Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menaikkan dana kredit minimal yang harus disalurkan oleh seluruh bank di Tanah Air, dari 15% menjadi 20%.
Menurut Direktur Pengembangan UMKM Bank Indonesia Yunita Resmi Sari, ketentuan tersebut untuk meningkatkan dorongan perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bank Sentral telah memberlakukan kewajiban alokasi kredit UMKM kepada perbankan sejak 2015, tetapi belum sebesar seperti yang akan diterapkan pada 2018 sebesar 20%. Pada 2015, BI mewajibkan alokasi kredit UMKM sebesar 5%, pada 2016 sebesar 10% dan 15% di 2017.
Jika perbankan tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia akan memberikan peringatan dan sanksi berupa pengurangan jasa giro. Sedangkan perbankan yang telah memenuhi akan diberikan penghargaan serta publikasi keberhasilan yang dicapainya.
Bank Sentral memaklumi masih rendahnya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM akibat kekhawatiran terjadinya kredit bermasalah (Nett Performing Loan). Pelaku UMKM merupakan golongan debitur yang sering dinilai sangat berisiko mengalami kredit macet.
"Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, penyaluran kredit UMKM Indonesia masih sebesar 7,1% terhadap GDP (Gross Domestic Product) sehingga masih tergolong rendah," ungkapknya pada salah satu sesi materi Pelatihan Wartawan Daerah yang digelar Bank Indonesia di Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Angka itu jomplang dengan rata-rata pembiayaan UMKM oleh bank di Asia yang memiliki rasio 11,6% terhadap GDP dan 18,7% terhadap total pembiayaan.
Selain Indonesia, rendahnya penyaluran kredit UMKM juga terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara, yakni Kamboja, Thailand dan Malaysia. Meskipun begitu, angka NPL kredit UMKM di negara-negara tersebut masih lebih baik dari Indonesia.
Kondisi itu dirasakannya cukup memprihatinkan karena sekitar 58% lebih sektor usaha di Tanah Air ditopang oleh UMKM dan berkontribusi hingga 57,5% terhadap PDB Indonesia. Ditambah lagi fakta bahwa 97% tenaga kerja di Indonesia diserap oleh 99,9% unit bisnis yang tergolong UMKM.