Bisnis.com, MEDAN - Beberapa Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Tambang dan Penyelamatan Hutan Dairi-Pakpak Bharat memersoalkan kegiatan pertambangan PT Dairi Prima Mineral.
Khairul Bukhari, Manager Advokasi Walhi Sumut mengungkapkan koalisi telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang salah satunya adalah pembatalan izin pertambangan PT Dairi Prima Mineral (DPM).
"Pertama, kami meminta Presiden Joko Widodo agar meninjau ulang dan membatalkan operasi pertambangan PT DPM seluas 27.420 hektare," ungkapnya, Rabu (29/3/2017).
Dari data yang diperoleh Bisnis, pada 19 Januari 1998 PT DPM mendapatkan Keppres bernomor B 53/PRES/1998 yang merupakan Kontrak Karya generasi ketujuh dengan KW: 99 PL 0071. Perusahaan ini menerima wilayah konsesi seluas 27.420 hektare dengan bahan galian Emas dan mineral lainnya.
Konsesi lahan terdiri dari Hutan Lindung (16.050 ha), Hutan Produksi Terbatas (7.480 ha), Areal Masyarakat (3.890 ha), Areal Pakpak Bharat (972 ha) dan Areal Aceh Singkil (188 ha). Namun, penerbitan berbagai perizinan dinilai berlangsung tidak transparan, tanpa ada sosialisasi kepada masrakat.
Menurut dia, operasional PT DPM telah berdampak pada 13 desa dengan rusaknya sumber daya alam dan kesehatan manusia jangka panjang. Dikatakan, meskipun izin PT DPM telah terbit sejak 1998, tetapi perusahaan belum melakukan kegiatan eksploitasi hingga kini.
Koalisi meyakini perusahaan ini tidak mampu menjalankan perizinan dan memberikan keresahan terhadap warga karena eksplorasi timah hitam, seng dan perak memberikan dampak buruk kepada warga sekitar kawasan pertambangan.
Padahal, dari penghitungan koalisi, kegiatan pertanian di 13 desa sekitar, sebelumnya mampu berkontribusi setidaknya Rp16,8 miliar terhadap pendapatan daerah per tahun.