Bisnis.com, BATAM – Menko Perekonomian Darmin Nasution memastikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pertama di Batam akan diresmikan pada Juli mendatang. Namun Darmin belum mengungkap kawasan mana yang akan menjadi KEK pertama di Batam.
“Kita lihat saja nanti, tapi maksimal 3 bulan lagi zona KEK pertama di Batam sudah mulai diresmikan,” ujarnya di Radisson Hotel Batam, Jumat (13/4/2018).
Menko Perekonomian selaku ketua Dewan Kawasan sudah mencari jalan paling mudah dalam proses transisi FTZ Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK Batam akan dimulai dengan zona yang paling siap menjadi KEK.
Dia berharap transformasi FTZ menuju KEK akan bisa terlaksana dengan cepat. Menurutnya KEK akan memberikan insentif yang lebih baik kepada industri. Dengan demikian, daya saing kawasan Batam akan lebih baik dibanding kawasan lain di Asean.
KEK memberikan peluang pasar lebih luas dibanding FTZ. Karena industri di KEK bisa menjual barangnya ke pasar-pasar dalam negeri. Sementara industri kawasan FTZ tak dimungkinkan melakukan hal serupa.
Kondisi ini membuat FTZ tak lagi menarik, apalagi ketika era Masyarakat Ekomomi Asean (MEA) resmi diberlakukan. Fasilitas MEA memberikan kemungkinan impor barang dari negara Asean ke Indonesia tanpa diberlakukan bea masuk.
Baca Juga
Sementara dari FTZ Batam ke daerah Pabean masih harus dikenakan bea masuk. Kondisi ini membaut fasiltias FTZ tak menarik bagi investor, karena produknya hanya berorientasi ekspor sementara pasar dalam negeri tak bisa dimanfaatkan.
“Hasil industri negara di Asean boleh masuk ke Indonesia asal lokal konten terpenuhi. Pada dasarnya lokal konten ini tak sulit dipenuhi. Tapi kalau di FTZ harus diekspor. Pada akhirnya FTZ menjadi tak menarik,” jelasnya.
Insentif yang diberikan pemerintah di KEK juga lebih menarik ketimbang FTZ. Kawasan FTZ memberi fasilitias bebas bea masuk, PPN dan PPNBm. Sementara di KEK diberikan insentif lain berupa tax holiday.
Kendati memberikan banyak kemudahan, pemerintah tak akan memaksa industri untuk masuk ke KEK. Bagi yang memilih tetap berada di luar KEK akan tetap dipersilakan. Namun dia mengingatkan agar jangan cemburu karena fasiltias di KEK jauh lebih menarik dibanding FTZ.
“Jadi tolong dibanding-bandingkan dulu lebih menarik mana. Tapi tak ada keharusan, harus jadi KEK,” jelasnya.
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk mengatakan, perubahan status Batam dari FTZ ke KEK tentunya membawa kebimbangan sendiri pada dunia usaha. UU No 44 tahun 2006 menyebutkan bawha FTZ Batam berlaku 70 tahun.
“Namun setelah 12 tahun penerapan FTZ, pemerintah pusat ingin mengganti status FTZ Batam menjadi KEK. Kadin ingin memastikan komitmen dan konsistensi pemerintah pusat dalam pemberian insentif,” jelasnya.
Fasiltias FTZ yang diberikan kepada Batam berlaku di seluruh pulau. Sehingga kawasan industri di manapun bisa mendapat manfaat secara merata. Namun dengan penerapan KEK yang terbagi menjadi Zona, industri wajib pindah ke KEK untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
Biaya relokasi industri yang cukup mahal menjadi konsekuensi yang harus ditanggung industri di luar KEK. Biayanya cukup mahal, bahkan setelah dikalkulasi, biaya relokasi sejumlah industri mencapai Rp7 triliun.
“Siapa yang mau menanggung biaya relokasi yang sangat besar,” jelasnya.
Kadin berharap Batam tetap mendapat fasilitas FTZ, sementara KEK diterapkan di kawasan-kawasan yang ada di sekitar Batam. Terutama kawasan yang masih belum memiliki penduduk yang besar seperti Rempang-Galang dan Tanjung Sauh.