Bisnis.com, MEDAN – Di tengah tren kenaikan harga kopi dunia, ekspor kopi dari Sumatra bagian utara justru mengalami penurunan dalam setengah tahun 2018, baik dari segi volume maupun nilai.
Mengacu pada data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatra Utara, volume ekspor kopi asal Sumatra Utara per Juni 2018 sebesar 3.584,39 ton atau senilai US$22,39 juta.
Dibandingkan dengan Mei 2018 yang mencapai 5.768,49 ton atau US$34,39 juta, realisasi tersebut turun 37,8% (month on month /MoM) dari segi volume atau turun 34,8% dari segi nilai.
Secara tahunan juga tercatat turun 33,4% (year on year) dibandingkan dengan volume ekspor Juni 2017 yang mencapai 5.387,97 ton atau sebesar US$26,64 juta.
Total ekspor komoditas kopi Sumut secara kumulatif Januari – Juni 2018 sebesar 28.276,39 ton atau setara US$149,96 juta.
Apabila digabungkan dengan realisasi ekspor Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) melalui Pelabuhan Belawan per semester I/2018 menjadi 30.511,66 ton atau setara US$163,32 juta.
Baca Juga
Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut Saidul Alam menyatakan seretnya ekspor kopi tersebut akibat turunnya produksi yang terjadi hampir merata di semua wilayah penghasil kopi arabica di Sumut.
“Faktornya karena tidak ada buah. Sebab periode ini sampai Agustus – September memang masa-masa penurunan produksi atau istilahnya trek buah, nanti akan peak lagi pada Oktober,” ujarnya saat berbincang dengan Bisnis, Minggu (5/8/2018).
Alam, begitu dia biasa disapa, menuturkan anomali cuaca dalam beberapa tahun terakhir, di mana periode musim kemarau lebih panjang, membuat produksi kopi Sumut mulai surut sejak pertengahan tahun hingga awal September.
Padahal, curah hujan yang tinggi merupakan prasayarat penting yang menunjang produksi kopi, khususnya dalam masa pematangan buah kopi menjelang masa panen.
“Kendala lainnya belum ada plot khusus lahan mana yang baik untuk tanaman kopi. Harusnya itu yang dikerjakan sekarang, karena banyak yang hanya coba-coba tanam kopi, sehingga penambahan areal tidak signifikan dan produksinya tidak maksimal. Analoginya pada 15 tahun lalu masih dapat 5 kg per pohon sekarang hanya 2 kg per pohon,” ungkapnya.
Turunnya jumlah produksi tersebut, kata dia, perlu menjadi perhatian bersama, antara pelaku usaha dan pemerintah.
Pasalnya, petani yang merasa tidak tercukupi dengan hasil yang didapat dari kopi menjadi tergoda untuk beralih pada tanaman lain seperti jeruk. Hal ini sudah mulai terjadi di kawasan Sidikalang, Dairi, yang sudah lama terkenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi arabica.
Di tengah sejumlah kendala domestik tersebut, menurut Alam, ekspor kopi Sumut juga memiliki tantangan dari segi global, terutama faktor harga.
Tren kenaikan harga kopi arabica di pasar global membuat kopi asal Sumut ada di level yang tertinggi. Eksportir kopi patut mengantisipasi risiko para importir di pasar tujuan mulai mencari kopi yang lebih murah.
“Harga kopi Sumut yang tertinggi sekarang, sekitar US$5.4 – US$5.5 per kg. Namanya pedagang di mana pun akan cari source yang termurah, makanya pelanggan-pelanggan kami sudah mulai kurangi pasokan dan mereka cari substitusi dari negara lain seperti arabica dari Brazil yang punya produksi 3 kali lipat dari kita,” ujarnya.
Oleh karena itu, imbuh Alam, AEKI bersama pemerintah mencari pasar-pasar baru di luar pasar utama.
Ekspor kopi Sumut masih mayoritas diserap pasar Amerika, Eropa dan Jepang dan sebagian kecil dipasok ke Korea. Selain itu, eksportir kopi juga mulai menjajaki peluang ekspor ke negara yang prospektif seperti Rusia dan kawasan Timur Tengah, kendati belum dilakukan secara masif.
“Selain itu, penyerapan kopi di dalam negeri juga trennya terus meningkat sejalan dengan pasar kopi domestik terus bertumbuh beberapa tahun terakhir.”
Ekspor kopi sebagai salah satu produk unggulan diharapkan dapat terus meningkat. Angka ekspor kopi dari Sumut cenderung fluktuatif di kisaran 60.000 ton.
Sepanjang 2017 lalu, jumlah ekspor kopi Sumut dan NAD melalui Belawan mencapai 67.573,24 ton atau setara US$338,59 juta. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 65.214,85 ton atau senilai US$326,65 juta.