Bisnis.com, PALEMBANG -- Regulasi pemerintah daerah yang dinilai dapat merugikan petani karet kembali ditemukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU Wilayah II.
Teranyar, KPPU melakukan kajian atas dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No.5/1999) dalam tataniaga bahan olah karet (bokar) di Provinsi Jambi. Hal serupa pernah dikaji KPPU untuk regulasi di wilayah Sumatra Selatan.
Kepala Kantor KPPU Wilayah II Wahyu Bekti Anggoro mengatakan regulasi yang dibuat Pemprov Jambi itu daapat menghambat terwujudnya iklim persaingan usaha yang sehat dalam tataniaga bokar.
Adapun regulasi yang dikaji KPPU, yakni Peraturan Gubernur Provinsi Jambi Nomor 15 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengolahan, Pemasaran dan Pengawasan Bahan Olah Karet Bersih yang diperdagangkan di Provinsi Jambi.
"Dalam pasal 11 ayat 5 memuat bahwa harga bokar yang diperdagangkan berpedoman pada harga indikasi yang dibuat oleh Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) cabang Jambi yang diterbitkan setiap hari," kata Wahyu, baru-baru ini.
Dia menyebutkan regulasi tersebut memberikan kewenangan kepada asosiasi untuk menetapkan dan memberikan informasi harga acuan bokar.
Hal itu, kata Wahyu, berpotensi bertentangan dengan pasal 5 (lima) dalam (UU No.5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
"Karena dapat memfasilitasi pelaku usaha untuk membuat kesepakatan dalam menetapkan harga," katanya.
Menurut dia, pihaknya bakal melakukan pemantauan serta pendalaman terhadap tataniaga bokar di Provinsi Jambi.
"Untuk melengkapi unsur-unsur yang dapat membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga dapat merugikan petani," katanya.
Bahkan, KPPU juga akan mendalami lebih lanjut terhadap regulasi yang mengatur tentang tataniaga bokar pada provinsi penghasil karet lainnya.
"Mengingat juga ditemukan adanya regulasi dengan pola dan subtansi yang sama pada provinsi penghasil karet terbesar lainnya di Indonesia," kata dia.