Bisnis.com, PADANG - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumatra Barat menyambut baik kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sumbar.
Tapi di satu sisi KSPSI amat menyayangkan adanya perusahaan yang masih mengabaikan hak buruh terutama soal nilai upah yang diterima tidak sesuai nilai UMP yang ditetapkan pemerintah.
Ketua KSPSI Sumbar Arsukman Edy mengatakan persoalan perusahaan yang tak membayarkan upah sesuai nilai UMP bukan sesuatu hal yang mengherankan. Namun belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap perusahaan dimaksud.
"Di Sumbar ini, kenaikan UMP dari tahun ke tahun tidak hanya puluhan ribu rupiah. Baru untuk UMP 2023 yang kenaikannya mencapai angka ratusan ribu rupiah. Tapi sedihnya, akankah nilai itu akan dinikmati oleh seluruh buruh di perusahaan, kenyataanya tidak," kata Edy, Senin (28/11/2022).
Dia menyatakan untuk kondisi di Sumbar perusahaan yang mematuhi UMP itu hanyalah perusahaan menengah ke atas seperti perusahaan kelapa sawit. Tapi untuk perusahaan yang menengah ke bawah, tidak pernah buruhnya menikmati hak-hak mereka sesuai nilai UMP tersebut.
Di Sumbar bisa dikatakan hanya sedikit perusahaan yang tergolong menengah ke atas itu. Artinya sebagian besar buruh atau pekerja di Sumbar ini tidak menikmati upah sesuai nilai UMP yang telah ditetapkan pemerintah.
"Padahal dalam aturan soal upah itu kan telah ada. Untuk masa kerja satu tahun sudah sepatunya mendapatkan upah sesuai UMP. Apalagi usia kerja sudah melebihi satu tahun, sudah sepatutnya pula menikmati gaji lebih dan tidak sekedar upah bulanan. Kenyataannya tidak begitu," tegasnya.
Edy mengungkap di Sumbar ini masih banyak buruh yang bahkan masa kerjanya sudah bertahun-tahun, tapi perusahaannya tidak membayarkan upah sesuai nilai UMP itu. Kondisi bahkan sudah jelas melanggar dari aturan upah buruh atau pekerja.
Akan tetapi, kondisi yang terlihat hingga saat ini, belum ada pemerintah terlibat untuk menegur atau memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak membayarkan upah pekerja sesuai UMP.
"Sejauh ini bisa dikatakan belum ada pemerintah menegur perusahaan secara tegas untuk perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai nilai UMP tersebut," tegasnya.
Edy berharap persoalan yang terjadi tersebut dapat pula segera ditindaklanjuti oleh perusahaan. Jika tidak, ketimpangan ekonomi akan terjadi bagi buruh-buruh tersebut.
"Upah bulanan di terima, tapi nilainya tak cukup untuk kebutuhan keluarga. Akhirnya berhutang, akibatnya biaya hidup keluarga dari bulan ke bulan jadi tidak seimbang. Padahal jika perusahaan membayarkan upah dengan nilai UMP, hal itu tidak akan terjadi," sebutnya.
Menurutnya jika pemerintah menginginkan agar terjadi kesejahteraan buruh atau pekerja dengan telah naiknya UMP 2023, ada baiknya diiringi dengan pendataan dan penindakan kepada perusahaan yang tidak melaksanakan aturan terkait upah tersebut.
Bila hal itu tidak dilakukan, maka apa yang diinginkan pemerintah tidak akan terwujud yakni soal kesejahteraan dan membaiknya ekonomi.
"Sebenarnya jika upah itu diterima sesuai nilainya. Dampaknya akan baik pula, daya beli akan berjalan pula. Akhirnya terjadi rantai perekonomian, daya beli bagus, UMKM pun akan tumbuh. Namun jika dari penghasilan saja tidak baik, bagaimana pula daya beli bakal bagus," ucap Edy.
Dia melihat tahun 2023 kondisi dan situasi belum bisa ditebak, apakah akan ada lagi kebijakan pemerintah yang memberikan dampak yang menyentuh berbagai sektor, atau malah situasi baik-baik saja.
"Kenaikan BBM beberapa bulan yang lalu, sangat dirasakan dampaknya. Kebutuhan jadi naik, sementara nilai upah mengikuti nilai di tahun 2022 itu. Jika ingin di ubah UMP nya, aturan tidak memberi ruang soal itu. Mau tidak mau, hadapi hingga akhir tahun ini," ungkapnya.
Untuk itu, di satu sisi KSPSI menilai kenaikan UMP Sumbar 2023 dinilai sudah tepat. Karena menyikapi kondisi perekonomian. Namun Edy berharap ada baiknya pemerintah memastikan betul, apakah nilai UMP bakal dinikmati pekerja atau tidak.