Bisnis.com, PALEMBANG – Surya mulai menampakkan cahayanya, pertanda hari sudah mulai pagi dan masyarakat siap untuk beraktivitas. Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 07.30 WIB, waktu di mana ibu-ibu mulai produktif untuk mengurus tanaman hidroponik kesayangan mereka.
Saat itu, sosok wanita muda dengan penuh semangat beserta perempuan-perempuan lainnya terlihat masih sibuk menyirami sayuran-sayuran hidroponik.
Rahmawati perempuan pejuang sayuran asal Mariana, Banyuasin, Sumatra Selatan bercerita awal mula sebelum dirinya dan Kelompok Hidroponik Mariana terjun sebagai ‘tukang sayuran’ dan ‘tukang pempek’.
Mulanya, Rahmawati pernah menjadi bagian dari pekerja Kelurahan Mariana. Dia aktif dalam kegiatan ibu-ibu di Kelurahan Mariana lainnya.
Saat itu bertepatan dengan dilandanya pandemi Covid-19 yang mana banyak UMKM yang tutup, banyaknya masyarakat yang hilang pekerjaan terutama kaum wanita yang membuat banyaknya ibu-ibu sekitar yang tidak produktif.
Melihat kondisi itu, dirinya mengajak para ibu-ibu lainnya untuk bangkit dan membantu perekonomian rumah tangga dengan membentuk kelompok.
Wanita kelahiran Palembang, 26 Maret 1992, kemudian prihatin terhadap kondisi tidak lahan perkarangan rumah yang terlantar dan ibu-ibu di sekitar yang tidak produktif.
Berangkat dari keprihatinan itulah, kemudian Rahmawati dan ibu-ibu mengambil inisiatif untuk mengubah lahan menjadi lebih produktif. Ia pun menyulap lahan itu menjadi green house untuk budidaya hidroponik. Dia mengajak ibu-ibu tersebut untuk membentuk Kelompok Hidroponik Mariana.
Untuk terjun sebagai ‘tukang sayuran’ bukan perkara mudah, ditambah lagi sayuran yang dijual terkenal dengan sayuran mahal.
Setelah beberapa kali panen, timbul pula masalah baru, yakni semakin berkurangnya peminat sayuran mahal tersebut.
Pasalnya, harga yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada harga sayuran di pasaran. Hal itu membuat Rahmawati dan kelompoknya memutar otak untuk mengolah sayuran ini agar lebih bernilai dan disukai masyarakat.
“Kami kemudian berpikir dan mencari inovasi-inovasi lain untuk mengolah sayuran ini agar usaha kami terus berkembang,” ujarnya.
Satu per satu ide dan inovasi dibahas kelompok ibu-ibu tersebut, hingga muncullah ide untuk membuat makanan khas Sumsel, yakni pempek yang ditambah sayuran. Olahan ikan itu mereka beri nama pempek warna-warni.
Produk olahan sayuran hidroponik itu cukup menggiurkan, pempek warna-warni dapat dikonsumsi semua kalangan dan sekaligus mengajarkan anak-anak yang biasanya tak menyukai sayuran.
Usaha yang dijalani Rahmawati dan Kelompok Hidroponik Mariana menjadi berkelanjutan. Tak hanya pempek warna-warni,bahkan Rahmawati CS juga membuat biskuit sayuran dan keripik sayuran.
“Akhirnya kami para perempuan dapat membantu perekonomian rumah tangga dan dapat bangkit dari pandemi Covid-19.
Ramhmawati menambahkan, pihaknya pun mendapat dukungan dari Pertamina Integrated Terminal Palembang.
Dukungan itu berupa pelatihan pengemasan dan pemasaran serta pameran-pameran, sehingga produk yang dijual semakin menarik dan dikenal banyak orang.
Pertamina Patra Niaga regional Sumbagsel melalui Pertamina Integrated Terminal Palembang memberikan bantuan berupa instalasi hidroponik, pelatihan budidaya hidroponik dan sarana prasarana produk olahan sayuran hidroponik dengan senilai Rp50 juta.
Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Regional Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) Tjahyo Nikho Indrawan mengatakan dukungan itu tak lain agar kelompok tersebut bisa berkembang dan mandiri.
“Sehingga melalui UMKM dapat membangkitkan perekonomian,” kata Nikho.