Bisnis.com, MEDAN - Kementerian meminta komitmen Pemda yang memiliki destinasi wisata prioritas di Tanah Air menggenjot pariwisata daerahnya dengan memfokuskan satuan kerja, pembuatan rencana induk serta legalitas lahan.
Komang Mahawira, Deputy Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar mengungkapkan, secara prinsip Kemenpar meminta komitmen Pemda pada kepastian penanaman modal.
"Dalam setiap kesempatan kami meminta komitmen CEO, dalam hal ini adalah kepala daerah kabupaten dan kota," ujarnya di sela-sela Forum Pariwisata yang digelar Kemenpar dan Harian Kompas di Medan, Kamis (23/11/2017).
Dia memaparkan, paradigma pariwisata di Indonesia sudah berubah yang mana salah satunya adalah masalah regulasi. Saat ini sudah tidak ada lagi pengurusan perizinan pada usaha kepariwisataan, hanya ada pendaftaran usaha.
Hal itu sudah berlaku sejak 2009, yakni dengan terbitnya UU Nomor 10/2009. Sejak aturan itu terbit, kabupaten dan kota sudah tidak ada lagi yang memberlakukan perizinan di bidang kepariwisataan, semuanya sudah menerapkan TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata).
Karena itu, komitmen yang dia maksud bukan terkait dengan kemudahan perizinan, melainkan kepastian penanaman modal. Kemenpar menilai komitmen Pemda terkait dengan hal itu sudah di atas 50%, tetapi belum cukup memaksimalkan dorongan peningkatan penanaman modal untuk pariwisata nasional yang pada 2019 ditarget dapat menyedot 20 juta wisatawan asing.
Terutama bagi daerah-daerah yang memiliki destinasi wisata prioritas. Pada 2016, Kemenpar menetapkan 10 destinasi pariwisata prioritas nasional. Yakni Candi Borobudur, Danau Toba, Bromo Tengger Semeru, Pulau Komodo, Pulau Seribu, Tanjung Kelayang, Mandalika, Wakatobi, Morotai dan Tanjung Lesung.
Komitmen tersebut, lanjutnya, diukur dari tiga hal utama. Pertama adalah fokus institusi satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kemenpar meyakini bahwa Pemda yang belum membentuk SKPD khusus, seperti Dinas Pariwisata, belum mengutamakan sektor kepariwisataan.
"Kalau Dinas Pariwisata masih digabung dengan bidang lain, itu komitmennya belum begitu besar. Dan kalau kabupaten atau kota sudah punya Dinas Pariwisata, tanpa bidang lain, berarti komitmennya tinggi."
Bila diukur dari aspek ini, memang belum seluruh Pemda yang memiliki destinasi pariwisata prioritas tersebut membentuk SKPD, secara tersendiri. Pemkot Magelang misalnya, meskipun memiliki obyek yang menjadi satu dari tujuh keajaiban di dunia, Candi Borobudur, hingga kini masih menggabungkannya dalam Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata.
Indikator selanjutnya adalah ketetapan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA). Bila ada daerah yang menjadi destinasi wisata prioritas, belum memiliki RIPPDA, dia meyakini daerah tersebut tidak memiliki kepastian terhadap penanaman modal di sektor pariwisata.
"Yang ketiga adalah kepastian legalitas lahan untuk pariwisata. Apakah sertifikat lahan yang dialokasikan untuk pariwisata, sudah jelas atau belum?
Sektor kepariwisataan, kata dia, sebenarnya urusan Pemerintah Pusat yang diserahkan ke kabupaten dan kota. Namun jika Pemda tidak berkomitmen, maka pariwisata akan sulit dikembangkan karena obyeknya berada di daerah.
Lebih jauh dia mengatakan bahwa saat ini Kemenpar sedang melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua regulasi yang terkait dengan pariwisata. Regulasi yang dinilai memberatkan para investor dievaluasi untuk disederhanakan guna menciptakan kemudahan dan iklim investasi yang lebih kondusif.
"Kami sedang menginventarisasi regulasi-regulasi tersebut sehingga kami belum bisa menyebutkan berapa jumlahnya."
Evaluasi tersebut dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri dari seluruh pemangku kepentingan terkait ditambah dengan unsur-unsur Kemenpar. Tim akan memberi penilaian regulasi mana saja yang menghambat agar investasi lebih mudah masuk.
"Tim evaluasi ditargetkan selesai bekerja pada akhir tahun ini."
Selain evaluasi regulasi, Kemenpar juga sedang menyiapkan regulasi-regulasi baru yang berkaitan dengan 10 destinasi prioritas. Regulasi tersebut dibutuhkan karena pengembangan destinasi prioritas akan memakan investasi yang sangat besar, yakni sekitar US$20 juta.
Kemudian pada 6 sampai 7 Desember 2017 Kemenpar juga akan mengadakan Rakornas Pariwisata keempat yang mana dalam satu tahun, Kemenpar mengadakan Rakornas sebanyak empat kali. Rakornas kali ini salah satunya beragendakan penandatanganan MoU dengan Kapolri terkait dengan pengamanan destinasi wisata.
"Di tingkat Pusat dengan Kapolri, di tingkat daerah dengan Kapolres."
Kerja sama tersebut sangat dibutuhkan karena secara umum, keamanan menjadi faktor utama yang paling memengaruhi kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.
Di samping itu, Gubernur Sumatera Utara Erry Nuradi juga meminta kabupaten/kota di provinsinya menggelar kegiatan wisata dan budaya untuk menarik kunjungan wisatawan. Hal itu karena kunci keberhasilan pengembangan pariwisata adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan (event) wisata.
"Pemprov Sumut sudah membuat program yaitu memberikan stimulus kepada Pemkab/Pemko agar event berjalan dengan baik."
Seperti dengan menggelar Pesta Budaya Pantai Timur pada tahun ini. Jika selama ini hanya event festival Danau Toba yang dikenal, kata dia, mulai tahun ini Sumut sudah melaksanakan berbagai event.
Di antaranya pesta budaya Pantai Timur dan tahun depan akan diadakan Pesta Budaya Pantai Barat serta Pesta Budaya Yaahowu di Nias.