Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatra Barat mencatat kinerja APBN di wilayah Sumbar hingga akhir November 2024 membukukan pertumbuhan positif baik di sisi pendapatan maupun belanja.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumbar Syukriah HG menjelaskan untuk sisi total pendapatan negara yang telah dipungut di wilayah Sumbar adalah sebesar Rp7,49 triliun atau naik sebesar 3,36% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
"Kemudian adapun total belanja negara yang telah direalisasikan mencapai Rp30,48 triliun atau naik sebesar 9,90%," katanya, Jumat (20/12/2024).
Dia menyebutkan selisih pendapatan dan belanja tersebut menghasilkan defisit regional sebesar Rp22,99 triliun, yang mana meningkat 12,21% dibandingkan tahun lalu.
Lalu bila melihat realisasi pendapatan negara di wilayah Sumbar per 30 November 2024 mencapai 84,18% dari target APBN tahun 2024.
Secara komposisi, kata Syukriah, pendapatan negara didominasi oleh penerimaan perpajakan yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan porsi 77,65%, sedangkan sisanya sebesar 22,35% berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp5,82 triliun atau 78,89% dari target," ujarnya.
Menurutnya meskipun persentase realisasi masih belum optimal, penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 1,79% dibandingkan tahun lalu, yang utamanya didorong oleh kenaikan setoran penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea keluar.
Selanjutnya untuk PPN tumbuh sebesar 10,35% dengan realisasi mencapai Rp1,75 triliun. Setelah mencatatkan kinerja negatif sepanjang tahun 2024, bea keluar akhirnya kembali tumbuh positif 10,86% dengan realisasi sebesar Rp563,27 miliar.
"Hal ini seiring dengan recovery ekspor komoditas crude palm oil (CPO) dan produk turunannya melalui Pelabuhan Teluk Bayur yang melonjak tajam dalam dua bulan terakhir," jelasnya.
Sedangkan untuk bea masuk tumbuh 36,63% yang didorong oleh impor beras sebanyak 54.362 ton sepanjang tahun 2024. Sementara itu, pajak penghasilan (PPh) mengalami kontraksi sebesar 3,95% akibat penurunan setoran PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25/29 Badan. Adapun realisasi PPh hingga akhir November 2024 mencapai Rp3,25 triliun, yang menjadikannya penyumbang terbesar sektor perpajakan di Sumbar.
Dikatakannya kinerja PNBP per November 2024 berhasil melampaui target dengan pertumbuhan sebesar 9,17% dari tahun lalu. Dimana total PNBP yang telah dipungut Pemerintah Pusat di Sumbar mencapai Rp1,67 triliun atau sebesar 109,72% dari target.
Pertumbuhan PNBP ditopang oleh kenaikan setoran penerimaan jasa layanan pendidikan, seiring dengan penetapan beberapa perguruan tinggi menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
Selain itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) berhasil memungut PNBP sebesar Rp13,45 miliar (86,52% dari target), dengan rincian sumber pendapatan dari pengelolaan BMN sebesar Rp9,98 miliar, pengelolaan piutang negara sebesar Rp29,67 juta, dan pelayanan lelang sebesar Rp3,44 miliar.
"Belanja negara yang telah direalisasikan di wilayah Sumbar sampai dengan 30 November 2024 adalah Rp30,48 triliun atau mencapai 88,93% dari alokasi pagu APBN 2024," ucap dia.
Syukriah menjelaskan belanja negara terbagi menjadi dua komponen utama, yaitu belanja pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh kantor-kantor vertikal Kementerian/Lembaga di wilayah Sumbar, serta Transfer Ke Daerah (TKD) yang disalurkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Sumbar.
"Belanja pemerintah pusat mencapai Rp10,77 triliun atau terealisasi 79,82% dari pagu anggaran tahun 2024," jelasnya.
Menurutnya nilai tersebut meningkat 11,93% dibandingkan tahun lalu, yang didorong oleh peningkatan di hampir seluruh komponen belanja. Realisasi Belanja Pegawai selalu meningkat dalam 5 tahun terakhir, bahkan melonjak cukup signifikan pada tahun 2024 (tumbuh 15,27%).
Hal ini disebabkan oleh kenaikan gaji ASN dan pengangkatan P3K baru. Belanja Barang tumbuh sebesar 15,47% dari tahun lalu. Realisasi tahun 2024 didominasi oleh Belanja Barang Non-Operasional sebesar Rp1,06 triliun (tumbuh 53,09%) dan Belanja Barang BLU sebesar Rp892,73 miliar (tumbuh 22,06%).
Belanja Modal selalu menurun dalam 5 tahun terakhir, termasuk di tahun 2024 (turun 8,54%). Penurunan tahun ini terutama disebabkan oleh berkurangnya alokasi untuk belanja jalan, irigasi, dan jaringan.
"Kemudian, penyaluran TKD sampai dengan akhir November 2024 mencapai Rp19,72 triliun atau 94,83% dari alokasi pagu 2024," sebutnya.
Syukriah menjelaskan penyaluran TKD mengalami peningkatan sebesar 8,82% dibandingkan tahun sebelumnya, yang didorong oleh realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang bertambah Rp1,53 triliun.
Dimana untuk DAU juga memberi kontribusi terbesar terhadap nilai realisasi keseluruhan TKD dengan porsi sebesar 69,54% atau sebesar Rp13,71 triliun.
"Kalau untuk kinerja DAK fisik masih belum memuaskan," tegasnya.
Secara persentase, pertumbuhan komponen TKD tertinggi terdapat pada Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik 19,30% dibandingkan realisasi tahun lalu, sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik menjadi satu-satunya dana transfer yang mengalami penurunan sebesar 21,22%.
Selain itu, DAK Fisik juga mencatatkan persentase penyaluran terendah, yakni baru 73,95% dari total alokasi pagu, atau terealisasi Rp833,06 miliar. Realisasi terendah DAK Fisik terdapat pada Pemda Kota Pariaman sebesar 54,66%, sedangkan realisasi tertinggi terdapat pada Pemda Kabupaten Sijunjung sebesar 93,39%.
Sementara itu, komponen TKD dengan realisasi tertinggi adalah Dana Desa sebesar 99,72% dari pagu. Pemda Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi satu-satunya yang belum 100% merealisasikan Dana Desa, yaitu 93,66% dari pagu.
"Dana Desa telah disalurkan sebanyak Rp1,05 triliun kepada 1.035 nagari/desa di Sumbar," sebutnya.
Dana Insentif Fiskal merupakan komponen TKD dengan nominal realisasi terkecil di Sumbar, yaitu senilai Rp225,18 miliar. Insentif Fiskal diberikan oleh Pemerintah Pusat sebagai bentuk penghargaan atas pencapaian kinerja Pemerintah Daerah.
Untuk Kabupaten Padang Pariaman merupakan penerima alokasi insentif terbesar yakni Rp27,83 miliar, namun terdapat tiga pemda yang tidak berhasil mendapatkan alokasi insentif yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Pariaman.
"Pendapatan dari Dana Transfer berkontribusi sebesar 79,63% terhadap total pendapatan daerah, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 20,30%," ungkapnya.
Syukriah menyampaikan hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan dana dari pemerintah pusat melalui TKD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan Pemda di Sumbar.
Di samping itu, belanja pegawai masih menjadi komponen terbesar dari realisasi APBD yakni sebesar 49,77% dari total Belanja Daerah per 30 November 2024. Kondisi ini harus segera mendapat perhatian, mengingat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengatur bahwa Pemda wajib mengalokasikan Belanja Pegawai (di luar tunjangan guru) maksimal 30% dari APBD.