Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Bank Sumut: Bunga Acuan Naik Jadi 5,5% Sudah Tepat

Direktur Utama Bank Sumut Eddie Rizliyanto menilai langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5% sudah tepat.
Bank Sumut/banksumut.com
Bank Sumut/banksumut.com

Bisnis.com, MEDAN – Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) Eddie Rizliyanto menilai langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5% sudah tepat. 

Menurut Eddie, upaya penyesuaian level suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate perlu dilakukan agar pelemahan kurs rupiah tidak terlalu dalam.

“Menurut saya memang BI sudah benar [menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%] untuk menjaga kurs tidak melonjak,” katanya kepada Bisnis, Rabu (15/8/2018).

Selain itu, lanjut Eddie, penyesuaian tersebut juga diperlukan untuk mengantisipasi kian lebarnya defisit neraca perdagangan yang sempat melonjak pada Juli 2018.

Mengutip data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Januari - Juli 2018 mengalami defisit US$3,1 miliar, lebih tinggi US$2 miliar dibandingkan dengan posisi sampai dengan Juni 2018. Defisit tersebut disebabkan melonjaknya pertumbuhan impor hingga 24,5%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan di tengah kondisi ketidakpastian global, BI dan pemerintah sepakat untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman, yakni di tidak melebihi 3%.

Upaya yang dilakukan bank sentral yakni dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 5,50%, suku bunga deposit facility sebesar 4,75% dan suku bunga lending facility sebesar 6,25%.

Menurut Perry, keputusan itu konsisten dengan upaya pemerintah mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan.

“BI menghargai dan mendukung langkah konkrit pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor, menekan impor, termasuk menunda proyek infrastruktur yang memiliki kandungan impor tinggi,” kata Perry.

Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan sejumlah langkah darurat yang diambil guna memperbaiki defisit transaksi berjalan, yakni kebijakan biodesel 20% (B20), pembatasan 500 barang impor, pemberian insentif untuk mendorong ekspor,, serta menunda sejumlah proyek infrastruktur dengan konten impor yang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper