Bisnis.com, BATAM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada permainan kartel terkait mahalnya tiket feri Batam-Singapura.
Untuk itu mereka segera akan turun ke Batam dalam waktu dekat ini. Ada empat operator feri yang akan diselidiki, yakni Batam Fast Ferry, Majestic Ferry, Sindo Ferry dan lainnya.
Dugaan permainan kartel ini menjadi prioritas bagi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam.
Mahalnya tiket feri ini menghambat sektor pariwisata di Batam yang tengah berupaya pulih dari hantaman pandemi Covid-19. Kedua asosiasi pengusaha ini sudah berulang kali menggelar dialog, namun belum dapat solusi yang pasti untuk mengakhiri krisis tersebut.
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk mengatakan Kadin Batam sudah melaporkan mengenai dugaan kartel ini ke KPPU sejak satu setengah tahun lalu.
"Kadin Batam selalu mempertanyakan update perkembangan penyelidikan tiap tiga bulan sekali. Dari perkembangan terakhir, KPPU Indonesia sedang bekerja sama dengan Lembaga Persaingan Usaha Singapura, karena operator feri berbendera Singapura," kata Jadi di Batam Centre, Jumat (31/5/2024).
Baca Juga
Menurut Jadi, persoalan tiket feri mahal ini sudah berlarut-larut sejak usai pandemi. Kadin Batam sering mengundang stakeholder terkait untuk membahas ini dalam diskusi terbuka.
Beberapa alasan yang ditemukan mengapa tiket feri mahal, antara lain karena operator feri menggunakan BBM yang dibeli di Singapura untuk operasional. Dengan harga yang lebih tinggi, maka operator terpaksa menaikkan harga tiket untuk menutupi kegiatan operasional.
Makanya tidak heran, harga tiket yang sebelum pandemi sekitar Rp300.000 hingga Rp400.000 melonjak menjadi Rp800.000 untuk saat ini. Tiket ke Singapura masih jauh lebih mahal daripada tiket dari Batam ke Johor di Malaysia, yang berada di kisaran Rp600.000. Ironisnya jarak Singapura jauh lebih dekat ke Batam dibanding Johor.
Jadi memberikan solusi bahwa sebenarnya persoalan ini bisa diselesaikan jika Badan Pengusahaan (BP) Batam mau mengeluarkan kebijakan terkait penetapan tarif atas dan tarif bawah untuk harga tiket ferry Batam ke luar negeri, sehingga operator feri tidak berani sembarangan menaikkan harga tiket.
Jadi menegaskan hal itu bisa dilakukan, karena semua pelabuhan di Batam termasuk pelabuhan feri penumpang berada di bawah naungan BP Batam. Jika BP Batam bisa mengeluarkan peraturan mengenai tarif pelabuhan peti kemas di pelabuhan kontainer, seyogyanya BP Batam juga bisa mengeluarkan peraturan yang mengatur tarif bawah dan tarif atas tiket feri penumpang dalam dan luar negeri.
"Ada kurang lebih 50 juta orang asing baik yang permanent resident dan kunjungan turis, tinggal selangkah lagi ke Batam. Tapi harga tiket ditambah Visa on Arrival (VoA) menjadikan ongkos lebih mahal. Sehingga mereka mengalihkan pilihan ke lokasi yang lebih murah seperti Johor," paparnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid mengatakan Apindo dapat banyak keluhan dari pelaku usaha pariwisata soal mahalnya tiket feri ini.
"Mahalnya harga tiket ferry Batam-Singapura ini menjadi hambatan tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Batam. Apindo sudah meminta penjelasan ke operator Ferry yang ada di Batam, namun alasan mereka hanya kepanjangan tangan perusahaan yang kantor pusatnya di Singapura," ujarnya.
Sehingga mereka tidak memiliki kewenangan menurunkan harga tiket. BP Batam juga beberapa kali memfasilitasi dialog Apindo dengan operator Ferry dengan memanggil pihak perusahaan mereka yang di Singapura.
"Tapi yang datang hanya perwakilan ferry yang ada di Batam. Sehingga pertemuan demi pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak KPPU juga sudah pernah menekankan kalau praktek penentuan harga Ferry Batam-Singapura saat ini berpotensi melanggar ketentuan persaingan usaha yang sehat," jelasnya.
KPPU pernah menyampaikan langsung kalau mereka sudah melakukan praktek kartel dalam menentukan harga tiket ferry. Namun sampai saat ini harga tiket ferry ke Singapura masih belum turun juga. Bahkan cenderung naik.
"Ini sangat merugikan pariwisata Batam. Belum lagi pemberlakuan VOA di Batam yang cukup signifikan mempengaruhi penurunan kunjungan wisatawan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah I KPPU, Ridho Pamungkas mengatakan kenaikan harga tiket cenderung sama di semua operator feri, sehingga ada dugaan kartel bermain.
"Kami sudah panggil dari pelaku usahanya, serta agen yang dimintai keterangannya. Cuma kita belum panggil dari kantor pusatnya di Singapura. Ada empat perusahaan yang diselidiki, yakni Sindo Ferry, Batam Fast Farry, Majestic Ferry, satu lagi nanti saya cek," katanya saat ditemui di Kantor KPPU, Jakarta Pusat baru-baru ini.(K65)