Bisnis.com, MEDAN – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumut mendesak pemerintah menyelesaikan status tumpang tindih lahan perkebunan sawit karena dinilai telah menganggu iklim investasi di perkebunan kelapa sawit yang berdampak besar pada aspek ekonomi dan sosial.
Lebih jauh, asosiasi pengusaha perkebunan kelapa sawit ini menilai lahan sawit yang berada di dalam kawasan hutan yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) semestinya punya kekuatan hukum karena diterbitkan oleh badan negara dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN). GAPKI menyayangkan kementerian tersebut tidak membela produk hukum yang mereka keluarkan.
Ketua Gapki Sumut Timbas Prasad Ginting mengatakan status tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan menjadi persoalan yang kini menjadi keresahan di kalangan pelaku perkebunan kelapa sawit.
Ia berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan memperhatikan kepentingan semua pihak dan menjaga iklim investasi di perkebunan kelapa sawit.
“Ada klaim 3,37 juta hektar (ha) lahan sawit ada di kawasan hutan dan dipermasalahkan oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Klaim itu tidak sepenuhnya benar karena sebagian dari lahan itu sudah mengantongi HGU yang adalah produk hukum dari Negara yang mestinya tidak dipersoalkan. Karena itu kami menyayangkan nihilnya penjelasan dari Kemen ATR/BPN dalam kasus ini,” ujar Timbas kepada Bisnis, Senin (16/10/2023).
Padahal, menurutnya, HGU adalah produk hukum agrarian yang diperoleh dari prosedur berjenjang untuk memperoleh lahan perkebunan, mulai dari izin pelepasan kawasan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), izin lokasi dan izin usaha perkebunan dari pemerintah daerah, hingga memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Baca Juga
Oleh karena pentingnya penyelesaian masalah tumpang tindih lahan ini, menurut Timbas, pihaknya membawa isu tersebut ke dalam Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS-Forum) ke-8 tahun ini yang diselenggarakan di Medan pada 26-27 Oktober 2023.
Kegiatan tersebut, ungkapnya, menyorot permasalahan lahan dari aspek legalitas sehingga tema acara yang diusung yakni “Legalitas Tidak Menjamin Kenyamanan dan Keamanan Investasi Usaha Perkelapasawitan Nasional?”
Secara keseluruhan, tuturnya lagi, IPOS Forum akan membahas isu-isu utama industri sawit Indonesia seperti sustainability, kemitraan, regulasi, kawasan hutan, dan tata ruang wilayah.
“IPOS-Forum ke-8 tersebut diharapkan menjadi wadah bagi stakeholder perkelapasawitan nasional untuk mendiskusikan hingga rencana aksi atas hal-hal yang menjadi isu utama di industri kelapa sawit nasional saat ini,” kata Timbas Lagi.
GAPKI Sumut meminta pemerintah memberikan kepastian hukum dalam investasi perkebunan kelapa sawit karena sektor ini menjadi andalan bagi perekonomian nasional sekaligus punya potensi untuk menjadi tulang punggung pembangunan nasional.
Menurut Timbas, statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian menjadi indikator dari betapa pentingnya industri sawit bagi Indonesia, dimana Indonesia adalah pemasok 52% minyak sawit ke pasar dunia serta mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia.
“Kementerian Perindustrian bahkan menyebutkan nilai ekonomi industri kelapa sawit Indonesia mencapai Rp 750 triliun per tahun dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 17 juta kepala keluarga, petani, dan karyawan yang bekerja di sektor on farm maupun off farm,” kata Ketua GAPKI Sumut tersebut. (K68)