Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Barat menyampaikan bahwa kinerja perekonomian pada kuartal awal tahun 2024 masih menunjukan performa positif kendati Ranah Minang tengah dilanda sejumlah bencana alam.
Bahkan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan-I 2024 mencapai 4,37% (yoy) atau berada pada peringkat ke-6 dari 10 provinsi di kawasan Sumatra.
Capaian tersebut masih di bawah angka pertumbuhan nasional yang mencapai 5,11%. Dengan tingkat inflasi di Sumbar pada bulan Mei 2024 mencapai 4,17% (yoy) dan 0,51 % (mtm), lebih tinggi dari inflasi secara nasional yakni 2,84% (yoy) dan -0,03% (mtm).
Sementara itu, untuk neraca perdagangan Sumbar April 2024 mencatatkan surplus sebesar US$129,07 juta, walaupun kinerja ekspor masih mengalami perlambatan sebagai akibat dari turunnya permintaan komoditas di pasar global.
Kepala Kanwil DJPb Sumbar Syukriah HG mengatakan kondisi tersebut seiring dengan kinerja APBN di wilayah Sumbar hingga Mei 2024 yang masih menunjukan performa yang stabil di tengah rentetan bencana alam sepanjang tahun 2024.
"Dampak sosial ekonomi dari bencana ini perlu diwaspadai karena dapat berimbas pada sektor penerimaan," katanya, dalam keterangan resmi, Minggu (30/6/2024).
Baca Juga
Dia merinci sampai dengan 31 Mei 2024, kinerja pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 2,49%, sedangkan belanja negara tumbuh sebesar 23,42%.
Secara nominal, total pendapatan negara yang telah dipungut di wilayah Sumbar adalah sebesar Rp3,20 triliun dan total belanja negara yang telah direalisasikan adalah sebesar Rp13,69 triliun, sehingga menghasilkan defisit regional sebesar Rp10,50 triliun.
"Jadi untuk total pendapatan negara yang telah dipungut oleh Kementerian Keuangan di wilayah Sumbar per 31 Mei 2024 adalah sebesar Rp3,20 triliun atau mencapai 36,16% dari target pada APBN 2024," ujarnya.
Syukriah menjelaskan dari keseluruhan pendapatan negara tersebut, ada sebanyak 76,11% bersumber dari penerimaan perpajakan yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan sisanya sebesar 23,89% berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Nilai realisasi penerimaan perpajakan per 31 Mei 2024 adalah sebesar Rp2,43 triliun atau mencapai 32,87% dari target APBN tahun 2024.
"Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hampir seluruh jenis Penerimaan Perpajakan menunjukan pertumbuhan positif," sebutnya.
Dikatakannya satu-satunya komponen perpajakan yang mengalami kontraksi yaitu bea keluar yang turun sebesar 64,74%.
Komponen penyumbang terbesar sektor perpajakan adalah pajak penghasilan (PPh) yang mengambil porsi sebesar 70,06% dengan nilai realisasi sebesar Rp1,70 triliun.
Kinerja positif penerimaan perpajakan didorong oleh beberapa faktor, khususnya pemberlakuan tarif efektif pasal 21 mulai 1 Januari 2024, serta kenaikan PPh Final akibat kenaikan setoran yang berasal dari instansi pemerintah.
"Bea Keluar masih menunjukan kinerja negatif yakni baru terealisasi sebesar Rp125,27 miliar atau 13,63% dari target APBN 2024," kata dia.
Menurutnya hal tersebut disebabkan oleh penurunan volume ekspor di Pelabuhan Teluk Bayur untuk komoditas crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Meskipun berkontribusi kecil terhadap total penerimaan, realisasi Bea Masuk tumbuh signifikan 70,88% (yoy) yang disebabkan oleh impor beras sebanyak lima kali dengan total volume sebesar 36.032,05 ton.
Sementara itu, total PNBP yang telah dipungut per 31 Mei 2024 adalah sebesar Rp763,93 miliar atau terealisasi 53,10% dari target 2024.
Syukriah menyatakan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nilai PNBP tercatat tumbuh 16,90% yang didorong oleh adanya penetapan dua institusi menjadi Badan Layanan Umum (BLU) baru, yaitu Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar dan Politeknik Kesehatan Padang.
Selain itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) berhasil memungut PNBP sebesar Rp5,18 miliar (33,33% dari target), dengan rincian sumber pendapatan dari pengelolaan BMN sebesar Rp4,17 miliar, pengelolaan piutang negara sebesar Rp5,17 juta, dan pelayanan lelang sebesar Rp1,01 miliar.
