Bisnis.com, PEKANBARU — Badan Pusat Statistik Provinsi Riau menyatakan daerah itu mengalami inflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 0,68% pada Maret 2025. Kenaikan harga terutama dipicu oleh kelompok perawatan pribadi serta makanan dan minuman.
Kepala BPS Riau Asep Riyadi menjelaskan inflasi tersebut dihitung dari pemantauan harga di empat kota IHK di Riau. Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat naik dari 107,17 pada Maret 2024 menjadi 107,90 pada Maret 2025.
"Untuk inflasi bulanan (month-to-month/m-to-m) tercatat sebesar 1,39%, sementara inflasi sejak awal tahun (year-to-date/y-to-d) mencapai 0,86%. Ini menunjukkan adanya tekanan inflasi dari pergerakan harga berbagai komoditas," ujarnya, Selasa (8/4/2025).
Dia menguraikan delapan kelompok pengeluaran tercatat mengalami kenaikan harga, dengan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mencatatkan peningkatan tertinggi sebesar 9,75%.
Disusul kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran (3,25%), kesehatan (1,92%), pendidikan (1,17%), transportasi (1,12%), pakaian dan alas kaki (0,64%), rekreasi dan budaya (0,33%), serta makanan, minuman, dan tembakau (0,03%).
Tiga kelompok pengeluaran mengalami deflasi, yakni perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (-4,44%), informasi dan komunikasi (-0,25%), serta perlengkapan rumah tangga (-0,08%).
Baca Juga
Komoditas yang paling memicu inflasi tahunan antara lain emas perhiasan, sigaret kretek mesin, minyak goreng, beras, nasi lauk, ikan serai, mobil, udang basah, daging ayam ras, dan sepeda motor. Sementara komoditas penyumbang deflasi y-on-y mencakup cabai merah, tarif listrik, ayam hidup, tomat, jengkol, dan bawang merah.
Untuk inflasi bulanan, komoditas yang memicu kenaikan harga meliputi tarif listrik, kentang, emas perhiasan, daging ayam ras, ikan serai, dan udang basah. Adapun komoditas penyebab penurunan harga m-to-m antara lain cabai merah, cabai rawit, dan angkutan udara.
Secara kontribusi, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menyumbang inflasi y-on-y sebesar 0,66%, diikuti kelompok restoran (0,33%) dan transportasi (0,14%). Sebaliknya, deflasi terbesar berasal dari kelompok perumahan dan utilitas yang memberikan kontribusi negatif sebesar 0,60%.
Asep menegaskan dinamika harga ini penting untuk terus diperhatikan sebagai bagian dari pemantauan kondisi ekonomi daerah.
"Kenaikan harga memang terjadi, namun ini mencerminkan adanya pergerakan ekonomi. Data yang kami sajikan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang tepat," pungkasnya.