Bisnis.com, PEKANBARU - Dinas Perkebunan Provinsi Riau mengatakan program peremajaan sawit rakyat (PSR) pada tahun lalu tidak dapat berjalan, akibat adanya kendala persyaratan yang harus dipenuhi petani yaitu terkait status lahan.
Kabid Produksi Disbun Riau Vera Virgianti menjelaskan memang tahun lalu ada penambahan syarat yang harus dipenuhi petani, untuk mengajukan bantuan dana program PSR.
"Ada syarat baru pengajuan PSR dari Kementerian LHK yaitu lahan yang akan diajukan replanting harus berada di kawasan bukan lahan gambut atau bebas dari kawasan lindung gambut," ujarnya, Kamis (12/1/2023).
Dia mengakui dengan adanya persyaratan tambahan itu, membuat petani menjadi semakin sulit mengajukan dana bantuan program replanting. Karena seperti diketahui sebagian besar lahan di wilayah Riau berstatus gambut, dan perkebunan sawit di wilayah itu banyak berada di gambut.
Selain penambahan syarat terkait status gambut, ada perubahan syarat lain yang dinilai memberikan keringanan kepada petani sawit. Yaitu tidak perlu lagi verifikasi di tingkat provinsi, hanya perlu sampai di tingkat kabupaten atau kota saja.
Dari data pihaknya, pemerintah pusat menetapkan Riau mendapatkan kuota program PSR 2022 seluas 11.000 hektare, namun tidak dapat terealisasi karena masalah tersebut di atas.
Baca Juga
"Tahun ini kami belum dapat informasinya berapa kuota untuk Provinsi Riau, dan kami masih menunggu dari pusat," ungkapnya.
Menurutnya program PSR ini bertujuan mengganti tanaman kelapa sawit berusia tua dengan tanaman baru yang lebih produktif. Melalui program ini pemerintah pusat menganggarkan dana bantuan Rp30 juta per hektare, yang sebelumnya Rp25 juta. Untuk satu petani maksimal mendapatkan bantuan empat hektare dana bantuan dari BPDPKS, yang sumber dananya berasal dari pungutan ekspor.