Syafruddin menyampaikan melihat kondisi itu, terkesan adanya arogansi eksekutif atau malah lemahnya kontrol. Alasan munculnya pandangan itu, karena eksekutif merasa memiliki ruang interpretasi yang luas dalam menjalankan APBN. 

Kemudian DPR sering berhenti pada tahap persetujuan anggaran tanpa memastikan implementasinya sesuai amanat undang-undang. Lalu lemahnya mekanisme harmonisasi regulasi membuat peraturan teknis bisa lahir tanpa koreksi yang memadai, sementara dalam kondisi ini, PMK tampil seolah lebih berkuasa daripada UU.

“Kita tidak boleh menyepelekan persoalan ini. Jika sebuah PMK bisa menyalip UU, maka prinsip hierarki hukum runtuh,” sebutnya.

Dikatakannya apabila eksekutif bisa menahan dana transfer tanpa melibatkan DPR, maka mekanisme check and balance kehilangan makna, dan apabila daerah kehilangan kepastian anggaran, maka otonomi fiskal hanya tinggal slogan. Semua ini pada akhirnya merugikan rakyat yang menunggu pelayanan publik dari anggaran negara.

Oleh karena itu, Syafruddin menyatakan perlu untuk bersuara lantang melihat kondisi itu, karena peraturan teknis tidak boleh melampaui undang-undang. 

Begitupun untuk DPR harus wajib memperkuat fungsi pengawasannya, dan publik perlu menuntut transparansi, serta pemerintah pusat harus mengoreksi arogansi regulasi. Harmonisasi menjadi kunci agar kebijakan fiskal berjalan konsisten, adil, dan sesuai dengan amanat konstitusi.

“Jadi pertanyaan mengapa sebuah PMK berani menantang UU? Tidak bisa dijawab dengan alasan teknis semata. Jawaban sesungguhnya terletak pada keberanian kita sebagai bangsa untuk menjaga marwah hukum dan demokrasi. Bila kita biarkan, PMK menjadi preseden buruk yang mengikis kewibawaan UU. Bila kita lawan, kita sedang menegaskan bahwa hukum tertinggi tetap berada di tangan rakyat melalui wakilnya di DPR,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro