Bisnis.com, MEDAN - Tren penurunan harga komoditas karet jenis Technical Speciefied Rubber 20 (TSR20) di bursa berjangka Singapura terus berlangsung.
Pada Senin (25/4/2022), TSR20 dipatok seharga US$1,614 per kilogram. Angka itu merosot 10 persen dari harga tertinggi pada April 2022, yakni US$1,773 per kilogram pada Selasa (5/4/2022) lalu.
"Harga karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura pada April ini terus mengalami penurunan," ujar Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara Edy Irwansyah, Selasa (26/4/2022).
Menurut Edy, setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan harga karet TSR20 di bursa berjangka Singapura belakangan ini semakin anjlok.
Pertama tak lain karena dampak kebijakan dalam negeri Tiongkok atau China mengenai pandemi Covid-19. Negera tirai bambu kembali menerapkan lockdown. Kebijakan tersebut otomasi turut mempengaruhi laju sektor perdagangan internasional mereka.
Di satu sisi, China merupakan konsumen atau importir komoditas karet terbesar di dunia
"China merupakan konsumen nomor satu dunia, konsekuensinya bila demand berkurang dari negeri ini sangat mempengaruhi harga di pasar global," kata Edy.
Faktor kedua adalah daya saing karet asal Thailand dari segi produktivitas maupun harga. Menurut Edy, harga karet dari negara tetangga itu lebih murah dibanding negara produsen karet alam lainnya.
"Keadaan ini mengakibatkan pembeli dari industri ban besar lebih banyak membeli ke negeri ini. Perlu juga diketahui bahwa produktivitas karet Thailand lebih tinggi dibandingkan Indonesia," kata Edy.
Hingga Selasa (26/4/2022) sore, harga TSR20 di SGX masih terpantau menurun. Untuk kontrak Mei 2022 pada pukul 2.20 waktu setempat tercatat seharaga US$1,611.
"Diperkirakan harga pada bulan depan masih stagnan," kata Edy.
Di sisi lain, volume ekspor karet Sumatra Utara pada Maret 2022 lalu tercatat 33.882 ton. Jumlah ini meningkat 18,1 persen dibanding bulan sebelumnya.
Menurut Edy, peningkatan didorong oleh kenaikan permintaan atau demand. Selain itu, delay shipment alias penundaan pengapalan yang kerap jadi kendala sudah mulai berkurang.
"Adanya peningkatan demand berasal dari China, Brazil dan Turki," ujar Edy.
Walau terjadi kenaikan pada Maret, volume ekspor untuk Triwulan I 2022 tercatat masih di bawah capaian periode lalu. Penurunannya menyentuh 4,97 persen menjadi 95.188 ton.
Menurut Edy, terdapat 31 negara tujuan alias pangsa ekspor karet Sumatra Utara pada Maret 2022. Lima negara yang paling banyak mengimpor adalah Jepang, China, Brazil, Turki dan Kanada. Kontribusi masing-masing tercatat 38,70 persen, 9,03 persen, 8,66 persen, 7,56 persen dan 7,42 persen.
Di sisi lain, Rusia keluar dari daftar negara pangsa ekspor karet Sumatra Utara pada 2022. Hal ini disinyalir akibat situasi geopolitik yang memanas beberapa waktu terakhir.
Pada bulan lalu, kapal pengangkut karet berhenti beroperasi ke Rusia yang terlibat konflik dengan NATO dan USA. Meski begitu, kondisi ini tidak begitu berdampak terhadap kinerja ekspor karet Sumatra Utara.
"Namun pada Bulan Maret tidak ada ekspor ke negara ini," kata Edy.
Pada Maret 2022, harga rata-rata karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura mengalami penurunan 4,95 sen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$1,746 per kilogram.
Sedangkan pada perdagangan April 2022, harga TSR20 tercatat US$1,734 atau turun 1,2 sen dibandingkan harga rata-rata Maret 2022.
Menurut Edy, penurunan harga karet dipengaruhi oleh kekhawatiran merosotnya permintaan dari China. Sebab, negara tirai bambu saat ini tengah kembali menerapkan lockdown imbas lonjakan Covid-19.
"Kondisi gugur daun di Sumatera Utara mulai pulih, diharapkan produksi kebun karet semakin membaik," kata Edy.
Seperti diketahui, kinerja ekspor karet Sumatra Utara sempat memasuki masa suram sejak awal tahun 2022.
Ekspor komoditas karet dari Sumatra Utara menurun pada Februari 2022 dibanding bulan sebelumnya. Pada Januari 2022, volume ekspor tercatat 32.608 ton. Sedangkan pada Februari 2022 volumenya turun menjadi 28.698 ton alias berkurang 11,99 persen.
Sebenarnya, tren penurunan sudah terlihat pada awal tahun. Pengapalan Januari 2022 tersebut juga menurun dibanding Desember 2021. Penurunannya menyentuh 17,7 persen.
Menurut Edy, penyebab penurunan kinerja ekspor ini tak jauh berbeda dari waktu-waktu sebelumnya.
Yakni penurunan volume yang tajam akibat lemahnya demand atau permintaan dari end user berkurang. Kemudian, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan juga masih kerap terjadi.
"Total volume ekspor Januari dan Februari tahun ini mengalami penurunan 5,65 persen menjadi 61.305 ton bila dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama," kata Edy.