Bisnis.com, PADANG - Produksi gambir di Provinsi Sumatra Barat sangat menggembirakan sepanjang 2021 dan 2022 bila dibandingkan dengan tahun 2017-2020.
Plt. Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar Ferdinal Asmin komoditas gambir di Sumbar mulai bangkit dan produktivitas juga membaik. Buktinya luas lahan dan produksi meningkat pada dua tahun terakhir ini.
"Tahun 2021 produksi 13.970 ton dengan luas lahan 28.487 hektare. Lalu di tahun 2022 produksi meningkat menjadi 13.983 ton dengan luas lahan 28.497 hektare. Jadi kenaikan sedikit bilang dilihat dua tahun itu," katanya ketika dihubungi Bisnis di Padang, Selasa (14/3/2023).
Dia menyebutkan meningkatnya produktivitas gambir itu karena seiring telah mulai membaiknya harga di pasaran. Dari biasanya di bawah Rp20.000 per kilogram, kini sudah bisa dinikmati Rp35.000 per kilogram. Hal ini membuat petani terpacu untuk memproduksi gambir.
"Ekspor ini salah satu komoditas unggulan Sumbar. Karena di Indonesia ini, yang terbesar produksi gambir datang dari Sumbar, dan 85 persen ekspor gambir di Indonesia itu dari Sumbar, sisanya dari Sumatra Utara," ujarnya.
Dikatakannya Pemprov Sumbar terus mendorong produktivitas gambir itu, karena cukup banyak petani yang menggantungkan ekonomi dari gambir. Seperti di Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan dua daerah penghasil gambir terbesar di Sumbar.
Hanya saja, Ferdinal mengaku ada oknum petani yang sengaja merusakan mutu dan kualitas gambir, seperti dicampur tanah dan pupuk, sehingga membuat gambir di Sumbar ini, mutunya jadi kurang bagus.
"Kita sudah sosialisasikan hal ini, agar jangan dicampur. Tapi nyatanya masih saja terjadi. Bahkan ada yang jual daun gambir saja ke pabrik, hal itu sebenarnya jika tidak bagus. Jadi kondisi saat ini, komoditas gambir ini butuh penanganan lebih serius, agar mutu pun membaik," jelas dia.
Menurutnya penyebab anjloknya harga gambir di Sumbar yang pernah dirasakan oleh petani bahkan di bawah Rp20.000 per kilogram, salah satunya itu disebabkan oleh mutu yang rendah.
Padahal jika petani bisa memproduksi secara baik dan sesuai standar pasar ekspor, petani akan menikmati hasil panen yang lebih baik. Karena di Indonesia ini, ekspor gambir terbesar datang dari Sumbar.
"Gambir di Sumbar ini kan ekspor ke India. Eksportir yang ada di Sumbar ini kan dari India juga. Nah pasar sudah ada, seharusnya petani jangan berpikir merusak mutu, kan yang rugi petani juga. Kita sudah bilang ke petani, jangan dicampur, murni saja," sebut Ferdinal.
Terkait produksi yang membaik dua tahun terakhir yakni 2021 dan 2022. Kondisi ini merupakan hal yang menggembirakan, karena jumlah produksi naik.
Sebab kalau dilihat sejak tahun 2017 produksinya itu hanya 6.157 ton per tahun dengan luas lahan mencapai 27.758 hektare. Tahun 2018 produksi 7.574 ton per tahun luas lahan 29.433 hektare. Tahun 2019 produksinya 7.582 ton per tahun dan luas lahan 28.016 hektare. Serta di tahun 2020 produksinya 8.687 ton per tahun dengan luas lahan 26.826 hektare.
"Soal luas lahan untuk gambir ini kita mencatat terus bertambah dari tahun ke tahun. Seperti tahun 2000 luas lahan 16.016 hektare dengan produksi 10.584 ton per tahun," sebutnya.
Ferdinal menyatakan di tahun 2017-2020 itu merupakan masa-masa dimana petani tengah melalui masa-masa anjloknya harga gambir.
Terpisah, Direktur PT Rajdular Brothers (eksportir asal India) Punit Kumar mengatakan kondisi mutu gambir di Sumbar dari waktu ke waktu mengalami penurunan. Hal ini diketahui dari setiap menerima penjualan hasil panen gambir di Sumbar.
"Kita sebagai eksportir tentu ingin agar mutu gambir yang bagus, sehingga harga jual ke India bisa lebih bagus pula. Tapi yang saya lihat, dari tahun ke tahun, mutu tak kunjung terlihat ada perbaikan," katanya.
Dia menyebutkan seharusnya soal mutu ini pemerintah bisa turut turun ke perkebunan gambir, karena jika tidak ada sentuhan dari pemerintah, maka amat disayangkan mutu gambir yang tak ada perubahan.
Padahal gambir di Sumbar merupakan pemasok terbesar ke India, selain ada sedikit dari Sumatra Utara. Artinya di negara lain tidak ada ditemukan gambir, dan hanya ada di Indonesia, dan itu di Sumbar dan Sumut.
"Kalau di Sumbar ada Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Dua daerah ini memiliki mutu yang berbeda, yang parah itu mutu dari Limapuluh Kota," ujarnya.
Punit menjelaskan akibat mutu yang kurang bagus itu, eksportir pun tidak bisa memberikan harga yang bagus. Saat ini harga beli gambir di dua daerah di Sumbar itu, memiliki nilai yang berbeda.
Seperti di Kabupaten Limapuluh Kota saat ini harga gambir mulai dari Rp50.000 hingga Rp65.000 per kilogram, dan di Kabupaten Pesisir Selatan mulai dari Rp65.000 hingga Rp75.000 per kilogram. Harga tergolong cukup baik, bila dibandingkan pertengahan tahun 2022 lalu, dimana harga jual gambir masih di bawah Rp50.000 per kilogram.
"Harga itu sudah tiba di gudang ya, dan ada kemungkinan di tingkat petani turun sedikit harganya," ujar dia.
Diakuinya kondisi keluhan mutu gambir di Sumbar yang menurun itu, tidak hanya dirasakan oleh PT Rajdular Brothers saja, tapi sejumlah perusahaan eksportir lainnya juga merasakan hal yang sama.
Punit menyampaikan sepanjang perusahaan PT Rajdular Brothers berdiri di Nagari/Desa Kasang, Kabupaten Padang Pariaman, tersebut, saat ini kondisi mutu gambir dapat dikatakan dititip yang tidak baik.
"Kami sudah ada di sini sekitar tahun 2000-an lah. Dulu harga gambir bisa Rp100.000 per kilogram. Nah itu dikarenakan mutu gambir di Sumbar sangat bagus, kami senang membelinya. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini malah ditemukan dicampur dengan pupuk dan tanah juga," ujarnya.
Eksportir tengah memeriksa kondisi gambir dengan mutu rendah yang ada di gudang di daerah Kasang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, Senin (6/3/2023). Bisnis/Muhammad Noli Hendra