Bisnis.com, PADANG - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyarankan agar pemerintah daerah di Provinsi Sumatra Barat turut memikirkan solusi untuk mengangkat harga TBS sawit swadaya yang saat ini belum ada regulasi yang mengaturnya.
Ketua DPW Apkasindo Sumbar Jufri Nur mengatakan saat ini kondisi harga sawit swadaya di Ranah Minang terbilang cukup memprihatinkan, karena bila dilihat kepada harga TBS sawit mitra terus mengalami kenaikan yakni Rp3.152 per kilogram pada hari Selasa (20/8), sementara untuk harga sawit swadaya Rp2.200 per kilogram.
"Harga sawit swadaya itu pun akan berbeda-beda di setiap daerahnya, tergantung pengepul yang membeli ke petaninya. Padahal di Sumbar lebih banyak yang sawit swadaya ketimbang sawit mitra," katanya, Selasa (20/8/2024).
Dia menyampaikan solusi dari kondisi itu, perlu ada Peraturan Gubernur (Pergub) dan kemudian ditindaklanjuti di masing-masing daerah yang memiliki kawasan perkebunan kelapa sawit melalui Peraturan Bupati (Perbup).
Sehingga dengan adanya Pergub dan Perbup itu, bisa dijelaskan sejumlah ketentuan dan syarat-syarat dalam menentukan harga TBS sawit swadaya. Dengan demikian, petani swadaya bisa menikmati hasil panen yang lebih baik.
"Solusinya ya harus ada aturan. Seperti halnya sawit mitra, harga TBS nya akan ditetapkan melalui rapat penetapan TBS per pekannya," tegas Jupri.
Baca Juga
Dia mengaku kendati di dalam Apkasindo sebagian besar merupakan petani sawit mitra, bukan berarti Apkasindo berlepas tangan melihat keadaan yang dihadapi oleh petani sawit swadaya.
"Kami ingin harga sawit swadaya ini aturannya seperti yang ada di Provinsi Riau. Di Riau pemerintah daerah menerbitkan aturan, jadi melalui aturan itu bisa mengangkat ekonomi petani sawit swadaya nya," ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan perkebunan kelapa sawit di Sumbar tersebar di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman, Pasaman Barat, Sijunjung, Pesisir Selatan, Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar, Solok Selatan, dan Kabupaten Solok.
Untuk luas lahan perkebunan sawit di Sumbar untuk kebun rakyat atau swadaya 253.898 hektare dan untuk kebun perusahaan atau mitra 160.000 hektare.
"Dari luas lahan sawit itu, produksi CPO per tahunnya rata-rata 65O ribu ton," jelasnya.
Menurutnya melihat cukup luas lahan perkebunan kelapa sawit itu dengan produksi yang mencapai 650.000 ton per tahun, merupakan sebuah potensi yang besar.
Untuk itu pemerintah terus mendorong produktivitas kelapa sawit, dengan cara berharap pekebun melakukan replanting. Karena sawit yang berusia 25 tahun itu, mengalami penurunan produksi.
"Bicara soal replanting, memang lagi ada kendala, terutama replanting yang difasilitasi pemerintah. Kalau replanting secara mandiri oleh kebun rakyat berjalan dengan baik," jelasnya.
Sejauh ini terdapat 98.000 hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Sumbar yang dinilai memasuki masa peremajaan. Dia berharap pelaksanaan replanting bisa berjalan dengan baik, sehingga kedepan produksi sawit bisa meningkat.
Selain itu, dengan adanya melihat komoditas kelapa sawit di Provinsi Sumbar menjadi salah satu komoditas unggulan dalam mendongkrak perekonomian daerah dan hal ini turut didorong adanya industri pengelolaannya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumbar mencatat terdapat 35 unit industri pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO yang beroperasi di sejumlah kabupaten di Sumbar.
"Dari data yang kami punya ada 35 unit industri, produksi mereka cukup besar," kata Kepala Bidang Industri Non Agro Disperindag Sumbar, Ridonal.
Dia menjelaskan 35 perusahan industri kelapa sawit yang ada di Sumbar itu berada di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung, Agam, Solok Selatan, dan Kota Padang.
"Yang paling banyak itu tersebar di Dharmasraya dan Pasaman Barat, karena memang dua daerah itu luas lahan kebun kelapa sawit nya," jelasnya.
Kemudian untuk 35 perusahaan industri kelapa sawit itu, merupakan perusahaan yang besar, mulai dari PT Incasi Raya hingga PT Wira Inno Mas.
"Kami cukup rutin melakukan pengawasan untuk memastikan operasi pabrik atau industri berjalan dengan baik tanpa ada memberikan dampak lainnya seperti soal limbah dan sebagainya. Sejauh ini kondisi industri berjalan dengan baik," sebut Ridonal.
Menurutnya 35 industri pengolahan kelapa sawit yang di Sumbar itu terbilang sudah cukup lama beroperasi. Hanya ada satu atau dua industri saja yang tergolong baru seperti yang ada di wilayah Kota Padang.
"Investasi soal industri pengolahan sawit di Sumbar ini tidak begitu banyak bertambah. Industri lama yang tetap beroperasi," ucapnya.