Bisnis.com, MEDAN - Berbagai alasan menjadi pertimbangan para pemilik depo kontainer di Pelabuhan Belawan, Kota Medan, Sumatra Utara, untuk mengubah biaya administrasi. Namun pada akhirnya, setelah menuai sorotan dari sejumlah pihak, perubahan ini dibatalkan.
Tarif yang awalnya hanya Rp25.000 per invoice menjadi Rp25.000 per kontainer. Pada umumnya, terdapat satu unit kontainer dalam satu invoice. Hal ini menimbulkan pembengkakan biaya yang harus dibayarkan penyewa depo.
Menurut Koordinator Kepelabuhanan Pelabuhan Utama Belawan Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (ASDEKI) Sumatra Utara Surya Dharma Syahputra, ada berbagai hal yang menyebabkan mereka menerapkan tarif tersebut sebelum kini akhirnya dibatalkan.
"Pertimbangan utama karena bisnis depo dalam kondisi tidak sehat akibat dampak kenaikan komponen biaya utama seperti sewa lahan, sewa alat, kenaikan BBM industri," kata Surya kepada Bisnis, Minggu (24/7/2022) malam.
Walau begitu, tarif tersebut kini dibatalkan. Para pemilik depo diimbau agar menerapkan tarif seperti semula. Yakni Rp25.000 per invoice, bukan per unit kontainer.
Menurut Surya, pembatalan itu berkat arahan Otoritas Pelabuhan Belawan. Pihaknya juga telah duduk bersama dengan pemangku kepentingan dalam bisnis ini. Mereka sepakat akan menentukan ulang tarif biaya administrasi baru dalam waktu dekat.
"Sesuai arahan otoritas pelabuhan, akan dilakukan pembahasan ulang untuk tarif terbaru dengan pengawasan otoritas pelabuhan," katanya.
Sebelum tarif baru ditetapkan, ASDEKI mengimbau para pelaku usaha depo kontainer agar berpatok kembali pada biaya administrasi seperti semula.
Namun, sekali lagi, asosiasi tersebut hanya mampu mengimbau. Sedangkan penerapannya tetap bergantung pada kebijakan masing-masing pelaku usaha di lapangan.
"ASDEKI hanya bisa mengimbau kepada anggota untuk mempertimbangkan masukkan dari otoritas pelabuhan untuk kembali mengenakan administrasi fee per dokumen," katanya.
Menurut Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Medan Ridho Pamungkas, penetapan biaya administrasi idealnya tidak hanya dilakukan secara sepihak oleh pemilik depo kontainer. Namun harus melibatkan seluruh pihak terkait. Termasuk otoritas pelabuhan yang bersangkutan.
Ridho juga menyoroti faktor kenaikan biaya produksi di balik alasan penetapan tarif baru tersebut.
"Secara konsep, mestinya no service no pay. Jadi biaya admin mestinya per invoice. Perkara terjadi kenaikan biaya produksi dan lainnya, seharusnya yang naik biaya operasional lift on lift off," kata Ridho.
Ridho mengatakan, KPPU tidak mempersoalkan besaran kenaikan biaya administrasi depo kontainer, selama tarif tersebut ditetapkan berdasar mekanisme pasar.
"Jangan kesepakatan sesama pelaku usaha yang bersaing di pasar bersangkutan yang sama. Atau harga acuan yang disepakati antara pengguna dan penyedia," kata Ridho.
Sejak pertengahan Maret 2022 lalu, pemilik depo kontainer di Pelabuhan Belawan, Kota Medan, Sumatra Utara, mengubah biaya administrasi menjadi Rp25.000 per kontainer.
Awalnya, biaya yang harus dirogoh penyewa hanya Rp25.000 per invoice. Satu invoice umumnya berisi lebih satu satu unit kontainer.
Tarif diterapkan secara serentak oleh pemilik depo hingga menarik sorotan dari KPPU. Pola yang terlihat bahkan membuat KPPU curiga adanya campur tangan kartel.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Belawan Andi Fiardi mengimbau agar seluruh pelaku usaha depo peti kemas di pelabuhan tersebut agar mencabut biaya administrasi Rp25.000 per kontainer dan mengembalikannya ke tarif semula.
Andi mengatakan, tarif baru akan dikaji ulang melalui pengawasan otoritas dan melibatkan seluruh pihak. Formulasinya mengacu pada peraturan yang berlaku sehingga diharap mampu menentukan tarif yang wajar.
"Untuk sementara diimbau untuk tidak diberlakukan lagi dan akan dikaji tarifnya yang wajar oleh deli bersama asosiasi yang diawasi oleh otoritas," kata Andi kepada Bisnis.
Sebelumnya, KPPU Kantor Wilayah I Medan mengendus dugaan kartel dalam proses penetapan biaya administrasi oleh pengusaha depo kontainer di Pelabuhan Belawan, Kota Medan, Sumatra Utara.
Dugaan itu mencuat berdasar hasil kajian yang dilakukan KPPU dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Ridho, terdapat potensi pelanggaran Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
"Kami akan membawa persoalan ini pada tahap penelitian perkara inisiatif," kata Ridho melalui keterangan tertulis, Minggu (3/7/2022) malam.
Ridho menjelaskan, indikasi pelanggaran ini mencuat setelah sejumlah depo kontainer di Pelabuhan Belawan menyurati para eksportir tentang penetapan biaya administrasi senilai Rp25.000 per kontainer.
Pungutan terhadap biaya tersebut dilakukan secara serentak oleh sejumlah pengusaha depo kontainer sejak 16 Maret 2022 lalu.
Padahal, sebelumnya biaya administrasi tidak dihitung berdasar jumlah unit kontainer. Melainkan Rp25.000 per invoice. Sedangkan untuk satu invoice umumnya berisi lebih dari satu unit kontainer.
"Hal ini tentunya akan berdampak pada semakin tingginya biaya logistik, khususnya yang melalui Pelabuhan Belawan," kata Ridho.
Sebagai langkah awal pada tahap penelitian perkara inisiatif, lanjut Ridho, KPPU akan memanggilkan para pengusaha depo kontainer yang bersangkutan untuk dimintai keterangannya.
Jika nantinya ditemukan minimal satu alat bukti, maka KPPU dapat meningkatkan status penegakan hukum ke tahap penyelidikan.
"Aturan kita melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar konsumen atau pelanggan," kata Ridho.
Pada pemanggilan nanti, KPPU akan mendalami secara detail terkait dugaan persekongkolan para pelaku usaha depo kontainer dalam menetapkan biaya administrasi.
Proses pendalaman dugaan persaingan usaha tak sehat pada sektor logistik ini akan sangat bergantung pada keterangan, alat bukti serta kerja sama dari para pihak terkait.
"Untuk itu, KPPU mengimbau agar para pihak bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang dilakukan," pungkas Ridho.