Bisnis.com, PADANG - Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi duduk bersama dengan anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Istana Gubernuran Sumbar terkait permasalahan pelayanan publik perkelapasawitan antara PT Laras Inter Nusa (PT LIN) dengan Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali (KPP MAK) di Kabupaten Pasaman Barat.
Mahyeldi menjelaskan kondisi perkembangan saat ini untuk pola hubungan antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar mengalami berbagai dinamika. Dimana yang menjadi persoalan itu terkait norma atau ketentuan dalam pelayanan perkelapasawitan.
"Salah satu norma/ketentuan tersebut adalah kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) untuk masyarakat sekitar oleh perusahaan perkebunan, yang dimulai sejak terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan," katanya, Jumat (16/8/2024).
Mahyeldi menjelaskan bahwa Sumbar merupakan salah satu daerah penghasil minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dengan luas areal 439.000 hektare yang dikelola oleh perusahaan perkebunan baik swasta maupun pemerintah seluas 188.000 hektare (43%) dan sisanya 251.000 hektare (57%) dikelola oleh perkebunan rakyat.
Sebagaimana telah diubah lewat Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013, dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Artinya untuk kewajiban FPKM menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di daerah perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar kebun dengan tetap memperhatikan profit dan keuntungan perusahaan.
Baca Juga
"Jadi untuk kewajiban FPKM diatur dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021," ujarnya.
Untuk itu, gubernur mengajak seluruh pihak mempedomani aturan atau regulasi terkait dengan perizinan perkebunan dan FPKM sesuai dengan kewenangan masing-masing agar persoalan ini dapat terealisasi seluruhnya.
"Melalui pertemuan dengan Ombudsman itu, saya berharap seluruh pihak terkait dapat menyampaikan permasalahan, kendala, hambatan serta upaya yang sepatutnya dilakukan sesuai kewenangan masing-masing, sehingga ada titik temu dari perselisihan antara PT LIN dengan Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali," harapnya.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebutkan kedatangannya ke Sumbar adalah menindaklanjuti rapat beberapa Minggu lalu bersama jajaran Asisten dan Perwakilan Kantor Ombudsman di Sumbar, terkait munculnya di media sosial kasus yang dialami oleh KPP MAK dengan PT LIN.
"Sebetulnya, permasalahan ini belum ada laporan dari masyarakat, tetapi kami menanggapi keresahan sosial terkait permasalah yang ditangkap dari media. Kalau permasalah ini tidak cepat diantisipasi, khawatirnya akan menjadi konflik bagi kita semuanya," kata Yeka.
Untuk itu, sebelum permasalahan tersebut terjadi, Ombudsman berinisiatif melakukan diskusi, dalam agenda pertama mendengarkan pandangan dari semua pihak, terutama dari Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali dan PT LIN.
"Karena konflik ini bermuara dari pelaksanaan aturan Permentan terhadap kewajiban membangun plasma 20%, karena penting bagi kami regulasi terkait persoalan penyediaan lahan bagi masyarakat agar dapat dilayani lebih baik lagi," pintanya.
Menurutnya Ombudsman melihat ada permasalahan yang perlu diselesaikan oleh Pemprov Sumbar terkait perkebunan kelapa sawit yang ada di Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat tersebut.
"Kami melihat ada permasalahan pelayanan publik terkait perkebunan sawit di Kinali itu, dan permasalahan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal, maka diperlukan pencegahan untuk mewujudkan rasa keadilan kepada masyarakat baik individu maupun pelaku usaha," katanya.
Dia menjelaskan alasan Ombudsman menyoroti kondisi perkebunan di Kinali itu, karena melihat maraknya pemberitaan masalah kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat. Dimana Ombudsman RI memiliki perhatian penuh terhadap permasalahan pelayanan publik dalam tata kelola kelapa Sawit.
“Kami bekerja secara independen, dan melalui pertemuan itu, Ombudsman juga memberikan kesempatan bagi petani yang hadir untuk menyampaikan kondisi yang dialami petani. Jadi berhadapan langsung dengan Gubernur Sumbar," sebutnya.
Yeka berharap dari pertemuan tersebut, Pemprov Sumbar bersama Pemkab Pasaman Barat untuk bisa menindaklanjutinya, sehingga persoalan perkebunan kelapa sawit di Pasaman Barat, bisa terselesaikan dengan.