Bisnis.com, BATAM - Ribuan warga Pulau Rempang melakukan unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu (23/8/2023). Aksi tersebut menyusul penolakan warga untuk direlokasi dari Rempang oleh BP Batam, imbas proyek Kawasan Eco-City Rempang.
Sejak pukul 09.00 WIB, ribuan warga sudah memadati Bundaran BP Batam. Aksi demonstrasi tersebut sempat berlangsung ricuh, karena upaya pendemo untuk merobohkan gerbang utama BP Batam. Bahkan Dandim 0316/Batam, Letkol Inf Galih Bramantyo terkena lemparan batu pendemo, sehingga hidungnya mengalami pendarahan.
Adapun tuntutan mereka yakni menolak relokasi warga dari 16 titik kampung tua yang ada di Rempang. Lalu pengakuan terhadap tanah adat dan ulayat oleh pemerintah, dan menghentikan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak direlokasi.
Koordinator aksi, Mulyadi mengatakan sudah berdiskusi menyampaikan tuntutan mereka dengan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, yang menghasilkan dua berita acara.
"Pertama BP Batam bersama perwakilan Warga Rempang akan menemui Menteri Investasi, Bahlil Lahaladia di Jakarta guna menyampaikan aspirasi warga. Dan terhadap pengukuran tata batas guna pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi oleh BP Batam, maka dapat tetap dilanjutkan," ungkapnya.
Namun atas dua berita acara tersebut, warga Rempang tetap menolaknya. Sehingga perundingan belum menemui solusi pasti, atau deadlock. Massa sendiri bubar sekitar pukul 12.00 WIB.
Baca Juga
Sementara itu Kepala BP Batam, Muhammad Rudi mengatakan perjanjian BP Batam dan pengembang Pulau Rempang, PT Mega Elok Graha sudah terjalin sejak 2004. Ia hanya meneruskan kesepakatan tersebut untuk melanjukan investasi, apalagi proyek Eco-City Rempang ini sudah menjadi agenda nasional langsung dibawah Presiden Jokowi.
Rudi juga mengaku telah dipanggil oleh pemerintah pusat untuk menjelaskan duduk persoalan tersebut. Ia berjanji akan memperjuangkan hak-hak warga Rempang. "Kami akan memperjuangkan, tetapi kewenangan kami terbatas. Karena kami di daerah, kami adalah perpanjangan tangan dari pusat dan kami harus bertindak sesuai itu. Namun, tentu saja, kami tidak ingin menyulitkan bapak dan ibu sekalian," ujar Rudi.
Untuk saat ini, solusi yang ditawarkan BP Batam terkait relokasi yakni bahwa pihaknya telah mempersiapkan kaveling seluas 500 meter persegi untuk masyarakat, yang memiliki rumah di atas Area Penggunaan Lain (APL) dan bersedia direlokasi. BP Batam juga akan membangun rumah tipe 45 di atas kaveling tersebut.
Tidak hanya itu saja, masyarakat juga akan diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap tanah dan rumah yang berdiri serta gratis biaya Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) selama 30 tahun.
Pemerintah juga memberikan bantuan bagi nelayan dan membangun pelabuhan atau dermaga guna mempermudah aktivitas masyarakat ke depan.
"Jika pengembangan ini berjalan, pemerintah akan menyiapkan fasilitas untuk masyarakat. Termasuk pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pendidikan di lahan relokasi tersebut," ungkapnya.
Tidak hanya itu saja, Rudi menegaskan bahwa pembangunan serta pengembangan Pulau Rempang nantinya juga akan melibatkan masyarakat setempat, termasuk rekrutmen tenaga kerja untuk proyek yang bakal berlangsung.
Dengan nilai investasi yang cukup besar, pihaknya optimistis jika pendidikan dan pelatihan khusus yang akan diberikan oleh PT MEG kepada pemuda setempat akan mampu meningkatkan taraf perekonomian masyarakat ke depan.
"Kami berharap, anak-anak di sini terlibat dalam pembangunan. Sehingga, kesejahteraan itu merata. Tim saya sudah terus berkoordinasi ke kementerian terkait. Rempang akan dibangun sesuai instruksi Presiden, maka semua faslitas juga harus kami siapkan," pungkasnya. (K65)