Bisnis.com, PADANG - Tinggal selangkah lagi Pemerintah Provinsi Sumatra Barat untuk mengambil kebijakan menyelamatkan komoditas gambir yang kini tengah dilema soal harga.
Menurut keterangan Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin, saat ini untuk mengatur komoditas gambir telah memiliki payung hukum melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumbar No.3/2024 Tentang Tata Kelola Komoditas Unggulan Perkebunan.
"Di dalam Perda itu ada poin untuk komoditas gambir. Berbagai ketentuan yang telah ditetapkan dari pasal per pasal. Namun saat ini Perda itu belum bisa terimplementasikan," katanya, Selasa (8/7/2024).
Dia menjelaskan untuk menjalankan Perda itu, dibutuhkan hukum turunannya yakni Peraturan Gubernur (Pergub). Karena nantinya teknis dari ketentuan-ketentuan aturan yang ada di Perda akan diperjelas secara detail melalui Pergub.
Tapi kondisi saat ini, Pergub untuk komoditas gambir masih dalam tahap kajian. Namun diperkirakan pada tahun 2025 mendatang Pergub tersebut akan disahkan, kemudian barulah Perda No.3/2024 Tentang Tata Kelola Komoditas Unggulan Perkebunan, bisa dijalankan.
"Jadi bagaimana soal harganya, standar kualitas gambir nya, komitmen petani dan mitranya, dan termasuk soal rapat untuk kesepakatan penetapan harga, akan dijelaskan di dalam Pergub," ujarnya.
Baca Juga
Ferdinal menyampaikan adanya kebijakan yang diambil Pemprov Sumbar ini, untuk menyelamatkan dan mengangkat perekonomian petani gambir, yang selama ini dinilai tidak ada aturan pasar, sehingga harga gambir hanya ditetapkan sesuai dengan selera eksportir saja.
Akan tetapi bila nanti Pergub Sumbar terbitkan, maka penetapan harga gambir akan sama prosesnya seperti penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Harus ada rapat sejumlah pihak yang berkepentingan.
"Nah, seperti apa syarat-syarat dalam cara menghitung penetapan harga gambir itu, juga akan dijelaskan lebih detail di dalam Pergub," ungkapnya.
Untuk itu, Pemprov Sumbar tidak mau tergesa-gesa dalam penetapan Pergub soal komoditas gambir tersebut, karena sebelum ditetapkan menjadi Pergub, perlu ada kajian-kajian yang matang, sehingga saat diimplementasikan, tidak ada persoalan yang muncul di kemudian hari.
"Kondisi tidak menentunya harga gambir ini yang tidak bisa kami biarkan. Karena Sumbar merupakan daerah terbesar pemasok gambir untuk ekspor di Indonesia, serta banyaknya petani yang menggantungkan mata pencarian hidup. Makanya perlu serius untuk menangani persoalan komoditas gambir ini," tegasnya.
Seperti diketahui bahwa di dalam Perda itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi menjelaskan bahwa dalam BAB III yang membahas tentang komoditas perkebunan gambir, dimana untuk pengolahan gambir dilakukan dengan teknik yang benar, terampil, dan didukung peralatan yang baik, serta didorong menggunakan peralatan yang terstandarisasi.
Hal yang dimaksud soal dalam mengelolah gambir tersebut, yakni pekebun didorong menghasilkan gambir murni dengan mutu yang baik dan tidak dicampur dengan bahan lain.
Selanjutnya di dalam Perda dimaksud juga ada terkait acuan dalam pembelian gambir. Perda menuliskan bahwa eksportir melakukan pembelian gambir tidak dalam bentuk daun yang dihasilkan tanaman gambir.
Pembelian daun dapat dilakukan jika digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan teh atau produk selain gambir.
Penentuan harga GGKM (Getah Gambir Kering Murni)setiap bulannya harus melalui rapat tim GGKM pekebun, yang terdiri dari unsur pemerintah, kelompok mitra, asosiasi petani gambir, eksportir, dan akademisi.
Kemudian untuk penetapan harga gambir dapat mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) petani gambir untuk menjaga kelangsungan perkebunan Gambir.
Serta kepada pedagang pengumpul, koperasi, eksportir dan pabrik pengolahan dilarang membeli GGKM yang dicampur dengan bahan lainnya.
"Semoga Perda soal komoditas gambir segera disahkan, sehingga petani bisa menikmati hasil panen yang lebih baik. Kemudian Pemprov Sumbar bisa mengontrol soal lalu lintas produksi hingga sampai ke pasar," ujar Ferdinal.
