Bisnis.com, PADANG - Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Badan Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Provinsi Sumatra Barat mencatat terdapat 16 komoditas asal daerah itu yang diekspor ke Malaysia hingga semester I/2025/
Kepala Badan Karantina Sumbar Ibrahim mengatakan sebagian besar komoditas yang diekspor ke Malaysia merupakan komoditas dari tumbuhan, dan volume ekspor juga tidak terlalu besar, mulai dari 1-50 kilogram.
“Komoditas bawang merah yang diekspor ke Malaysia untuk periode Januari - Juni 2025 itu jumlahnya 50 kilogram. Sementara komoditas lainnya ada yang 4 kilogram atau rata-rata diangka satu kilogram,” katanya dikutip dari data Ekspor dan Impor BKHIT Sumbar, Rabu (9/7/2025).
Dia menjelaskan 16 komoditas itu mulai dari karet lempengan, cangkang sawit, jengkol, gambir, kopi biji, santan kelapa, teh, kayu durian, acar, buah durian, buah alpukat, minyak nilam, bawang merah, adas manis, minyak kelapa, dan gula merah.
Selain masih dalam jumlah yang kecil, pengiriman komoditas ke Malaysia itu juga tidak rutin per bulannya dari Januari hingga Juni 2025. Namun bisa dikatakan lalu lintas ekspor hanya dilakukan satu kali dalam kurun waktu semester I/2025 tersebut.
“Cangkang sawit dan karet lempengan merupakan komoditas yang rutin di ekspor setiap bulannya ke Malaysia. Sedangkan komoditas lainnya hanya satu kali pengiriman selama periode Januari - Juni 2025,” ujarnya.
Baca Juga
Upaya Pemprov Sumbar Genjot Ekspor
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat terus berupaya untuk menggenjot produktivitas ekspor dengan cara membangun pengetahuan petani dalam mengelola pertanian.
Terpisah, Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan untuk menggenjot pertanian itu perlu untuk mendorong pertanian agar terus produktif. Tentu pemerintah tidak hanya berharap petani sekedar produktif saja, tapi perlu dibantu oleh penyuluh pertanian di lapangan.
Menurutnya upaya untuk meningkatkan ekspor itu, produk unggulan Sumbar harus dimulai dari peningkatan kualitas. “Kita punya banyak produk unggulan terutama rempah yang dibutuhkan oleh pasar internasional. Tetapi persoalannya adalah kualitas produk yang belum memadai. Ini harus menjadi perhatian ke depan," katanya.
Oleh karena itu, Mahyeldi menyatakan untuk meningkatkan kualitas produk tersebut, pemerintah perlu menurunkan penyuluh ke tingkat petani untuk memberikan transfer ilmu agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.
Terkait kualitas juga perlu adanya lembaga sertifikasi yang bisa mengeluarkan sertifikat untuk memastikan kualitas produk telah sesuai dengan permintaan pasar internasional.
Dikatakannya selain kualitas juga dibutuhkan kuantitas atau volume produksi sehingga bisa memenuhi permintaan pasar meskipun dengan jumlah yang cukup besar.
Dia menjelaskan, saat ini produk-produk unggulan di Sumbar seperti kayu manis, minyak atsiri, pala, cassiavera bahkan kopi belum memiliki luasan kebun yang memadai sehingga secara volume masih terbatas.
"Untuk produk-produk unggulan ini perlu ditambah luasan lahan agar bisa memenuhi permintaan pasar," katanya.
Setelah kualitas dan volume juga penting untuk menjamin keberlangsungan. Artinya tidak hanya untuk satu dua kali ekspor saja kemudian habis tetapi harus ada keberlanjutan.
"Karena prosesnya memang panjang maka perlu ditentukan peran dari masing-masing baik pemerintah pengusaha atau eksportir maupun petani agar benar-benar bisa masuk ke pasar internasional," tutup gubernur.