Bisnis.com, PEKANBARU -- Kalangan pengusaha pariwisata anggota Association of The Indonesia Tour and Travel Agencies, Asita, mendorong penerapan perda muatan lokal Budaya Melayu di bandara tidak cuma bahasa, tapi juga nuansanya harus terasa.
Ketua Asita Riau Dede Firmansyah mengatakan penggunaan Bahasa Melayu sebagai pengantar informasi di bandara Pekanbaru patut diapresiasi.
"Kami apresiasi rencana penggunaan Bahasa Melayu di bandara, tetapi kalau bisa tidak cuma itu, harusnya nuansa Melayu juga terasa saat berada di sana terutama di terminal kedatangan," katanya kepada Bisnis, Rabu (18/4/2018).
Nuansa Melayu yang dimaksud Dede misalnya ada ornamen yang menunjukkan ciri Melayu, tulisan, hingga asesoris yang dekat dengan budaya itu seperti tanjak, atau ikat kepala pria khas Melayu.
Lalu untuk memaksimalkan nuansa itu, pemda bisa menugaskan para Bujang Dara, hasil pemilihan putra-putri unggulan daerah, untuk dapat menjadi duta budaya Melayu.
Dede menyebut bujang dara itu nantinya bisa ditugaskan saat akhir pekan ketika kunjungan wisatawan cukup ramai.
Baca Juga
"Jadi bujang dara bisa ditugaskan di bandara, dengan memakai baju Melayu, bahasanya juga, bisa nanti dia memakaikan kalung atau tanjak kepada tamu wisatawan yang datang," katanya.
Sebelumnya Pemprov Riau menyatakan pihaknya akan melakukan uji coba penggunaan Bahasa Melayu di Bandara Sultan Syarif Kasim II pada 2 Mei mendatang.
Asisten I Bidang Pemerintahan Setdaprov Riau Ahmad Syah Harrofie mengatakan penggunaan Bahasa Melayu di tempat umum seperti bandara, pelabuhan, dan terminal, masuk dalam kategori muatan lokal Budaya Melayu nonpendidikan.
"Rencananya uji coba Perda muatan lokal Budaya Melayu nonpendidikan dimulai 2 Mei nanti, salah satunya di Bandara Pekanbaru," katanya.
Ahmad menyebut Bahasa Melayu akan digunakan di bagian informasi bandara, yang selama ini menerapkan dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Dengan begitu akan ada tiga bahasa yang dipakai sebagai pengantar informasi kepada pengunjung.