Bisnis.com, PALEMBANG – Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau BP2LHK Palembang menghadirkan terobosan baru untuk memamerkan hasil riset dan produk hilir kehutanan melalui Pojok Tembesu.
Pojok Tembesu merupakan coffee shop berkonsep taman outdoor yang memanfaatkan halaman Kantor BP2LHK di Jln Kolonel Burlian, Kilometer 6,5 Puntikayu, Palembang.
Menariknya suasana Pojok Tembesu serupa dengan coffee shop yang ada di Taman Hutan Raya (Tahura) Juanda di Dago, Kota Bandung, lantaran berada di tengah pepohonan rindang. Sehingga membuat pengunjung pun betah ngopi sembari menikmati udara sejuk di tengah Kota Palembang.
Pengunjung Pojok Tembesu dapat menikmati kopi asli Sumsel, yakni kopi semendo dengan harga yang tergolong murah, hanya Rp20.000 per gelas. Kopi yang diproduksi UMKM tersebut ditanam di sekitar hutan dataran tinggi Semendo, Kabupaten Muara Enim.
Kepala BP2LHK Kota Palembang, Tabroni, mengatakan selama ini produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) asal Sumsel masih jarang dilirik masyarakat, terbatas hanya saat pameran.
Baca Juga
“Melalui Pojok Tembesu kami ingin melakukan pameran setiap hari, bahkan bisa menyicipi langsung HHBK, yaitu kopi yang diracik oleh barista kami,” katanya, Rabu (24/2/2021).
Menurut Tabroni, Pojok Tembesu merupakan konsep hilirisasi dari penelitian kehutanan yang dilakukan BP2LHK.
Di sektor hulu, pihaknya lebih dulu membuat demplot, Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHTD) Kemampo, seluas 250 hektare di Kabupaten Banyuasin.
“Di sana kami menanam aneka bibit pohon yang bisa dikembangkan jadi produk selain kayu, salah satunya pohon kayu putih,” katanya.
Ia menjelaskan pihaknya pun telah membuat hand sanitiser hasil ekstrasi daun dan ranting kayu putih, hingga cuka kayu yang bisa dimanfaatkan untuk perawatan tanaman.
Kehadiran Pojok Tembesu, kata dia, diharapkan dapat mewujudkan terciptanya ekosistem inovasi dalam pengembangan produk lingkungan hidup dan kehutanan asal Sumsel.
“Pojok Tembesu juga dapat menjadi salah satu media bagi pemerintah untuk memamerkan hasil riset para peneliti mengenai produk kehutanan,” katanya.
Selama ini hasil riset dari 29 peneliti di Sumsel dinilai kurang tersosialisasikan, padahal setiap produk perlu pengembangan yang berbasis penelitian.
“Hasil riset bisa berupa konsep, buku hingga produk jadi. Dengan adanya Pojok Tembesu ini akan terbuka ruang yang lebar agar hasil hutan (bukan kayu) betul-betul dapat dipasarkan,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel Pandji Tjahjanto menambahkan luas hutan di provinsi itu saat ini mencapai 3,46 juta ha.
Pengelolaannya diserahkan kepada 14 kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Dishut Sumsel pun mendorong tiap KPH mampu mengembangkan HHBK sesuai dengan potensi masing-masing.
“Ada beberapa KPH yang telah mengembangkan madu hutan, minyak sereh hingga eco wisata,” katanya.
Namun demikian, Pandji mengemukakan, pengembangan HHBK masih terkendala biaya produksi yang masih tinggi, serta pemasaran yang belum optimal.
Oleh karena itu, Pojok Tembesu diharapkan bisa menjadi solusi pemasaran produk HHBK yang bisa menjangkau pasar lebih luas.
Komisaris Daerah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Iwan Setiawan, mengatakan pihaknya mendukung terbentuknya Pojok Tembesu.
Menurutnya, gerai tersebut dapat menjadi etalase dan agen pemasaran produk-produk hasil kehutanan.
“Apalagi di dalam UU Cipta Kerja pemegang IUPHHK (izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu) tidak hanya mengusahakan kayunya, tapi juga hasil-hasil hutan lainnya,” kata dia.