Bisnis.com, PEKANBARU-- Pemerintah Provinsi Riau, di bawah kepemimpinan Penjabat Gubernur SF Hariyanto, menjalin kerja sama strategis dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Riau Petroleum untuk menjalankan sejumlah program kerja terbaru pada tahun ini.
Salah satu proyek unggulan itu adalah pembangunan pabrik kertas security printing yang direncanakan bekerja sama dengan mitra dari negara Jerman.
SF Hariyanto menyebutkan bahwa dibutuhkan lahan seluas 2.000 hingga 3.000 hektar untuk membangun pabrik tersebut. Lahan tersebut akan digunakan untuk menanam kapas dan batang pisang yang akan diolah menjadi bahan kertas safety printing seperti bahan baku kertas uang tunai, materai, dan surat berharga.
"Kami pemprov Riau akan berkolaborasi dengan direktur Husnul, PT Riau Petroleum," ungkapnya Selasa (13/8/2024).
Selain itu, Pemprov Riau mendukung penuh target pemerintah pusat untuk mencapai produksi 1 juta barel minyak pada 2030 mendatang. Saat ini, produksi minyak di Riau mencapai 180.000 barel per hari (bopd), dimana dengan angka tersebut sebelumnya Riau sudah menerima kontribusi pendapatan sebesar Rp3,5 triliun dari dana PI 10%. Dana tersebut, 50% dialokasikan untuk pemerintah provinsi, sementara sisanya dibagikan kepada lima kabupaten dan kota yang menjadi lokasi operasional WK Rokan di Riau.
Untuk mendukung pencapaian target 1 juta Bopd tersebut, Pemprov Riau dan PT Riau Petroleum telah membentuk tim percepatan. Tim ini bertugas untuk memperlancar produksi minyak, yang salah satunya yaitu pembebasan lahan seluas 500 hektare di Rantau Bais Rokan Hilir, yang dikenal sebagai kawasan potensial untuk sumur minyak baru. "Kami sangat optimistis bahwa tahun ini, 2024, akan ada sumur baru yang beroperasi," ujar SF Hariyanto.
Kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi minyak tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan pendapatan daerah melalui pemanfaatan sumber daya alam yang lebih optimal.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak dan sinergi yang kuat antara pemerintah dan BUMD, diharapkan program-program ini dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat Riau.
Sebelumnya Pemprov Riau meyakini dana hak partisipasi atau participating interest 10% dari wilayah kerja (WK) Rokan akan memberikan manfaat berlipat bagi pembangunan ekonomi daerah.
Kini, baik Provinsi Riau maupun beberapa Pemerintah Kabupaten penerima dana hak partisipasi WK Rokan menyusun strategi yang tepat untuk memanfaatkan dana tersebut. Sehingga, nantinya bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) serta menyerap tenaga kerja.
Asisten II Setda Provinsi Riau sekaligus Komisaris Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Riau Petroleum, M Job Kurniawan mengatakan bahwa hadirnya dana PI 10% dari WK Rokan memiliki peran yang strategis dalam pengembangan ekonomi Riau.
"Melalui dana hak partisipasi ini, Riau Petroleum dapat mengoptimalkan potensi perusahaannya untuk menghasilkan tambahan pendapatan daerah bagi Provinsi Riau," ujarnya beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, perusahaan penerima dana PI 10% dari WK Rokan, yakni PT Riau Petroleum Rokan, anak usaha dari BUMD Riau Petroleum, tidak boleh melakukan bisnis hulu migas, tugasnya hanya menerima dan menyalurkan dana PI yang di dapat dari PHR.
Namun, induk usahanya, yakni Riau Petroleum dan lima BUMD penerima dana PI dari WK Rokan milik kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Siak, Kampar dan Rohul, diperbolehkan melakukan usaha di sektor hulu migas.
Job menjelaskan, rencana bisnis Riau Petroleum selama 5 tahun kedepan sedang disusun. Tentu, kata Job, rencana bisnisnya harus sesuai dengan fokus bisnis perusahaan yang tertuang dalam akta pendirian, yakni usaha migas dari hulu hingga hilir.
Rencana bisnis yang sedang dipertajam Riau Petroleum adalah pengelolaan lapangan migas pada WK Patin dan Panai. Sebagai informasi, WK Patin terletak diantara Kabupaten Kuantan Singingi dan Provinsi Jambi. Sedangkan WK Panai berada di antara Provinsi Riau dan Sumut. “Untuk Blok Patin pertengahan Februari 2024 kami sudah diundang untuk mengikuti tendernya,” kata Job.
