Bisnis.com, BATAM - Kinerja ekspor perikanan di Batam berada dalam tren positif hingga Juni 2025. Namun di sisi lain, ekspor ikan dari Kabupaten Natuna dan Anambas mandek karena terkendala pengetatan kebijakan dagang di negara tujuan ekspor.
Berdasarkan catatan dari Dinas Perikanan Kota Batam, hingga Juni 2025, realisasi ekspor perikanan mencapai 3.275 ton atau 55% dari target dengan nilai ekspor Rp129 miliar.
"Tahun ini Pemerintah Kota (Pemko) Batam menargetkan ekspor ikan capai 6.000 ton dengan nilai sekitar Rp250 miliar," kata Kepala Dinas Perikanan Kota Batam Yudi Admaji, Kamis (21/8/2025).
Target tersebut jauh lebih tinggi dari capaian sepanjang 2024 sebanyak 5.414 ton, dan nilai ekspor sebanyak Rp232 miliar.
Yudi menyebut ekspor tertinggi terjadi pada Mei 2025 dengan 662 ton dan nilai ekspor Rp22,8 miliar. Sedangkan ekspor terendah pada Januari 2025 dengan muatan 490,75 ton dan nilai ekspor Rp22,114 miliar.
"Untuk pelabuhan resmi ekspor itu dari Pelabuhan Tanjungriau dan Belakangpadang, dengan rata-rata ekspor setiap bulan sekitar 400-500 ton," katanya lagi.
Baca Juga
Tahapan ekspor tersebut sudah melalui prosedur resmi melewati karantina, bea cukai, imigrasi dan sistem pelaporan terpadu.
"Ikan yang diekspor dari Batam itu ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, kakap, baronang, dingkis, unggar, kaci, udang, sotong dan lainnya," ungkapnya.
Komoditas laut dari Kepri ini memiliki harga yang tinggi di Singapura, karena mengikuti kurs dollar negeri jiran tersebut. Hal ini yang membuat negeri singa tersebut merupakan mitra satu-satunya ekspor ikan dari Batam.
Untuk konsumsi lokal, ikan seperti benggol dan mata besar justru banyak dipasok dari perairan Natuna dan Anambas. Penangkapan biasanya dilakukan oleh kapal yang melaut selama 1 hingga 1,5 bulan.
Yudi memastikan stok ikan untuk pasar lokal aman. Saat ini Batam memiliki 14 cold storage yang terus dipantau pemerintah daerah. "Setiap bulan kami laporkan ketersediaan stok ke provinsi maupun pusat untuk menjaga kestabilan harga dan distribusi ikan di Batam," katanya.
Meski di Batam, ekspor ikan lancar jaya, tapi hal tersebut tidak berlaku untuk ekspor ikan dari Natuna dan Anambas di perbatasan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Ekspor ikan dari dua kabupaten di Kepri ini terhambat pengetatan kebijakan dagang di negeri tujuan ekspornya, yakni China dan Hong Kong.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengatakan alasan sebenarnya dari hambatan tersebut karena kedua negara mewajibkan pengiriman ikan hidup lewat pesawat.
"Sekarang harus pakai pesawat, tidak bisa pakai kapal laut seperti biasanya. Ini kebijakan yang memberatkan karena pengirimannya harus disertakan dengan air, sehingga berat dan berbiaya mahal," paparnya.
Ansar mengaku sudah menyurati Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meminta solusi.
"Kami sudah tugaskan Disperindag bicara ke pemerintah pusat. Kemudian ada juga kedutaan di China dan Hong Kong yang bisa bantu. Kalau tidak, kasihan itu budi daya ikan di Natuna dan Anambas," jelasnya.
Menurut Ansar, ikan kerapu dan napoleon yang merupakan komoditas utama ekspor ikan dari Natuna dan Anambas memiliki harga yang sangat tinggi saat musim panen.
"Jika tidak kunjung dikirim, maka ikan-ikan yang sudah melebihi ukuran ideal tersebut akan kehilangan nilai jual ekspornya," pungkasnya.(239)