Bisnis.com, MEDAN- Budidaya madu lebah menjadi salah satu usaha berbasis konservasi dan budaya yang menggiurkan bagi masyarakat perdesaan di Tanah Air.
Kelompok penangkaran madu hutan alam, Madu Takoma di Desa Wisata Sait Buttu Saribu, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara adalah salah satu gerakan kelompok konservasi yang patut dipuji untuk menjadikan bumi yang lebih baik.
Betapa tidak. Kelompok pembudidaya madu lebah Takoma mengelola kawasan hutan dan kebun kopi ratusan hektare untuk dijadikan kawasan koloni lebah.
“Kami ingin mengembalikan lebah ke kebun kopi dan hutan Simalungun, khususnya di Pematang Sidamanik ini. Ada 130 petani pembudidaya madu lebah hutan yang bergerak melakukan perawatan hutan di sini. Kalau di peternakan Takoma sendiri ada 19 orang anggota,” kata Slamat Suryadi, Ketua Kelompok Usaha Bersama Lebah Madu Takoma kepada Tim Jelajah Jurnalistik Bisnis Indonesia dalam agenda Ekspedisi UMKM Champion Sumut 2024 di Taman Edukasi Budidaya Madu di Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumatra Utara, Jumat (7/6/2024).
Mereka menangkarkan lebah jenis Trigona sp (tanpa sengat atau populer disebut lebah propolis) dan Apis cerana sp (bersengat atau disebut juga Asian Honey).
Mereka pernah punya 800 kotak rumah lebah di Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik. Tapi kini disusutkan menjadi 400 kotak saja karena ternyata banyak kotak tidak menjamin banyak madu yang dihasilkan.
Baca Juga
“Dalam perjalanannya kami kurangi dengan fokus pada titik lokasi yang ada tanaman pakan lebahnya. Ternyata hasilnya jadi maksimal. Pernah ada satu sarang bisa menghasilkan 4 liter tapi normalnya setengah atau 1 liter," kata dia.
Madu Takoma bisa menghasilkan 400 liter madu perbulan, bahkan masa panen puncak bisa mencapai 650 liter. Harga satu liter madu Apis cerana sp mencapai Rp180.000 dan madu propolis malah bisa sampai Rp450.000 per liter.
Pasar penjualan madu Takoma saat ini meliputi wilayah Sumbagut, yakni Aceh, Riau, Sumbar hingga Jakarta.
Kilas balik dari dorongan Madu Takoma membudidayakan madu lebah alam diawali oleh situasi menghilangnya madu lebah di pohon dan kebun kopi di Pematang Sidamanik. Hal itu terjadi karena ulah masyarakat yang membuat lebah lari dari habitatnya.
Atas dasar rasa prihatin dan peduli, Slamat mengajak beberapa anak muda dan tokoh masyarakat untuk mengembalikan lebah berkoloni di kebun kopi dan hutan di desanya. Hal itu mendapatkan sambutan hangat dari beberapa orang warga sehingga bersama-sama memulai usaha budidaya madu lebah alam itu pada 2017.
Terapi Serum Lebah & Wisata Panen Madu
Tidak hanya menghasilkan madu, kelompok pembudidaya madu alam ini juga mengembangkan layanan terapi sengat atau serum lebah dan wisata edukasi lebah.
Menurut Slamat, banyak pengunjung mulai datang untuk meminta layanan pengobatan sengat lebah untuk pengobatan herbal. Dan banyak testimoni keberhasilan pengobatan metode sengat lebah tersebut sehingga makin diminati.
“Kami menyediakan terapis yang membantu pengunjung mendapatkan layanan serum lebah dengan biaya yang tak dipatok. Ada yang mengasih seikhlasnya tapi ada juga yang mengasih jutaan rupiah karena berhasil sembuh di sini setelah mereka divonis harus dioperasi di rumah sakit dengan biaya puluhan hingga sampai ratusan juta ,” klaim Ketua Kelompok Usaha Bersama Lebah Madu Takoma tersebut.
Tidak hanya itu, Madu Takoma juga sudah mengelola Taman Edukasi Madu Lebah yang dikunjungi oleh siswa dan mahasiswa yang ingin melihat peternakan madu alam, sekalgus merasakan proses panen madu dari sarangnya.
“Selalu ada yang berkunjung secara rombongan. Bahkan satu trip itu bisa sampai 400-500 orang yang berkunjung. Kami menetapkan harga tiket berkunjung sebagai bentuk kompensasi layanan pemanduan dan pembelian paket madu,” kata Slamat lagi.
Lebih jauh, jelas dia, usaha budidaya dan penangkaran madu lebah itu mendapatkan perhatian dan bantuan dari banyak pihak. Salah satunya bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia Perwakilan Sumut.
“Kami ketemu Bank Indonesia (Kantor Perwakilan BI Sumut) di pameran Imlek Fair 2016 di Siantar. Lalu tahun 2017 kami diajak untuk mengembangkan talasnya yang pada saat itu lebih popular. Tapi saya bilang, untuk pengembangan ke depan sepertinya lebih kuat di madunya. Madu itu bisa menggendong talas, tapi talas belum tentu bisa menggendong madu. Akhirnya BI setuju,” jelasnya.
Menurut dia, bantuan dari BI tidak hanya berbentuk material atau peralatan budidaya, tapi juga pendampingan yang sangat membuka cara pandang penggiat madu lebah dalam menghasilkan madu terbaik dan mengembangkan aspek komersialnya. Di antara perlakuan yang diberikan BI adalah pendampingan digital, pengembangan pasar, dan pendampingan kelembagaannya.
“Kerja sama pemasaran produk pertama itu pas Covid-19 karena kebutuhan akan madu tinggi. Kami ditantang untuk menyediakan madu untuk bantuan covid. Ada sekitar 600 botol kemasan 250 ml yang bisa kami siapkan,” ujar Slamat mengenang awal kemitraan Takoma dengan Bank Indonesia. (K68)