Bisnis.com, MEDAN - Terhitung sejak Selasa (17/5/2022), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengubah status Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II).
Penurunan status ini disampaikan melalui surat resmi oleh Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayjen TNI Suharyanto, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi dan Bupati Karo Cory Sriwaty Sebayang.
"Berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental serta potensi ancaman bahayanya, dinilai tingkat aktivitas Gunung Sinabung dapat diturunkan dari Level III (Siaga) ke Level II (Waspada) terhitung mulai tanggal 17 Mei 2022 pukul 21.00 WIB," tulis Eko pada surat yang ditandatangani Rabu (18/5/2022).
Gunung Sinabung merupakan gunung vulkanik berbentuk strato. Secara administratif, Gunung Sinabung berada di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Secara geografis, letaknya berada pada posisi 3°10’LU, 98°23,5’BT dengan ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Selama ini, aktivitas vulkanik Gunung Sinabung diamati secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) yang berada di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.
Sejak 2 Juni 2015, tingkat aktivitas Gunung Sinabung dinaikkan dari Level III (Siaga) menjadi Level IV (Awas). Dan pada 20 Mei 2019, tingkat aktivitasnya diturunkan lagi dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Siaga).
Berdasar pemantauan visual kurun 1 Januari 2022 hingga 17 Mei 2022, aktivitas Gunung Sinabung didominasi oleh asap kawah utama berwarna putih.
Intensitasnya tipis hingga tebal tinggi sekitar 50 - 500 meter dari puncak. Pada periode yang sama, cuaca terpantau mulai dari cerah hingga hujan. Kemudian angin juga terpantau lemah hingga kencang ke segala arah.
Di samping itu, suhu udara di sekitar Gunung Sinabung tercatat sekitar 10 - 40°C. Untuk kelembabannya tercatat 17 - 25 persen.
"Guguran masih terjadi. Namun secara visual, jarak dan arah luncuran tidak teramati. Erupsi terakhir terjadi pada 28 Juli 2021," kata Eko.
Kurun 1 Januari 2022 hingga 30 April 2022, kegempaan Gunung Sinabung didominasi oleh tujuh kali gempa guguran.
Lalu juga terjadi 176 kali gempa hembusan, satu kali tremor non-harmonik, 15 kali gempa tornillo, 57 kali low frequency, 291 kali gempa hybrid/fase banyak.
Kemudian delapan kali gempa vulkanik dangkal, 96 kali gempa vulkanik dalam, 135 kali gempa tektonik lokal, 487 kali gempa tektonik jauh dan 26 kali gempa getaran banjir.
Sedangkan pada kurun 1 Mei 2022 hingga 17 Mei 2022, kegempaan Gunung Sinabung didominasi oleh empat kali gempa hembusan, satu kali tremor non-harmonik, tiga kali low frequency.
Kemudian 25 kali gempa hybrid/fase banyak, tiga kali gempa vulkanik dangkal, 12 kali gempa vulkanik dalam, 11 kali gempa tektonik lokal, 60 kali gempa tektonik jauh dan satu kali gempa getaran banjir.
Jumlah kegempaan jenis vulkanik dalam maupun vulkanik dangkal secara umum tercatat mengalami penurunan kurun waktu empat bulan terakhir. Selain itu, data deformasi juga cenderung fluktuatif dengan tren menurun pada periode yang sama.
"Dan data laju emisi SO2 hariannya <250 ton/hari dengan laju emisi tertinggi sekitar 4000 ton/hari terekam pada bulan Januari 2022, dengan tren fluktuatif," tulis Eko.
Berdasar data pengamatan di atas, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menghasilkan enam poin hasil evaluasi.
Secara visual, hembusan gas vulkanik masih sering terjadi dan teramati pada periode 1 Januari – 17 Mei 2022. Sedangkan untuk guguran sesekali juga masih terjadi, namun jarak dan arah luncuran tidak teramati.
Terjadi pertumbuhan kubah lava pada kepundan sebelah tenggara dalam laju rendah. Kondisi ini diindikasikan oleh gempa fasa banyak. Kubah lava masih berpotensi menghasilkan guguran lava atau aliran piroklastik.
Suplai dan migrasi magma dari kedalaman menuju permukaan terindikasi oleh gempa vulkanik dalam jumlah yang berfluktuasi dan relatif rendah. Data RSAM menunjukkan aktivitas vulkanik yang belum menunjukkan adanya perubahan yang signifikan.
Hasil pengukuran deformasi menggunakan metode EDM, tiltmeter dan GPS pada menunjukkan kecenderungan deflasi atau pengurangan tekanan pada tubuh Gunung Sinabung.
Laju emisi SO2 atau pengukuran near real time cenderung fluktuatif dan diduga saat ini berada dalam fase degasing pasif dengan rata-rata harian <250 ton per hari. Laju emisi SO2 pada periode ini diduga masih berkorelasi dengan aktivitas emisi gas vulkanik.
Berdasarkan data pengamatan multi-parameter terkini, dapat disimpulkan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Sinabung saat ini menunjukkan kecenderungan stabil namun potensi letusan atau erupsi masih ada.
Setelah kini berstatus Level II (Waspada), Badan Geologi menyampaikan sejumlah rekomendasi
Pertama, masyarakat maupun wisatawan diimbau tidak melakukan aktivitas di desa-desa yang sudah direlokasi atau radius tiga kilometer dari puncak Gunung Sinabung, serta radius 4,5 kilometer untuk sektor selatan-timur Gunung Sinabung.
Kedua, masyarakat yang berada atau bermukim di dekat aliran sungai-sungai yang berhulu di Gunung Sinabung agar tetap waspada terhadap bahaya lahar.
Ketiga, Pemkab Karo diimbau agar senantiasa berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau Pos Pengamatan Gunung Sinabung dalam memberikan informasi tentang kegiatan.
Keempat, seluruh masyarakat maupun pemerintah daerah, BNPB, BPBD Sumatra Utara, BPBD Karo, dan instansi terkait lainnya diimbau turut memantau perkembangan tingkat aktivitas maupun rekomendasi Gunung Sinabung setiap saat melalui aplikasi MAGMA Indonesia.