Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Tanaman Padi di Sumbar Patut Mencoba Teknologi Digital Farming

Sumbar bisa berkaca pada langkah yang diambil oleh Pemprov Jawa Tengah.
Seorang petani menunjukan hasil pemantauan kondisi bertani melalui aplikasi yang terkoneksi dengan digital farming di hamparan pertanian di Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (4/9/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra
Seorang petani menunjukan hasil pemantauan kondisi bertani melalui aplikasi yang terkoneksi dengan digital farming di hamparan pertanian di Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (4/9/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG - Bank Indonesia mencatatkan masih ada wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatra Barat yang memiliki produksi padi 2 ton per hektar.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar M. Abdul Majid Ikram mengatakan produksi 2 ton per hektar itu terbilang jumlah yang sangat sedikit, dan seharusnya Pemerintah Provinsi Sumbar mengambil langkah agar produktivitas padi bisa meningkat.

"Padi menjadi komoditas pangan yang utama bagi masyarakat Sumbar. Sudah seharusnya produksi padi ditingkatkan, jika bisa per hektar itu di atas 5 ton produksinya," kata Majid, Rabu (11/9/2024).

Dia menyebutkan bicara soal produktivitas padi, Sumbar bisa berkaca pada langkah yang diambil oleh Pemprov Jawa Tengah. Di sana ada menerapkan teknologi di sektor pertaniannya yakni digital farming.

"Contoh sudah ada di Jateng, sekarang bagaimana Pemprov Sumbar mampu untuk bergerak mengambil kebijakan meningkatkan produktivitas padi itu. Kami dari BI tentu akan turut membantu dan bersinergi dengan pemerintah daerah," ujarnya.

Majid menceritakan dampak dari petani di Jateng yang telah menerapkan digital farming itu, dari produksi padi 5 ton per hektar, kini sudah naik menjadi dari 7 ton dan bahkan ada 9 ton per hektarnya.

Hal ini dikarenakan peran dari teknologi digital farming itu, dapat membantu petani memberikan informasi tentang kondisi unsur tanah, air, udara, atau cuaca secara umum.

Dengan adanya informasi yang diberikan melalui digital farming itu, petani bisa mengambil keputusan kapan waktu dan kondisi yang pas untuk memulai masa tanam.

"Bila hal serupa di Jateng diterapkan ke sektor petani padi nya di 19 kabupaten dan kota di Sumbar, berkemungkinan besar bisa meningkatkan produktivitas padi," sebutnya.

Untuk itu, Majid mendorong Pemprov Sumbar bisa bergerak cepat untuk menerapkan keberhasilan di Jateng ke petani yang ada di Sumbar.

Di satu sisi, bila produktivitas padi meningkat, tidak hanya menjamin ketersediaan beras aman di Sumbar, tapi juga bisa berdampak kepada kesejahteraan petani.

"Ya, silahkan kepala daerah di kabupaten dan kota mengambil kebijakan, dan kami dengan senang hati ikut bersinergi," ucapnya.

Kepala Tim Implementasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumbar, Lukman Hakim menambahkan saat ini penerapan digital farming sebenarnya telah diterapkan di sektor pertanian di Sumbar.

"Digital farming sudah ada, tapi untuk tanaman hortikultura, bukan tanaman padi. Jadi untuk padi belum ada penerapan untuk tanaman padi, padahal kami melihat ada daerah di Sumbar yang produksi padinya malah 2 ton per hektar," ucapnya.

Lukman menjelaskan digital farming yang telah diterapkan ke tanaman holtikultura itu di kawasan pertanian di Payakumbuh dan di Kabupaten Solok.

"Baru dua bulan ini terpasang digital farming. Bagaimana hasilnya, kami akan memantaunya satu bulan sekali," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengakui ada satu daerah di Sumbar yang memiliki produksi padi 2 ton hingga 2,5 ton per hektarnya yakni di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

"Di Mentawai itu termasuk daerah baru menanam padi. Karena disana lebih banyak bertanam sagu ketimbang padi. Sekarang tengah kami upayakan agar lahan yang ada di Mentawai bisa dikelola untuk ditanami padi," ujarnya.

Ferdinal menjelaskan secara umum rata-rata produksi padi di Sumbar itu sebanyak 5 ton per hektar, dan jumlah itu dapatkan kategori normal, tidak rendah dan tidak pula tinggi.

"Produksi 5 ton per hektar itu masih normal," tegasnya.

Menurutnya Pemprov Sumbar telah melakukan upaya lain yang melibatkan perguruan tinggi untuk mendorong peningkatan produktivitas padi, tapi hasilnya maksimal produksi padi di Sumbar masih sebesar 5 ton per hektar.

Dia melihat soal penerapan teknologi di sektor pertanian di Sumbar, sebenarnya telah ada di Solok dan Tanah Datar yakni smart farming, tapi bukan untuk tanaman padi, namun tanaman hortikultura.

"Kalau di Solok itu smart farming soal pembibitan kentang sudah dimulai tahun 2022. Lalu di Tanah Datar untuk cabai merah dan buah melon. Hasilnya, produksi memang bagus, kalau untuk padi memang belum ada di coba," ungkapnya.

Ferdinal melihat dari kondisi lahan sawah yang ada di Sumbar seluruhnya menanam varietas padi perah seperti IR 42, Anak Daro, Sokan dan lainnya itu, masa tanamnya cukup berusia lama, bahkan bisa mencapai 4 bulan dari masa tanam ke masa panen.

"Kalau dihitung per tahun, artinya indeks pertanaman (IP) di Sumbar itu 3 kali per tahunnya," jelasnya.

Bila dibandingkan dengan padi varietas Jawa yakni untuk beras pulen, maka padi di Jawa lebih cepat, untuk IP bisa 4 kali selama satu tahun, dimana musim panen per 3 bulan sekali.

"Sekarang kami juga mencari cara, supaya bisa ada bibit padi yang memiliki masa panennya per 3 bulan dengan varietas beras perah," kata dia.

Ferdinal berpendapat persoalan produktivitas padi di Sumbar itu, perlu meningkatkannya IP. Namun jika didukung melalui teknologi seperti digital farming, makan sebuah hal yang perlu diterapkan, sehingga dapat berperan dalam mendukung produktivitas.

"Melihat kondisi di Jateng telah ada buktinya, terkait hal ini kami di Pemprov Sumbar tentu akan membahas lebih lanjut bersama gubernur," tegasnya.

Melihat dari data Dinas Pangan Sumbar 2024, produksi padi gabah kering giling (GKG) di Sumbar yang mencapai 1,5 juta ton rata-rata per tahun atau dikonversi ke beras menjadi sebanyak 891 ribu ton.

Dari jumlah produksi itu kebutuhan beras di Sumbar 691 ribu ton per tahun. Artinya ketersediaan beras di Sumbar surplus sebesar 98 ribu ton per tahunnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper