Bisnis.com, JAKARTA – PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper, entitas bisnis bubur kertas Marubeni Corp, mengalihkan penggunaan bahan baku akasia ke eukaliptus secara penuh pada 2018.
Kepala Seksi Pengendalian dan Penjaminan Mutu PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TEL) Bambang Irawan mengatakan transisi ke eukaliptus telah dimulai sejak Februari-Maret 2017. Produksi pulp berbahan baku eukaliptus dijadwalkan dapat berlangsung secara kontinu pada Juli 2017.
“Kalau Juli mesin sudah memasak penuh, tahun ini produksi bubur kertas antara akasia dan eukaliptus bisa fifty-fifty,” katanya di sela-sela acara pembukaan Pameran Asia Bonn Challenge High Level Meeting di Palembang, Senin (8/5/2017).
TEL beralih dari akasia lantaran perusahaan pemasok kayunya, PT Musi Hutan Persada (MHP), tidak lagi menanam komoditas itu. Akasia di konsesi hutan tanaman industri MHP diangap tidak menguntungkan sejak rentan diserang jamur ganoderma yang menyerang kulit kayu.
MHP, yang juga anak usaha Marubeni, mengelola areal kerja seluas 296.000 hektare (ha) di Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ulu Timur. Area tanam eukaliptus di MHP kini sudah mencapai 95% luas areal tanaman pokoknya.
“Mungkin rentan penyakit karena penanaman akasia sudah masuk rotasi ketiga. Kalau eukaliptus belum ada penyakitnya,” kata Bambang.
Sejak beroperasi pada 1999, TEL mengincar pasar luar negeri. Sasaran utamanya adalah perusahaan kertas India, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, dan beberapa negara di kawasan Timur Tengah. Sebagian kecil penyerap produk TEL adalah pasar domestik dan Eropa masing-masing berkontribusi sebesar 15% dan 5% untuk total penjualan.
Bambang mengatakan pasar Eropa tidak terlalu dilirik karena biaya transportasi ke Benua Biru lebih mahal. Padahal, TEL menggenggam sertifikat Forest Stewardship Council (FSC), Programme for the Endorsement of Forest Certification (PFCC), hingga Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai syarat ekspor ke Eropa.
Dengan kapasitas terpasang pabrik bubur kertas 450.000 ton per tahun, TEL dapat memproduksi pulp sebanyak 375.000 ton-430.000 ton. Bambang mengklaim selama ini tidak ada kendala dalam pemenuhan bahan baku akasia. Begitu pun ketika kelak perusahaan beralih ke eukaliptus.
“Selama masa uji coba produksi pulp eukaliptus ini, kami masih cari hasil dengan kualitas terbaik. Tapi sejak sekarang kami mulai pasarkan juga” tuturnya.
Marubeni asal Jepang yang awalnya mendirikan TEL masuk ke bisnis hulu kehutanan sejak mengakuisisi saham dominan MHP yang dimiliki oleh Grup Barito Pacific dan saham minoritas yang digenggam PT Inhutani V. Pengambilalihan 40% saham Inhutani V dilakukan pada Desember 2014.
Secara terpisah, Direktur Utama Inhutani V Endro Siswoko mengatakan Marubeni membeli 40% saham perusahaannya di MHP senilai Rp250 miliar. Nilai transaksi itu empat kali lipat dari nilai penyertaan modal Inhutani V ketika mendirikan MHP.
“Kami jual karena kami anggap sebagai beban [yang membuat rugi]. Kalau perusahaan patungan rugi kan secara konsolidasi kami ikut rugi,” ujarnya.