Bisnis.com, PALEMBANG – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tetap menolak membuka data hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Sumatra Selatan, kecuali lewat mekanisme pengadilan.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatra Selatan Arief Pasha menegaskan data-data dalam dokumen hak guna usaha (HGU) tetap tidak boleh dibuka secara keseluruhan.
Jika pun informasi tertutup itu ingin diperoleh maka harus lewat proses pengadilan dan tergantung kasusnya.
“Dibuka di pengadilan apabila ada sengketa mengenai masalah tanah, atau dalam rangka kebutuhan pemerintah untuk kepentingan dinas,” katanya di Palembang, Selasa (18/7/2017).
Sebagaimana diketahui, pada Maret 2017 Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan dokumen hak guna usaha (HGU) sebagai informasi publik dan bersifat terbuka. Putusan MA menguatkan putusan Komite Informasi Pusat dalam sengketa BPN dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forest Watch Indonesia.
Arief mengakui sampai saat ini kantor BPN di berbagai daerah kerap didatangi oleh kalangan LSM lokal maupun asing untuk meminta data HGU.
Dalih LSM, menurut dia, data tersebut dibutuhkan untuk berbagai kepentingan seperti penelitian, pengembangan, dan lingkungan.
“Tapi terus terang saja sebagai lembaga yang menjaga amanah data, BPN harus berpegang teguh, bahwa tidak semua data bisa dibuka,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Harry Hartanto menganggap data HGU semestinya menjadi dokumen privat perusahaan yang tidak boleh dibuka secara sembarangan.
Dia mensinyalir data yang terbuka itu berpotensi dijual ke luar negeri dengan tujuan mengusik industri kelapa sawit di Tanah Air.
“Dari mana orang luar dapat data kalau tidak dari orang dalam [di Indonesia]? Kalau dibuka ini cukup berbahaya, habislah kita semua,” tuturnya.
KEJAR SERTIFIKASI
Sementara itu, Kanwil BPN Sumsel terus mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit untuk mengurus sertifikasi HGU. Pasalnya, dari sekitar 1,3 juta hektare (ha) luas perkebunan kelapa sawit di Bumi Sriwijaya baru 558.890 ha yang menggenggam sertifikat tersebut.
Arief Pasha mengakui proses mengurus HGU cukup panjang karena pengelola lahan harus melengkapi aneka dokumen perizinan.
Khusus untuk usaha perkebunan kelapa sawit, pengusaha malahan wajib mengalokasikan 20% konsesi mereka untuk plasma.
Menurut dia, kepemilikan dokumen tersebut memberi kepastian hukum dan menguntungkan pelaku usaha lantaran bisa diagunkan ke bank.
Arief pun mengharapkan modal yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk mengusahakan lahan sesuai peruntukannya.
Kanwil BPN Sumsel ditargetkan oleh kantor pusat untuk menerbitkan sertifikat 230.000 bidang tanah masyarakat pada tahun ini sebagai bagian sertifikasi 5 juta bidang tanah secara nasional. Biaya pengurusan sertifikat itu digratiskan kepada masyarakat.
Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Fakhrurrozi mendorong petani kelapa sawit di daerahnya untuk memanfaatkan program sertifikasi gratis.
Di Sumsel, lahan kebun petani plasma tercatat seluas 293.044 ha sedangkan kebun petani swadaya 174.059 ha.