Bisnis.com, BATAM - Kinerja perdagangan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Agustus 2024 mencatatkan surplus. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri ekspor naik 3,40% dari Juli 2024, sedangkan impor turun 6,60%.
Secara angka, ekspor Kepri sebesar US$1.699,85 juta, sedangkan nilai impor sebesar US$1.419,04. Dengan kata lain, terdapat surplus sebesar US$280,81 juta atau setara Rp4,38 triliun
Kepala BPS Kepri, Margaretha Ari Anggorowati mengatakan nilai ekspor Kepri per Agustus 2024 tumbuh positif. "Kenaikannya 3,40%, di mana ekspor Kepri didominasi ekspor nonmigas yang berkontribusi sebesar 82,36%. Sedangkan ekspor migas sebesar 17,64%," katanya Rabu (9/10/2024).
Margaretha kemudian memaparkan ekspor migas Agustus 2024 sebesar US 237,68 juta atau naik 14,64% dari Juli 2024, sedangkan ekspor nonmigas sebesar US$1.462,16 juta atau naik 1,78%.
Mesin peralatan listrik menjadi barang ekspor nonmigas terbesar yang diekspor ke luar negeri. Nilainya sepanjang Januari-Agustus 2024 sebesar US$4.662,28 juta, disusul benda dari besi dan baja sebesar US$1.706,39 juta.
"Selama Januari-Agustus 2024, Amerika menjadi negara tujuan ekspor terbesar nonmigas mencapai US$2.656,56 juta. Peranannya sebesar 25,55%," katanya lagi.
Baca Juga
Singapura yang biasanya jadi tujuan ekspor terbesar Kepri berada di peringkat kedua. Nilai ekspornya mencapai US$2.204,71 juta, dengan peranannya sebesar 21,20%. Selanjutnya Australia dengan nilai ekspor US$1.176,40 juta dengan kontribusinya sebesar 11,31%.
Selanjutnya mengenai impor Kepri yang turun 1,73% disebabkan penurunan impor migas dan nonmigas Kepri. Impor migas Agustus 2024 sebesar US$168,81 juta atau turun 11,55%, sedangkan impor nonmigas sebesar US$1.250,23 juta atau turun 5,89%.
"Negara importir terbesar yakni China, di mana impor nonmigas sebesar US$429,46 juta atau turun 8% dari Juli 2024. Begitu juga dengan Singapura yang jadi importir utama produk migas, di mana Agustus 2024 sebesar US$86,72 juta atau turun 18,85%," ungkapnya.
Terpisah, Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Tjaw Hioeng mengatakan kinerja ekspor-impor Kepri terus menunjukkan pertumbuhan positif.
"Ini artinya kinerja perdagangan Kepri surplus atau tidak defisit. Dengan kata lain, industri supply chain dalam negeri mulai terbentuk," ungkapnya.
Untuk benar-benar mengurangi ketergantungan dari impor, Tjaw menilai masih membutuhkan waktu yang cukup panjang. "Ini tak bisa setahun atau dua tahun, karena harus benar-benar dibenahi dulu iklim investasi dalam negeri," paparnya.
Menurut Tjaw, saat ini di Batam industri energi baru dan terbarukan (EBT) tengah berkembang. Namun, iklim yang mendukung supply chain dari EBT masih belum terbentuk secara solid di dalam negeri.
"Kita butuh industri front end yang menopang industri EBT. Sebagai contoh, iklim EBT di Batam sudah terbentuk dan bahkan mulai ada produksi. Tapi untuk sejumlah produksi seperti solar PV, komponennya masih banyak diimpor dari luar negeri," pungkasnya.