Bisnis.com, MEDAN – PT Hanlim Power Indonesia (HPI) telah melaksanakan pra studi kelayakan atau pre feasibility study rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) pada Agustus 2019 lalu.
Hasil pra studi kelayakan tersebut diserahkan Chairman Hanlim Power Coorporation (HPC) asal Korea Selatan (Korsel) Paul Han R Lee yang didampingi Presiden Komisaris PT HPI Aulia Pohan kepada Gubernur Edy Rahmayadi.
“Tentu banyak tindak lanjut yang harus kita kerjakan ke depan. Namun, kalau bisa saya menginginkan groundbreaking bisa terlaksana secepatnya. Kalau bisa lebih cepat kenapa tidak,” ujar Edy, Jumat (15/11/2019).
Edy menyatakan bahwa dirinya akan memberikan dukungan penuh dan memastikan kerja sama pembangunan berjalan lancar. Apalagi, pasokan energi memang sangat krusial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan perwujudan agenda pembangunan Sumut.
“Kami memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke. Kami ingin menarik investor ke sana, namun salah satu kendala agar nantinya kawasan tersebut beroperasi optimal adalah pasokan energi. Makanya saya ingin ini bisa terlaksana secepatnya. Jika ada hambatan dan kendala segera informasikan kepada saya,” jelasnya.
Presiden Komisaris PT HPI Aulia Pohan mengutarakan bahwa dukungan Gubernur memiliki arti penting dalam suksesnya rencana pembangunan PLTGU. “Kami mohon bantuan dari segi regulasi dan lebih kepada political support, khususnya ke pusat nantinya,” tutur Aulia.
Sebelumnya, Chairman HPC Korsel Paul Han R Lee menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang diberikan Gubernur Sumut. Sesuai dengan harapan dan permintaan Gubernur, groundbreaking yang awalnya dikaji dan direncanakan terlaksana pada awal tahun 2021, namun akan diupayakan bisa terlaksana pada akhir tahun 2020.
Mewakili tim pengkaji pra studi kelayakan, Andi Akmal menyampaikan tindak lanjut yang akan segera dilakukan adalah penentuan lokasi defenitif pembangunan di Batubara.
Kemudian, pengajuan amandemen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI. Sehingga, proyek ini masuk dalam rencana umum pengadaan tenaga listrik nasional.
“Penyusunan studi kelayakan yang awalnya seharusnya satu tahun, akan kami percepat menjadi empat bulan, agar groundbreaking bisa terlaksana secepat-cepatnya, sebaik-baiknya, tanpa menabrak rambu-rambu. Mudah-mudahan, 2022 akhir atau 2023 awal, dua kali 800 Megawatt itu sudah akan hidup di Batubara,” jelasnya.