Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Kota Palembang menilai kebijakan penaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sudah layak karena sesuai kajian dan aturan yang berlaku.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang Shinta Raharja mengatakan pihaknya sudah melakukan kajian cukup lama. Selain itu, sosialisasi juga sudah dilakukan melalui para ketua Rukun Tetangga (RT) di seluruh wilayah.
Apalagi, sudah 5 tahun terakhir tidak ada kenaikan PBB di seluruh wilayah Kota Palembang dan kalaupun ada, hanya di lokasi tertentu.
“Saya pikir ini pantas-pantas saja, layak dong karena kenaikan ini di zona-zona bisnis, komplek-komplek elit. Apalagi, kenaikan dilakukan terhadap 166.536 objek pajak, sedangkan 263.709 objek pajak kami bebaskan,” paparnya, Senin (20/5/2019).
Shinta meminta agar pihak-pihak tertentu dapat menggunakan objektifitas individu dalam membedakan suatu persoalan dengan kondisi yang sebenarnya.
"Sekarang kita lihat dan buktikan, apakah masih ada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB di kawasan bisnis seperti di Sudirman dan kawasan elit di Rajawali yang nilainya Rp1 juta per meter? Kami dapat pastikan nilai jualnya di atas itu," ujarnya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang menegaskan kenaikan yang terjadi disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Nilainya pun diklaim masih di bawah NJOP.
Baca Juga
Menurut Shinta, jika kenaikan PBB didasarkan pada fakta di lapangan, maka persentasenya bisa lebih tinggi dari saat ini dan bahkan bisa 10 kali lipat lebih besar.
“Tetapi, kami tidak lakukan itu dan masih memberikan space lebih kurang 40 persen dari nilai sekarang,” ucapnya.
Kenaikan ini juga disebut sebagai tindak lanjut dari kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu dan adanya kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di sektor pajak. Di mana, target pajak yang dulunya Rp748 miliar menjadi Rp1,3 triliun.
Pemkot Palembang juga membebaskan PBB dengan nilai di bawah Rp300.000. Tercatat ada 263.709 Wajib Pajak (WP) yang dibebaskan dari kewajiban membayar PBB atau setara dengan Rp31 miliar dan 166.536 WP lainnya tetap dikenakan pajak dengan potensi Rp464 miliar.