Kemudian untuk total belanja negara yang telah direalisasikan di wilayah Sumbar sampai dengan 31 Mei 2024 adalah senilai Rp13,69 triliun atau mencapai 41,54% dari alokasi pagu yang telah ditetapkan dalam APBN 2024.
Realisasi tersebut meningkat sebesar 23,42% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dimana untuk belanja negara terbagi menjadi dua komponen utama, yaitu Belanja Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh kantor-kantor vertikal Kementerian/Lembaga di wilayah Sumbar, serta TKD yang disalurkan oleh DJPb kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten dan kota di Sumbar.
Untuk kinerja belanja pemerintah pusat tercatat mencapai Rp5,17 triliun atau telah terealisasi 42,34% dari pagu anggaran tahun 2024.
Nilai tersebut meningkat 37,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang didorong oleh peningkatan di hampir seluruh komponen belanja.
Realisasi belanja pegawai adalah sebesar Rp2,70 triliun atau tumbuh sebesar 44,73% (yoy) akibat kenaikan gaji dan tunjangan ASN.
"Realisasi belanja barang adalah sebesar Rp2,05 triliun atau tumbuh sebesar 44,18% (yoy) yang utamanya disebabkan oleh peningkatan belanja barang non operasional dan belanja barang BLU," jelasnya.
Sementara itu, belanja modal terealisasi sebesar Rp409,85 miliar atau turun 11,69% dibandingkan tahun lalu, dimana kontribusi terbesar terdapat pada belanja modal jalan, irigasi dan jaringan senilai Rp216,03 miliar.
Belanja bantuan sosial terealisasi sebesar Rp17,44 miliar atau tumbuh 56,65% (yoy), yang merupakan bantuan pendidikan dasar dan menengah (Siswa SDTK), penerima PIP, dan mahasiswa PTKI penerima KIP kuliah (Bantuan Beasiswa KIP Kuliah On Going).
"Belanja bantuan sosial terdapat pada Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatra Barat, UIN Imam Bonjol Padang, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi," ungkap Syukriah.
Untuk TKD, kontribusi APBN pada APBD realisasi TKD sampai dengan akhir Mei 2024 tercatat mencapai Rp8,33 triliun atau telah mencapai 40,14% dari alokasi pagu APBN 2024.
Menurutnya untuk penyaluran TKD mengalami pertumbuhan positif sebesar 13,53% dibandingkan tahun sebelumnya, yang didorong oleh peningkatan yang cukup signifikan pada komponen Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp851,00 miliar atau 15,95%.
Hal ini dikarenakan dAU juga memberi kontribusi terbesar terhadap realisasi nilai TKD dengan porsi sebesar 71,78%, diikuti dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik sebesar 19,76%.
Untuk Dana Bagi Hasil (DBH) telah disalurkan sebesar Rp156,36 miliar atau yaitu 25,45% dari pagu, sedangkan Dana Insentif Fiskal (DIF) telah terealisasi pada delapan pemda dengan total Rp51,96 miliar atau 26,80% dari pagu.
DAK Nonfisik telah disalurkan sebesar Rp1,38 triliun atau 35,76% dari pagu, yang terdiri atas Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, Bantuan Operasional Kesehatan dan DAK Non Fisik Lainnya.
Serta untuk total realisasi penyaluran Dana Desa untuk seluruh kota dan kabupaten di Sumbar adalah sebesar Rp549,23 miliar atau 53,79% dari total alokasi pagu.
Realisasi dana desa tertinggi terdapat pada Kabupaten Limapuluh Kota dengan persentase realisasi terhadap pagu sebesar 61,15% dan terendah terdapat pada Kabupaten Pasaman Barat sebesar 41,24%.
Pendapatan dari dana transfer berkontribusi sebesar 80,06% terhadap total pendapatan daerah, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 19,94%.
"Jadi hal ini menunjukkan bahwa dukungan dana dari Pemerintah Pusat melalui TKD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan Pemda di Sumbar," ucapnya.
Di samping itu, kata Syukriah, belanja pegawai masih menjadi komponen terbesar dari realisasi APBD yakni sebesar 61,98% dari total Belanja Daerah hingga akhir Mei 2023.
Artinya kondisi tersebut harus segera mendapat perhatian, mengingat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengatur bahwa Pemda wajib mengalokasikan Belanja Pegawai (di luar tunjangan guru) maksimal 30% dari APBD.