Bisnis.com, PADANG — Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatra Barat mencatat telah terjadi penyusutan lahan sawah seluas 20.000 hektare sejak lima tahun terakhir.
Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan penyusutan lahan itu terjadi akibat meluasnya pemukiman dan juga alih fungsi lahan dari sawah menjadi perkebunan.
"Saat ini luas lahan sawah di Sumbar 215.000 hektare dengan produksi tiap tahunnya itu rata-rata 1,4 juta ton. Jadi meski lahan sawah terjadi penyusutan pada lima tahun terakhir, produksi padi di Sumbar tidak pernah turun," katanya ketika dihubungi Bisnis di Padang, Rabu (9/11/2022).
Dia menjelaskan penyusutan lahan sawah itu terjadi hampir di seluruh daerah di Sumbar. Terutama untuk daerah sawah tadah hujan, yang banyak beralih dari lahan sawah menjadi lahan perkebunan.
Untuk sawah tadah hujan di Sumbar luasnya mencapai 30.000 hektare yang tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Limapuluh Kota, dan Kabupaten Pasaman. Kini dengan luas lahan yang ada itu, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi bersama kabupaten dan kota mendorong produktivitas.
Buktinya saat ini produksi padi per hektare meningkat dari 3 ton per hektare, kini meningkat jadi 4 hingga 4,9 ton per hektare nya. "Peningkatan produksi ini berkat dari semakin meningkatnya pemahaman masyarakat dalam bertani. Mulai dari sadar akan pentingnya kualitas benih padinya, cara pengelolaannya, serta adanya dukungan irigasi yang bagus," ujarnya.
Baca Juga
Ferdinal Asmin menyatakan dengan meningkatnya produksi padi per hektarenya itu, posisi hingga Oktober 2022 saja, produksi padi di Sumbar hampir menyentuh angka 1,2 juta ton.
Sementara untuk kondisi November - Desember 2022 akan terjadi panen yang begitu luas di sejumlah daerah di Sumbar. "Jadi diperkirakan produksi padi di Sumbar untuk tahun 2022 ini bakal lebih dari target kita. Dimana target kita 1,5 juta ton di tahun ini," sebut dia.
Produktivitas itu bila dibandingkan tahun 2021 lalu, akan terjadi peningkatan sebesar 150 ton. Karena tahun lalu produksi padi di Sumbar di angka 1,35 juta ton.
Soal produksi padi di Sumbar ini, kata Ferdinal Asmin, ada yang istimewa, karena beras di Sumbar adalah beras dengan kualitas premium. Meskipun ada yang medium, tapi masih dalam jajaran kualitas yang bagus.
Produksi Melimpah Harga Naik
Di satu sisi, meskipun produksi padi di Sumbar surplus, namun kondisi di pasar saat ini harga beras tergolong naik bahkan jauh dari harga eceran tertinggi (HET).
Menurut Ferdinal Asmin kondisi di Sumbar ini rumus kenaikan beras bukan dipahami secara umum yakni bila produksi sedikit dan permintaan tinggi maka harga naik. Tapi di Sumbar ini memang berasnya adalah beras premium sehingga harganya di atas HET.
"Jadi yang menentukan harga beras di Sumbar itu bukan soal produksi, tapi rantai produksinya, seperti biaya angkut, penggunaan alat panen dan pasca panen, serta penggilingan akibat naiknya harga BBM selain itu naiknya harga pupuk," jelasnya.
Dikatakannya kendati Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan bahwa harga beras di Sumbar naik dan hal itu berpotensi bakal terjadi tren naik, tidak ada kaitannya dengan produksi padi.
"Jadi tidak ada kaitannya dengan kondisi ketersediaan beras. Tapi kenaikan beras itu memang ada pengaruh akibat naiknya harga BBM dan harga pupuk," ungkapnya.
Sebelumnya BPS merilis beras turut menjadi komoditas penyumbang inflasi, sehingga turunan beras seperti ketupat/lontong juga turut memberikan peran dalam inflasi di Sumbar.