Selain itu, dia juga menyampaikan pada pekan pertama Juli 2024 harga komoditas gambir di tingkat petani telah menyentuh Rp40.000 per kilogram hingga Rp50.000 per kilogram.
Kendati harga tersebut dinilai sudah cukup baik, bukan berarti upaya Pemprov Sumbar untuk melahirkan sebuah Pergub tentang komoditas gambir malah molor disahkan. "Kami tentu berkeinginan supaya Pergub itu segera disahkan," tegasnya.
Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Indonesia merupakan pemasok 80% komoditas gambir di pasar dunia.
Permintaan gambir dari India sebagai negara tujuan utama ekspor gambir juga terus meningkat hingga mencapai 13-14 ribu ton per tahun.
Selain ke India, pasar ekspor gambir Indonesia meliputi negara Jepang, Pakistan, Filipina, Bangladesh, serta Malaysia.
Kemudian Sumbar menjadi daerah pemasok komoditas gambir terbesar di Indonesia yakni mencapai 80 - 90% dari total produksi gambir nasional.
Secara kuantitas dan nilai ekspor gambir Sumbar cenderung meningkat sehingga Sumbar diposisikan sebagai barometer gambir nasional.
Selanjutnya untuk kawasan perkebunan gambir di Sumbar tersebar di sejumlah daerah. Mulai dari Kabupaten Limapuluh Kota, Pesisir Selatan, dan sedikit ada di Kabupaten Agam dan Pasaman.
Untuk Kabupaten Limapuluh Kota, bila dilihat di tahun 2021 itu dari luas lahan 17.547 ha produksinya 7.845 ton, lalu di tahun 2022 luas lahannya 17.535 ha dengan produksi sebesar 8.320 ton per tahunnya.
Selanjutnya di Kabupaten Pesisir Selatan, terhitung pada tahun 2021 itu dari luas lahan gambir 9.991 ha produksinya sebanyak 5.875 ton, dan di tahun 2022 produksi gambir di Pesisir Selatan ini dari luas lahan 10.324 ha mampu memproduksi 7.227 ton gambir per tahunnya.
Sementara di Kabupaten Agam, luas lahan perkebunan gambir terbilang cukup kecil yakni 523 ha dengan produksi 123 ton per tahunnya di tahun 2021. Lalu di tahun 2022 gambir yang ada di Agam mengalami penurunan dibandingkan 2021 yakni menjadi 496 ha dengan produksi 122 ton per tahunnya.
Begitupun dengan Kabupaten Pasaman, pada tahun 2021 luas lahan gambir di Pasaman 377 ha dengan produksi terbilang kecil yakni 88 ton, dan di tahun 2022 terjadi peningkatan produksi gambir di Pasaman dari luas lahan 125,93 ha produksinya bisa menyentuh 125 ton per tahunnya.
KPPU Sorot Komoditas Gambir
Terpisah, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga tidak ada aturannya acuan harga menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum eksportir gambir yang ada di Sumbar.
"Kami sudah menyelidiki soal eksportir gambir di Sumbar ini. Kesimpulannya, kami belum bisa menyatakan apakah kartel atau tidak. Karena tidak ada acuan harganya," kata Kepala KPPU Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas.
Dia menyebutkan soal acuan harga gambir itu, bisa belajar kepada kondisi acuan harga komoditas kelapa sawit, yang disepakati melalui rapat sejumlah petani dan pemerintah sehingga ada keputusan harga TBS.
Menurutnya jika Pemprov Sumbar tidak membuat sebuah aturan dalam hal penetapan harga gambir tersebut, maka kondisi harga gambir sulit untuk membaik atau naik, karena ada celah yang bisa dimanfaatkan para eksportir.
"Seandainya ada acuan harganya melalui sebuah aturan, dan petani pun telah memperbaiki kualitasnya, dan bila kondisi harganya masih anjlok, maka KPPU akan mudah untuk memastikan kondisi yang terjadi itu," ungkapnya.
Tidak hanya itu, KPPU juga meminta kepada Pemprov Sumbar turut mengatur regulasi soal penjualan gambir, dimana gambir yang dijual itu bukan dalam bentuk daun.
Hal ini dikatakannya, karena adanya mendapatkan informasi bahwa ada petani di Sumbar yang jual daun gambir ke salah satu pabrik yang dimiliki oleh eksportir India. Padahal cara tersebut bisa merugikan petani.
"Jadi kunci dari persoalan gambir di Sumbar ini, harus ada pedoman atau acuan harga nya. Sehingga mulai dari pengepul sampai ke eksportir itu tidak lagi bermain harga," sebut Ridho.