Bisnis.com, PALEMBANG — Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menyoroti masih adanya hasil panen petani di wilayah itu yang tidak diserap serta dibeli dengan ketentuan harga baru yang telah ditetapkan.
Bupati OKI Muchendi mengatakan pada masa panen tahun ini pihaknya mendapatkan laporan terkait sejumlah permasalahan yang masih terjadi di lapangan.
Pertama, di Kecamatan Tanjung Lubuk, terdapat hasil panen petani yang masih ditolak atau tidak diserap. Padahal sesuai dengan amanat Presiden, Bulog diminta untuk menyerap seluruh hasil panen petani.
“Kita dapat laporan dari Tanjung Lubuk ada yang diterima ada yang ditolak,” ujarnya saat kegiatan panen raya 14 provinsi di Indonesia yang bertempat di Desa Cahaya Maju, Kecamatan Lempuing, Senin (7/4/2025).
Oleh karena itu ke depan, menurutnya, upaya untuk mewujudkan target lumbung pangan yang telah dilakukan petani melalui produksi padi dapat dibarengi dengan kepastian penyerapan oleh Bulog.
“Sehingga ingin hasil dari petani ini diterima Bulog, jangan sampai sudah datang jauh-jauh tapi dikembalikan lagi (hasil panen),” kata dia.
Baca Juga
Selain itu, Muchendi mengungkapkan bahwa masih ditemukan juga penyerapan gabah petani yang di bawah patokan harga pembelian pemerintah (HPP).
Adapun HPP baru yang telah ditetapkan untuk penyerapan gabah oleh Bulog yaitu Rp6.500 per kilogram untuk semua kualitas (any quality).
“Harga juga masih ada yang belum sesuai seperti di Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Cengal,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog Arifin Seman mengatakan bahwa banyak petan terutama di Sumsel, yang menggunakan kesempatan kebijakan penyerapan gabah dengan kualitas apapun, tersebut.
Misalnya menjual gabah yang jelek, gabah basah atau gabah dari hasil panen yang dilakukan lebih cepat dari waktunya.
Namun, dia menegaskan bahwa itu merupakan tanggung jawab pemerintah untuk tetap menerimanya.
“Tanggung jawab pemerintah untuk menerima dengan segala kualitas supaya keinginan petani itu timbul lagi untuk bertani,” ujarnya.
Diharapkan juga dengan harga yang Rp6.500, generasi para petani dapat tergugah untuk meneruskan pertanian dalam upaya menjaga ketahanan pangan.
“Jika mereka bertani dengan harga yang pas belum tentu mereka ingin menjual lahannya dan kemudian bekerja di kota,” kata dia.
Di samping itu, Arifin menegaskan bahwa petani juga tetap diizinkan untuk menjual gabahnya ke pihak swasta jika memang harga yang dipatok lebih tinggi dari Rp6.500.
“Misalnya pengusaha membeli dengan harga diatas Rp6.500, boleh-boleh saja (dijual) tidak hanya ke Bulog,” pungkasnya.