Rencana bisnis lainya, Riau Petroleum sedang menjajaki pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di ruas tol Pekanbaru – Dumai atau Pekanbaru – Sumatera Barat. “Kita sudah negosiasi dengan Pertamina bagian pemasaran produknya, lagi cari-cari lokasi yang cocok,” kata Job.
Selain dari kedua rencana bisnis di atas, kata Job, Riau Petroleum tidak menutup kemungkinan untuk berbisnis di luar fokus bisnisnya, misal usaha di bidang pertanian dan peternakan maupun pembangunan pabrik kelapa sawit.
“Asalkan rencana bisnis Riau Petroleum menguntungkan, dan pemegang saham setuju, usaha lain di luar hulu dan hilirisasi migas sangat mungkin dilakukan,” kata Job.
Jika rencana bisnis Riau Petroleum berjalan, disitulah manfaat strategis dana hak partisipasi yang diberikan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tersebut. Dengan dana tersebut, menurut Job, bisnis perusahaan daerah bisa berjalan dengan baik dan tenaga kerja daerah bisa diserap melalui bisnis di sektor produktif yang didirikan.
Selain penyerapan tenaga kerja, bisnis yang dilakukan BUMD nantinya akan memberikan deviden bagi Provinsi Riau selaku pemegang saham. Setelahnya, dividen tersebut akan menjadi tambahan PAD bagi daerah.
“PAD inilah nantinya yang kita gunakan untuk membangun infrastruktur jalan, air bersih dan infrastruktur dasar lainya, terutama di wilayah pelamparan bisnis WK Rokan. Sehingga akan mengurangi masalah sosial yang ada di wilayah tersebut,” jelasnya.
Di kesempatan terpisah, PT Riau Petroleum menargetkan untuk menyelesaikan pengelolaan dua Participating Interest (PI) sebesar 10% pada tahun 2024. Kedua PI ini berasal dari EMP Group di Wilayah Kerja (WK) Bentu dan WK Malacca Strait.
Direktur PT Riau Petroleum, Husnul Kausarian, menyatakan bahwa proses pengambilalihan ini telah mencapai tahap kesembilan, dan perusahaan telah membentuk anak perusahaan yang akan menerima pengelolaan kedua WK tersebut.
Dengan tambahan dua PI tersebut, PT Riau Petroleum akan mengelola total lima PI 10% masing-masing. Husnul memperkirakan bahwa pengelolaan PI ini dapat menghasilkan dana hingga Rp1 triliun dalam setahun.
“Pengembangan usaha kami sesuai dengan core bisnis perusahaan, yaitu pengelolaan lapangan migas dan sumber daya alam. Untuk mendapatkan blok migas, prosesnya harus melalui lelang, yang tidak memakan waktu sebentar,” ujar Husnul.
Selain fokus pada pengelolaan PI, PT Riau Petroleum juga berusaha memperluas usaha dengan mendekati PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk mengelola sumur marginal. Proses ini telah mencapai tahap pengajuan ke PT Pertamina Hulu Energi (PHE), induk dari PHR. Namun, tantangan muncul karena struktur perusahaan saat ini tidak mengatur Kerja Sama Operasional (KSO) dalam pengelolaan sumur migas, yang hanya tersedia di PT Pertamina EP.
“Kami menargetkan sumur idle atau sumur kecil yang tidak dikelola, karena sumur besar sudah dipegang oleh PHR. Kami masih menunggu adanya regulasi dalam PHE yang memungkinkan kami mengelola sumur kecil tersebut,” jelas Husnul.
Potensi sumur idle ini sangat besar. Dari sekitar 13.000 sumur di WK Rokan, hanya 8.000 yang saat ini aktif, sisanya merupakan sumur idle. PT Riau Petroleum telah mengomunikasikan peluang ini kepada Pemerintah Provinsi Riau, dengan harapan dapat menyerap tenaga kerja yang signifikan jika potensi ini dapat dikelola.
Kerja sama dan peran aktif PT Riau Petroleum dalam pengelolaan sumur-sumur ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi industri migas terhadap perekonomian daerah, sekaligus membuka peluang kerja baru bagi masyarakat setempat.