Bisnis.com, PADANG - Bank Indonesia melihat penanganan dampak bencana alam di sejumlah daerah di Provinsi Sumatra Barat yang mulai membaik menjadi faktor terjadinya deflasi pada Juli 2024.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Mohamad Abdul Majid Ikram mengatakan penurunan harga beberapa komoditas pangan dipengaruhi oleh meningkatnya pasokan baik dari dalam maupun luar Sumbar. Peningkatan pasokan itu, seiring sudah membaiknya akses jalan terdampak bencana alam.
"Mulai beroperasinya jalan nasional utama Padang-Bukittinggi via Padang Panjang memperlancar distribusi yang turut menurunkan biaya logistik. Sehingga harga-harga komoditas di pasar pun jadi turun," katanya, dalam keterangan resmi, Minggu (4/8/2024).
Dia menyebutkan melihat perkembangan inflasi kabupaten dan kota di Sumbar pada bulan Juli 2024 secara umum mengalami deflasi.
Deflasi terutama dipengaruhi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami deflasi sebesar -3,34% (mtm) dengan andil deflasi -1,14% (mtm).
Beberapa komoditas dominan yang mempengaruhi inflasi pada kelompok tersebut yaitu, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras dengan andil deflasi masing-masing sebesar -0,71%; -0,28%; dan -0,05% (mtm).
Baca Juga
Kelompok penyumbang deflasi Sumbar selanjutnya adalah kelompok transportasi yang mengalami deflasi sebesar -0,08% (mtm) dengan andil deflasi -0,01% (mtm).
Komoditas dominan yang mempengaruhi deflasi pada kelompok tersebut adalah tarif angkutan udara dengan andil deflasi sebesar -0,02% (mtm).
Deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kelompok pendidikan yang mengalami inflasi sebesar 1,03% (mtm) dengan andil inflasi 0,05% (mtm).
Komoditas yang menahan deflasi pada kelompok pendidikan adalah sekolah menengah atas, sekolah dasar, dan bimbingan belajar dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02%; 0,02%; dan 0,01% (mtm).
"Meningkatnya biaya pendidikan sejalan dengan momentum tahun ajaran baru," jelas Majid.
Menurutnya seluruh kabupaten dan kota penghitung inflasi Provinsi Sumbar mengalami deflasi dengan Kabupaten Pasaman Barat mencatatkan deflasi tertinggi.
Kabupaten Pasaman Barat mencatatkan realisasi deflasi sebesar -1,74% (mtm) pada bulan Juli, dibandingkan bulan Juni 2024 yang mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm).
Kota Padang mencatatkan deflasi -0,87% (mtm), dibandingkan realisasi inflasi pada Juni 2024 sebesar 0,08% (mtm).
Kabupaten Dharmasraya juga mencatatkan deflasi sebesar -1,52% (mtm) dibandingkan Juni 2024 yang mengalami inflasi sebesar 0,56% (mtm).
Kota Bukittinggi tercatat mengalami deflasi sebesar -0,60% (mtm), dibandingkan bulan Juni 2024 yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (mtm).
Komoditas utama yang menyebabkan deflasi adalah berbagai komoditas pangan serta tarif angkutan udara.
Dikatakannya secara tahunan, seluruh kabupaten dan kota IHK tersebut tercatat mengalami inflasi, dengan rincian dari tertinggi ke terendah Kabupaten Pasaman Barat sebesar 3,32% (yoy), Kota Bukittinggi sebesar 2,95% (yoy), Kabupaten Dharmasraya 2,48% (yoy), dan Kota Padang 2,11% (yoy).
Dengan adanya kondisi yang demikian, tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar terus berkomitmen untuk mengendalikan inflasi tetap terkendali dan berada di sekitar target 2,5% (yoy).
Sehingga TPID pun berkomitmen melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi daerah yang telah dilakukan pada Juli 2024.
Seperti melanjutkan penyelenggaraan pasar murah di berbagai kabupaten dan kota. Penyelesaian dan pembukaan kembali akses jalan utama yang terdampak bencana pada tanggal 21 Juli 2024, sesuai dengan target yang ditetapkan, untuk menjaga kelancaran distribusi.
Kemudian pelaksanaan monitoring dan evaluasi harga dan ketersediaan pasokan. Pendistribusian beras SPHP dan stok pangan komersial oleh BULOG.
Serta penguatan komunikasi dan koordinasi TPID dan stakeholders melalui penyelenggaraan HLM TPID Sumbar pada tanggal 31 Juli 2024, dan berbagai rapat koordinasi teknis kabupaten dan kota.
Selanjutnya peningkatan kegiatan komunikasi efektif untuk mendorong diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu.
"Untuk sinergi memang terus kamu lakukan. Sehingga dengan memperkuat koordinasi itu, dapat mewujudkan pengendalian inflasi pangan secara lebih efektif," tegas Majid.
Untuk itu, dengan berbagai upaya menjaga inflasi terkendali dalam sasaran tersebut pada gilirannya, diharapkan dapat mendukung upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar yang inklusif dan berkelanjutan.
Terkait Sumbar daerah rawan bencana alam ini, dalam pertemuan TPID belum lama ini, Majid menyatakan penting bagi Provinsi Sumbar untuk mempersiapkan sejumlah strategi ketersediaan pangan menyikapi di daerah itu merupakan rawan bencana alam.
Strategi dimaksud yakni perlu memastikan daerah produksi pangan, harus menjadi perhatian serius. Karena potensi bencana alam berpeluang merusak lahan pertanian dan infrastruktur pendukung.
"Satu hal yang menarik bagi saya, Sumbar termasuk wilayah yang masuk kategori rawan bencana. Sehingga pemda dan semua pihak harus fokus dalam manajemen ekonomi yang berbasis potensi bencana," katanya.
Dia menyampaikan ketersediaan pangan menjadi persoalan yang penting untuk dibahas dan dikaji bersama.
Melihat dari beberapa kali belakangan ini bencana alam yang melanda Sumbar, dampak yang sangat dirasakan adalah soal pangan, dan membuat harga-harga di pasar naik, dan berujung pada inflasi.
Seperti halnya yang terlihat kondisi inflasi di Sumbar pada Juni 2024 kemarin itu. Angka inflasi Sumbar yang termasuk tinggi dan menempati sepuluh besar inflasi tertinggi di Indonesia dengan angka 4,04%, dan hal kondisi itu terjadi salah satunya dampak dari bencana alam.
"Saya berharap ada semacam seminar untuk membahas strategi ketersediaan pangan di daerah rawan bencana alam itu. Kemudian ditindaklanjuti dengan program, sehingga apa yang diharapkan bisa terwujud," ucap Majid.
Terkait persoalan inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara month to month (mtm) pada bulan Juli 2024 Sumbar mengalami deflasi sebesar 1,07%.
Kepala BPS Sumbar Sugeng Arianto mengatakan komoditas yang memberikan andil atau sumbangan deflasi mtm, seperti cabai merah, bawang merah, daging ayam hingga telur ayam.
Dia menyebutkan kalau melihat pada Juni 2024 lalu deflasi Sumbar itu 0,14% mtm. Artinya pada Juli 2024 ini cukup besar terjadi deflasi yakni 1,07%.
Menurutnya dengan adanya angka deflasi itu, inflasi Sumbar pada Juli 2024 ini secara yoy 2,44%.
Hal tersebut menunjukan kondisi yang bagus, dan BPS berharap seiring mulai membaiknya penanganan dampak bencana, perekonomian pun bisa tumbuh lebih baik.
"Ketersediaan pangan maupun hortikultura diharapkan membaik, sehingga harga-harga komoditas di pasar bisa terkendali," harapnya.