Bisnis.com, MEDAN - Jaksa Agung menyorot sengketa yang terjadi di lahan Register 40, Sumatra Utara, dan menyebutkanya sebagai kejahatan serius.
Menurut dia, selama ini banyak peristiwa yang memberikan kesan betapa negara seolah tidak berdaya, bahkan kalah dan menyerah menghadapi berbagai tindakan arogan dan penyimpangan oleh oknum-oknum di dalam dan di luar pemerintahan.
Mereka, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, memanfaatkan peluang untuk menabrak dan melanggar aturan. Perebutan tanah milik negara, milik BUMN atau milik pemerintah daerah, tanpa hak, dinilainya menjadi bagian dari tindak kejahatan serius.
Seperti terjadinya perebutan tanah milik negara di Register 40. Jaksa Agung memastikan bahwa kasus itu sudah dieksekusi, tetapi sampai sekarang masih dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
"Betapa kita terkesan rapuh dan tidak berdaya menghadapi berbagai macam kekuatan mereka," ujarnya saat acara penandatanganan MoU Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Penataan Aset Badan Usaha Milik Negara, di Aula PTPN III, Medan, Rabu (5/4/2017).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menilai bahwa MoU sangat dibutuhkan karena selama ini berbagai pemangku kepentingan bekerja sendiri-sendiri dalam melakukan pembangunan infrastruktur. "Sama-sama bekerja tetapi tidak bekerja sama."
Akibatnya, kegiatan pembangunan sering terhenti akibat masing-masing pihak mengalami kendala karena terbentur dengan keterbatasan kewenangan. Apalagi selama ini banyak pihak memiliki pemahaman yang tidak tepat mengenai aturan agraria yang harus lebih mengedepankan aspek sosial.
"Bahwa kalau punya tanah, dibiarkan, tidak peduli, kemudian ada kepentingan umum, kepentingan umum itu harus menang. Tidak boleh (meskipun) orang yang mempunyai hak dan (tanahnya) dibiarkan saja kemudian mengganggu kepentingan umum."