Bisnis.com, BATAM - Kebijakan efisiensi anggaran belanja pemerintah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dinilai akan berdampak pada perlambatan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), khususnya di sektor pariwisata.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid mengatakan tujuan dari kebijakan tersebut sebenarnya kontradiktif dengan tujuan pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
"Salah satu pemacu pertumbuhan ekonomi itu adalah belanja pemerintah. Maka ketika pemerintah melakukan efisiensi, akan berdampak pada terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi," kata Rafki, Jumat (7/2/2025).
Selain itu, belanja pemerintah biasanya akan memiliki efek berantai. Sehingga ketika anggaran dipangkas, maka efek tersebut juga akan mengecil.
"Akan banyak usaha yang terpengaruh dengan efisiensi anggaran pemerintah ini. Khususnya yang berhubungan dengan parwisata, seperti perhotelan dan transportasi. Akan banyak juga usaha menengah ke bawah yang akan terdampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah ini," katanya lagi.
Menurut Rafki, jika ingin menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, pemerintah tidak melakukan efisiensi. Justru defisit anggaran yang harus dilebarkan agar pertumbuhan ekonomi bisa terpicu tinggi. Kalau efisiensi anggaran, berkebalikan dengan keinginan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi.
Baca Juga
"Kita berharap kebijakan ini, tidak begitu besar dampaknya yang bisa memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) baru. Kita tahu kondisi ekonomi global saat ini juga sedang berat. Ketika dihantam lagi kebijakan pemerintah yang bisa menekan permintaan pasar domestik seperti ini, tentunya akan berdampak pada PHK," tegasnya.
Terpisah, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kepri, Yeyen Heryawan mengatakan efisiensi anggaran termasuk pengurangan anggaran untuk kegiatan seremonial dan perjalanan dinas tentu berdampak signifikan pada dunia perhotelan di Kepri.
"Jika pembatasan belanja daerah mencakup pengurangan kegiatan yang membutuhkan akomodasi dan fasilitas pertemuan, maka hotel-hotel yang mengandalkan pendapatan dari segmen ini akan mengalami penurunan permintaan," ungkapnya.
Menurut Yeyen, hotel-hotel di Batam dan Lagoi Bintan mungkin akan sedikit terpengaruh dengan kebijakan ini. Pasalnya segmen market hotel di Batam lebih luas karena terdapat banyak wisatawan mancanegara (wisman) dan perusahaan swasta, begitu juga dengan di Lagoi.
"Pemerintah daerah pasti akan mengubah kegiatan mereka, misalnya alokasi dana untuk akomodasi hotel bisa dipotong, dan hal ini memaksa hotel untuk penyesuaian strategis menarik pasar potensial lainnya," ungkapnya.
Jika kebijakan ini berlaku dalam jangka panjang, maka hotel-hotel ang tidak memiliki diversifikasi pasar atau segmentasi yang cukup kuat, mungkin akan merasa kesulitan untuk bertahan.
"Mereka perlu mencari pasar alternatif seperti bisnis wisata atau perusahaan swasta untuk mengimbangi kerugian dari pemotongan anggaran pemerintah," ungkapnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Kepri pada bulan Desember 2024 rata-rata 59,92% atau naik 1,94 poin dibanding TPK November 2024 yang tercatat sebesar 57,98%.
Rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu Indonesia pada hotel berbintang di Kepri pada bulan Desember 2024 tercatat sebesar 1,73 hari atau turun 0,13 poin dibanding dengan bulan November 2024.(K65)