Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harapan Pengrajin Kain, Ada Kebijakan ASN Pakai Kain Khas Daerah

Pengrajin kain di Palembang berharap pemerintah mendukung penggunaan kain tradisional oleh ASN untuk melestarikan budaya dan mendukung ekonomi lokal.
Penjemuran kain jumputan dari produksi toko Jumputan Bang Syaiful milik pasangan Sherli dan Syaiful di Sentra Jumputan, Palembang./Bisnis-Husnul.
Penjemuran kain jumputan dari produksi toko Jumputan Bang Syaiful milik pasangan Sherli dan Syaiful di Sentra Jumputan, Palembang./Bisnis-Husnul.

Bisnis.com, PALEMBANG — Jumputan jenis prada menjadi produk unggulan yang diperkenalkan pasangan Syaiful dan Sherli saat menerima kedatangan Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Selvi Ananda, Sabtu (2/8/2025).

Syaiful dan Sherli merupakan pemilik usaha dari Jumputan Bang Syarif yang telah didirikan di Kota Pempek sejak tahun 2020 lalu. 

Sherli menjelaskan jumputan prada yang kini menjadi produk unggulan di tokonya, merupakan jumputan khas Palembang yang dihias dengan tinta emas. 

Dulu, kata dia, jumputan prada dilukis menggunakan cara konvensional yakni dengan teknik karet. Namun, kain yang dihasilkan seringkali lengket. Oleh karena itu dari hasil observasinya, dia melakukan inovasi dengan menggunakan metode prada tulis. 

“Jadi hasil kain jumputannya tidak lagi lengket karena peletakannya sudah diperbaharui,” katanya saat dibincangi. 

Namun tidak hanya berinovasi pada sisi teknik, Sherli juga memperkenalkan pewarna alami untuk kain menggunakan limbah getah gambir.

Hasilnya, produk jumputan yang dilukis dengan ekstraksi limbah gambir justru paling diminati karena hasil warnanya yang tidak kalah cantik dan tentunya lebih ramah lingkungan. 

Dia menyebutkan produk-produk yang dijual di tokonya bervariasi mulai dari kain dengan panjang 3x10 meter, selendang, hingga setelan busana. 

“Harga produknya bervariasi ada yang mulai dari Rp100.000 untuk jilbab jumputan, hingga Rp1 juta untuk kain premium,” tuturnya. 

Selama sebulan, Sherli bersama sang suami biasanya menjual hingga 1.000 potong kain dan 300 setelan busana. 

Namun begitu, dia mengakui, tantangan yang dihadapi pengrajin lokal seperti dirinya tetap ada. Terlebih dengan maraknya kehadiran kain printing. 

“Satu kain handmade bisa memakan waktu seminggu, sedangkan printing bisa menghasilkan bermeter-meter dalam sehari. Ini tentu mendesak bagi kami (pengrajin),” katanya. 

Dengan demikian, dia berharap ke depan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang konkret kepada para pengrajin kain tradisional.

Seperti, misalnya, membuat peraturan daerah yang mendorong penggunaan kain buatan tangan untuk menjadi busana para ASN ketika menghadiri kegiatan formal. 

"Jadi supaya ASN dan lainnya bisa memakai pakaian handmade seperti jumputan atau kain khas Sumsel lainnya, sebagai bentuk melestarikan dan mendukung pengrajin lokal,” pungkasnya Sherli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro